Kisah Nyata Mendidik dengan Hati



Mardadi, Kemari Aku Peluk.

            Setelah lama mencari alamat rumah siswa saya, ketemu juga akhirnya. Jauh memang. Namun seharusnya bukan karena itu Mardadi, siswa saya harus sering datang terlambat. Banyak juga siswa yang rumahnya lebih jauh dari Mardadi namun tidak pernah datang terlambat. Kali ini saya melaksanakan home visit sendiri saja. Saya  mengambil langkah ini tanpa prosedur sebagaimana mestinya. Biasanya saya bersama dengan guru BK  dengan sepengetahuan Kepala sekolah.  Kebetulan pagi itu saya sedang kosong jam jadi saya mempunyai waktu yang longgar untuk menangani siswa saya yang bermasalah.  Kebetulan lagi, kata guru BK hari ini Mardadi masuk sekolah. Saya ingin mengetahui keadaan keluarga Mardadi setelah  hari sebelumnya paman Mardadi menceritakan semua kisah Mardadi. Beliau memenuhi undanganku sebagai wali murid Mardadi. Saya merasa kasihan kepada Mardadi setelah mendengar kisah hidupnya. 
            “Biasanya jam segini Bu Yateni berada di ladang, bu” kata  seorang wanita paruh baya, tetatangga  Mardadi. “Dia baru pulang nanti bedhuk,” lanjut wanita itu.
            “Ladangnya jauh, bu?” tanya saya.
            “Tidak  juga kok. Pasti ibu, gurunya Dadi ya?” wanita itu balik bertanya.
            “Heh… sejak dulu anak itu  selalu membuat jengkel neneknya saja,” tutur wanita itu.
            “Ladang ibu Mardadi jauh apa tidak bu dari sini?” tany saya lagi.
            “Tidak kok. Eh… dia itu bukan ibunya Mardadi. Dia itu neneknya.”
            “Ya bu saya sudah tahu. Kemarin pamannya sudah bercerita kepada saya.”
            “Saya ingin bertemu neneknya Mardadi, Bu. Bisakah saya diantar ke ladang bu Yateni?”
            “Tidak usah ke ladang bu guru. Biar saya memanggil dia. Bu guru tunggu di sini saja,” ucap wanita itu lalu pergi meninggalkan saya di teras tumah Mardadi.
            Sepi. Saya duduk termangu sambil melihat keadaan rumah yang sangat sederhana itu. Ya, disinilah seorang Mardadi tinggal bersama neneknya yang dia anggap sebagai ibunya.
Saya menikmati saja penantianku ini. Menjadi wali kelas adalah sisi lain tugas guru yang penuh romantika. Setiap tahun saya mendapat tugas untuk menjadi wali kelas dengan berbagai macam persoalan. Pada tahun ini, saya menghadapi anak yang dibilang nakal.  Siapa lagi kalau buka Mardadi. Hampir semua guru mengeluhkan anak itu. Berbagai pelanggaran juga sering dilakukannya. Hampir setiap hari dia datang terlambat. Tidak memperhatikan penjelasan guru, tidur di kelas, dan tidak masuk tanpa ada keterangan sering dilakukan.
            Saya sebagai wali kelasnya kadang merasa jengkel. Karena poin pelanggaran Mardadi sudah banyak,  saya bersama guru BK memanggil orangtuanya.  Sehari kemuadian, datanglah wali Mardadi yang merupakan pamannya. Dari pamannya itulah saya mengetahui banyak hal tentang Mardadi.
            Begini kisahnya. Ibu Mardadi  ketika masih remaja pergi ke Jakarta untuk bekerja. Beberapa tahun berikutnya dia pulang dalam keadaan hamil entah dengan siapa.  Yang jelas yang menghamili tidak bertanggung jawab. Hingga akhirnya Mardadi lahir tanpa ayah. Oleh karenanya,  nenek dan kakek Mardadi menganggapnya sebagai anak. Dalam Akta kelahiran Mardadi  adalah anak dari orang yang sebenarnya adalahlah kakek dan neneknya. Mardadi  dibesarkan oleh kakek dan neneknya sehingga memanggil kakek dan neneknya dengan sebutan ibu dan bapak. 
            Namun sayang kakek Mardadi meninggal dunia ketika Mardadi masih kecil sehingga Mardadi diasuh oleh neneknya seorang diri. Sedangkan ibunya pergi lagi bekerja di kota dan tidak diketahui alamatnya. Sesekali saja dia pulang namun itu sangat jarang.
            Singkat cerita, Mardadi kini menjadi muridku. Dengan keadaan seperti itu, saya menjadi simpatik kepadanya. Saya yang dulunya memandangnya sebagai anak nakal kini berubah memandangnya sebagai anak yang kurang kasih sayang dan perhatian. Dia adalah anak yang merindukan sosok bapak. Apalagi kakek yang dijadikan bapaknya sudah meninggal. Oh… andai dia seorang perempuan, akan aku  peluk dia.
            Setelah agak lama saya menanti, akhirnya datanglah nenek Mardadi. Dia menyalamiku lalu membukakan pintu.  Keringatnya membasuh tubuhnya yang sudah tua.  Dia menyuruhku duduk. Saya lalu memperkenalkan diri dan menceritakan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Mardadi di sekolah. Yang paling sering adalah datang terlamabat dan tidak masuk tanpa izin.
            “Setiap hari dia pulang pagi. Dia tidak pernah sehari saja tinggal di rumah. Dia lebih sering main dengan teman-temannya yang sudah bekerja menjaga Warnet. Jika saya tanya dari mana, dia selalu menjawab dari warnet, internetan begitu katanya. Dia tidak pernah berubah sejak dulu. Sedih rasanya,” tutur nenek Mardadi sambil menangis. Dia lalu mengusap air matanya dengan ujung kebayanya. Saya jadi ikut meneteskan air mata.“Bagaimana lagi bu cara menyadarkan Mardadi?” Tanya nenek itu.
            “Dia harus lebih sering berada di sekolah daripada di warnet. Saya meminta kerjasamanya untuk membangunkan Mardadi setiap pagi. Itu saja,” jawabku.     
            Mungkin hanya itu yang bisa dilakukan nenek itu.  Untuk memantau keberadaan Mardadi di luar rumah, tidak mungkin karena  ruang geraknya terbatas. Untuk memantau dengan HP juga tidak mungki karena dia tidak bisa mengoperasikann HP.
            Begitulah langkah saya untuk melibatkan orang tua atau wali murid. Setelah kujunganku ke rumah Mardadi, keesokan harinya saya memanggil Mardadi untuk berbicara berdua saja di ruang BK.
            “Poin pelanggaranmu sudah banyak. Jika telah memenuhi batas maksimal, kamu harus dikeluarkan. Sekarang kamu masih mempunyai kesempatan untuk bertahan asalkan tidak membuat poin pelanggaran lagi. Ingat sehari saja tidak masuk tanpa izin, berarti kamu sudah menabung poin sebanyak tiga. Kamu ingin sekolah atau tidak?” tanya saya.
            “Malas bu,” jawab Mardadi sekenanya.
            “Mengapa?”
            “Buat apa sekolah?”
            “Kamu harus mempunyai masa depan yang cerah.”
            “Percuma saja.”
            “Lebih baik saya tidak ada di dunia ini bu.”
            “Jangan berkata demikian.  Allah mempunyai rencana terhadapmu. Kamu harus bersyukur. Kamu mempunyai seorang ibu dan sekaligus nenek yang luar biasa. Dia bekerja karena kamu. Dia hidup hanya untuk kamu. Kamu adalah satu-satunya   yang dia pertaruhkan dalam hidupnya. Saya sudah mengetahui beliau dan latar belakangmu.”
            “Tapi dia menjengkelkan bu. Juweh orangnya. Cerewet, suka ngomel-ngomel. Saya tidak betah berada di rumah. Begitu di rumah yang saya dengar hanya omelan saja,” jawab Mardadi.
            “Andai kamu tidak mendengar omelan nenekmu, apakah kamu betah tinggal di rumah?”
            “Tidak tahu juga bu. Saya perlu teman.  Ketika saya berada di warnet bersama teman-teman, saya bisa melupakan tekanan hidup saya. Saya iri bu dengan teman-teman yang bisa memanggil bapak dan ibu. Saya tidak tahu  keduanya. Saya benci mereka. Tuhan tidak adil kepada saya. Tuhan pilih kasih. Tuhan membuat hidupku menderita.” Mardadi berkata dengan mata berkaca-kata. Andai  dia wanita, pasti aku akan peluk dia.
            “Hust! Kamu tidak boleh menyalahkan Tuhan. Mohon ampun kepadaNya. Istiqfar.  Kamu tidak bersykur kepadaNya.  Satu hal, kamu mempunyai seorang nenek yang sangat mencintaimu. Apa balasanmu? Bayangkan andai kamu tidak punya nenek lagi, betapa menyesalnya kamu karena selama hidupmu belum pernah membuat dia bahagia tetapi sebaliknya.  Saya ingin kamu mempunyai masa depan yang cerah. Kamu harus mempunyai kehidupan yang baik. Jika kamu sampai dikeluarkan, dan kamu tidak sekolah, apa yang bisa kamu kerjakan? Kehidupan seperti apa yang akan kamu lalui? Paling tidak kamu lulus SMA. Dua tiga tahun kedepan kamu harus menahan dirimu. Setelah itu terserah kamu mau apa.”
            Saya terus berkomunikasi dari hati ke hati dengan Mardadi.  Hubungan kami semakin akrab saja. Dia mulai terbuka dengan saya. Dia juga merasa betah di sekolah. Kami membuat komitmen  bahwa Mardadi harus lulus SMA. Saya menghukum Mardadi ketika membuat kesalahan dengan hukuman berupa shohat dan mengaji. Dengan demikian saya harap dia akan dekat kepada Allah. Dia mulai bisa menerima keadaannnya. Beberapa minggu dia tidak pernah terlambat. Setiap ada kesempatan saya berusaha sebisa saya untuk memotivasinya. Saya katakan kepadanya bahwa dia harus memiliki masa depan yang cerah walau latar belakangnya tidak menyenangkan.
Saya merasa lega dan optimis bahwa Mardadi kini telah berubah.  Saya berhasil menemaninya selama setahun di kelas X. Dia berhasil naik di kelas XI.  Di kelas XI dia mendapatkan wali kelas yang berbeda.  Walau bukan lagi wali kelas Mardadi,  aku masih saja terus menanyakan  dan memantaunya. Suatu hari, Mardadi tidak masuk sekolah lagi. Tidak semua guru bisa memahami dia seperti saya memahaminya. Banyak  guru suka menghukum dan memarahinya.  Salah satunya adalah wali kelasnya sendiri yang tidak  tahu latar belakang Mardadi. Rambut Mardadi yang dicat kemerahan dipangkas secara asal oleh wali kelas tersebut. Akibatnya, rambut Mardadi harus digundul karena tidak dapat diperbaiki. Mardadi menjadi malu. Saya sendiri merasa prihatin mendengar kejadian itu. Andai dia wanita, pasti aku peluk dia.   Setiap hari Mardadi harus menggunakan topi karena malu atas kepalanya yang gundul.
Rupanya hukuman untuk Mardadi tidak berhenti sampai di situ. Suatu hari Mardadi tidak mengerjakan tugas dari seorang guru. Karena takut dimarahi, dia tidak masuk pada jam pelajaran tersebut. Guru itu menyita tasnya. Tas itu dibawa ke ruang guru.
Setelah itu Mardadi tidak pernah mau sekolah lagi. Aku menanyakan kepada teman-temannya tentang keberadaan Mardadi. Mereka mengatakan kalau Mardadi tidak mau sekolah lagi. Sedih sekali rasanya. Aku sempat meneteskan air mata karena kesedihan yang mendalam. Tidak semua guru pahan akan keadaan anak didiknya.
Dalam keadaan sedih itu, aku membawa tas Mardadi ke ruang BK. Tentu saja tanpa sepengetahuan rekan guru lain. Aku hendak menitipkan tas itu kepada temannya agar diberikan kepada Mardadi.  Sebelum saya titipkan, aku membuka tas Mardadi. Satu persatu aku keluarkan isi tasnya. Ada sebuah topi kumal dan beberapa pulpen yang  tidak ada tutupnya. Ada beberapa buku tulis yang masih kosong dan buku LKS. Ada biodata yang belum sempat dia berikan kepada wali kelas dan yang membuatku menangis tersedu adalah beberapa sisa foto dia yang  aku minta ketika  kelas X untuk saya pasang di raportnya. Andai dia ada di depanku dan dia seorang wanita, pasti aku peluk dia.
Heh… Mardadi sudah keluar sekarang. Tidak ada yang bisa saya lakukan.  Paling tidak saya telah berhasil mengantarkan dia naik sampai kelas XI.  Itu sudah bagus bagi Mardadi.  Hanya doa yang bisa saya panjatkan. Semoga dia mempunyai masa depan yang cerah.
            Semua telah berlalu. Namun setidaknya ada hikmah yang bisa saya petih dari kisah Mardadi. Pertama,  Seseorang harus menjaga diri agar tidak terjadi hamil diluar nikah. Harus ada  ikatan perkawinan yang sah. Jika tidak, anak yang lahir seakan tidak diharapkan akan tumbuh menjadi anak yang kurang kasih sayang. Akibatnya anak cenderung mencari perhatian dengan tingkah kenakalan.
            Kedua, guru harus memahami latar belakang anak didiknya. Jika guru tidak mau melihat lalar belakang anak, akibatnya anak akan merasa tidak berguna.  Siapa lagi yang akan  peduli kepada anak seperti Mardadi kalau bukan guru? Gurulah salah satu yang  bisa memotivasi siswa sehingga siswa dengan latar belakang apapun bisa meraih masa depan yang cerah.
            Ketiga, dari segi anak sendiri.  Sebagai makhluk Tuhan, hendaknya menyadari bahwa seseorang ada di dunia ini adalah kehendak Tuhan.  Terlepas dari latar belakangnya, setiap manusia mempunyai tanggung jawab dalam kehidupan ini. Sayang sekali jika kesempatan hidup di dunia ini disia-siakan. Betapa indahnya jika anak dengan latar belakang seperti Mardadi bisa menjalani dan menciptakan kehidupan yang lebih baik.
            Begitulah hikmah dari kisah muridku si Mardadi. Anak nakal adalah anak yang kurang diperhatikan. Maka,  hendaknya anak seperti itu diberi perhatian khusus. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua. Mardadi butuh kasing sayang. Andai dia seorang wanita, aku akan bilang, “kemari aku peluk.”

****


Mau Menulis PTK dan didanai? Tidak jadi dilaksanakan

 Mau Menulis PTK dan didanai? 


              Penelitian Tindakan kelas  dilakukan karena ada permasalahan pada proses belajar mengajar. Dari permasalahan tersebut, guru berupaya menyelesaikannya dengan berbagai teknik, media ataupun pendekatan tertentu sesuai dengan kondisi siswa dan situasi. Membuat PTK adalah menjadi kewajiban guru. Dengan menulis PTK, guru bisa meningkatkan kompetensi siswanya.
              Salah satu upaya dari sekian banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru adalah dengan memotivasi guru agar dapat menghasilkan sebuah karya. Karya tersebut dapat berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
             PTK yang dilakukan oleh guru sangat penting dan bermanfaat tidak hanya kepada guru yang bersangkutan, tetapi juga bermanfaat bagi sekolah, orang tua, masyarakat, dunia industri dan dunia usaha, organisasi profesi, dinas pendidikan, dan kementerian pendidikan.
              Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan (Puslitjakdikbud), Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2016 ini kembali mengadakan Program Bantuan PTK di tingkat satuan pendidikan yang dilakukan oleh Guru.
Agar pelaksanaan program ditahun 2016 ini berjalan dengan baik dan menjadi dasar rujukan bagi semua pihak terkait dalam pelaksanaan sehingga pelaksana maupun pengambil kebijakan, maka disusunlah buku panduan pelaksanaan program bantuan PTK bagi guru-guru.
             Puslitjakdikbud akan memberikan dukungan pendanaan untuk penyusunan penulisan hasil PTK kepada guru sebesar Rp.8.000.000,00 (delapan juta rupiah) kepada setiap peserta yang dinyatakan diterima. Jumlah tersebut BUKAN termasuk biaya perjalanan dalam rangka bimbingan teknis dan seminar.
Pencairan dana bantuan akan diberikan secara bertahap. Tahap pertama sebesar 60% dari jumlah keseluruhan setelah pelaksanaan bimbingan teknis. Pencairan tahap kedua yang merupakan sisanya sebesar 40% diberikan setelah penyerahan laporan akhir.
             Pedoman lengkap dapat dilihat pada alamat berikut:

https://docs.google.com/viewer?a=v&pid=sites&srcid=ZGVmYXVsdGRvbWFpbnxlZHVwYWt4eXp8Z3g6NzkyZGM5NGMxZTA2MDE5MQ

Mereka Adalah Orang-orang yang Luar Biasa

      Guru Berprestasi adalah guru yang memiliki kinerja melampaui standar yang telah ditetapkan oleh satuan pendidikan, yang mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan mampu menghasilkan karya inofatif yang diakui baik pada tingkat daerah, nasional dan/atau internasional; dan secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler.
          Menjelang bulan Mei setiap tahunnya selalu diadakan kompetisi antar guru se-Indonesia dalam Pemilihan Guru Berprestasi mulai  dari tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten, provinsi dan final di tingkat nasional.  Pemilihan Guru Berprestasi menjadi ajang kompetisi positif dan sharing antar peserta dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalisme mereka. Lalu siapa saja mereka tahun ini?
         Berikut ini adalah daftar para pemenangnya. Selamat untuk mereka. 
 Bangga pada Beliau semua.

Pelajaran Mendongeng Sebagai Pembentuk Karakter Anti Korupsi

Pelajaran Mendongeng  Sebagai Pembentuk Karakter Anti Korupsi
Oleh: Rustiani Widiasih
Korupsi di Indonesia sudah membudaya Ibarat penyakit, sebenarnya sudah ditemukan penyebabnya, namun obat mujarab untuk penyembuhan belum bisa ditemukan. Persoalan moral bangsalah yang sudah terlanjur sudah buruk sehingga mengakibatkan budaya korupsi sukar dihilangkan.
 Karena budaya korupsi sudah mendarah daging maka perlu adanya upaya membentuk karakter anti korupsi sejak dini pada anak. Mengapa harus diberikan pada anak sejak usia dini, hal ini disebabkan karena pada usia tersebut pemikiran anak masih bersih belum tercampuri kepentingan apapun. Salah satu metode yang digunakan adalah melalui dongeng atau cerita. Metode ini sangat cocok diterapkan pada anak usia dini. Dengan penanaman pendidikan moral anti korupsi yang diberikan pada anak sejak usia dini, maka diharapkan kelak ketika anak tersebut sudah dewasa dan menjadi pemimpin, pendidikan moral anti korupsi yang telah didapat akan diaplikasikan.
Bagaimana cara menanamkan moral anti korupsi lewat dongeng kepada anak? Cara menanamkan moral anti korupsi lewat dongeng kepada anak. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh tulisan ini adalah  menambah pengetahuan tentang manfaat dongeng sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai moral kepada masyarakat. Juga, memberikan alternatif solusi terhadap masalah peredaran korupsi yang semakin marak.
Hakikat Dongeng
                     Dongeng adalah cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga dongeng yang melukiskan kebenaran, berisi ajaran moral, bahkan sindiran (Agus : 2008). Pada mulanya kegiatan bercerita atau menuturkan cerita hanya dilakukan dan ditujukan untuk orang dewasa, misalnya para prajurit, nelayan, dan musafir yang sering kali tidur di tenda-tenda. Biasanya yang diceritakan adalah cerita-cerita rakyat yang diturunkan secara turun temurun dari mulut ke mulut. Namun, pada beberapa kebudayaan, para orang tua dan muda berkumpul bersama untuk mendengarkan dongeng yang dibawakan oleh seorang tukang cerita atau pendongeng yang di beberapa kebudayaan biasanya merangkap sebagai tabib. Selain menyampaikan hiburan, pendongeng biasanya juga menyampaikan atau mengajarkan adat kebiasaan dan moral kepada orang muda.
Penanaman Karakter Anti Korupsi Melalui Dongeng
Dongeng menjadi jalan mewujudkan kaidah dasar, bahwa penanaman nilai dapat dilakukan tanpa kesan memaksa dan menekan. Malahan dongeng dan kegiatan mendongeng membentuk benih-benih sikap positif. Sikap yang terus-menerus dibentuk hingga menjadi karakter anak setelah dia dewasa.
Harus diakui, dongeng punya pengaruh luar biasa. Anak-anak, target utama penceritaan dongeng, mudah terbujuk oleh cerita-cerita dongeng. Penelitian mengungkapkan bahwa dongeng bisa mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual anak. Dongeng sanggup mengembangkan moral guna mengetahui perbuatan yang baik dan buruk.
Tokoh dan karakter yang diceritakan dalam dongeng akan selalu diingat oleh sang anak, apakah itu tokoh baik maupun tokoh jahat. Cerita dongeng juga dapat berpengaruh bagi kesembuhan anak yang sedang sakit, terutama dampak psikologisnya. Selain itu, dari berbagai cara untuk mendidik anak, dongeng merupakan cara paling ampuh dan efektif untuk memberikan sentuhan humanis dan sportifitas bagi anak. Dongeng berpengaruh pada cara berpikir, moral, dan tingkah laku.
Dongeng membentuk dan mengembangkan imajinasi anak. Selain itu, dongeng berguna untuk memasukkan nilai dan etika secara halus kepada anak. Dongeng akan menanamkan sikap mental yang bersemangat dan tanggung jawab pada diri si anak. Pesan moral, ajaran pekerti, dan pendidikan karakter yang terkandung dalam dongeng akan memberikan keteladanan dan panutan bagi anak.
Atas dasar pemikiran seperti itu, rupanya dongeng sejalan dengan tujuan pendidikan antikorupsi. Yakni pembentukan manusia yang mempunyai  pemahaman, sikap, dan perilaku yang anti terhadap korupsi. Terutama pendidikan antikorupsi kepada anak dini usia.
Nilai-Nilai Anti Korupsi Dalam Dongeng
Pendidikan antikorupsi adalah perpaduan pendidikan nilai dan karakter. Sebuah karakter yang dibangun di atas landasan kejujuran, integritas, dan keluhuran. Dalam kaitan itu, dongeng bisa menjadi sarana penanaman nilai-nilai antikorupsi. Pertanyaannya, nilai-nilai antikorupsi seperti apa yang selayaknya diberikan melalui dongeng?
Korupsi bisa timbul karena dua sebab. Sebab pertama, korupsi karena kebutuhan (corruption by need). Korupsi yang timbul ketika penghasilan tidak lagi bisa menanggung kebutuhan dasar sehari-hari. Jalan keluarnya biasanya dengan mengambil sikap menyimpang. Melakukan korupsi. Sebab kedua, korupsi karena keserakahan (corruption by greed). Tidak puas dengan satu gunung emas, cari gunung emas kedua dan ketiga. Sudah punya rumah, ingin motor. Sudah ada motor, mau mobil. Mobil terbeli, ingin mobil mewah.
Apa yang kita lihat dan dengar semasa kecil juga akan membentuk karakter kita bila dewasa kelak. Karena itu, nilai-nilai antikorupsi dalam dongeng adalah nilai-nilai yang mempromosikan kesederhanaan, kejujuran, dan daya juang. Selain itu, juga nilai-nilai yang mengajarkan kebersamaan, setiakawan, dan kedisiplinan. Namun, tentu saja, tidak semua cerita dalam dongeng bisa berguna. Sebagai contoh adalah  dongeng si kancil mencuri ketimun petani. Si kancil dikisahkan hewan yang cerdas, cerdik, dan lincah. Dengan kecerdikannya, si kancil mengelabui petani, untuk kemudian berhasil mencuri ketimun. Si kancil sulit tertangkap oleh petani. Suatu kali petani berhasil menangkap basah si kancil. Tetapi dengan kelihaiannya, kancil berkelit dari jerat hukuman.
Cerita kancil di atas mungkin saja telah meracuni pikiran anak. Anak mengira mencuri adalah sesuatu yang wajar. Anak memiliki anggapan bahwa kepintaran merupakan keunggulan seseorang yang bermanfaat untuk mencuri. Karena itu, sesuai nilai antikorupsi yang ingin disebarkan, maka kita perlu cerita dongeng yang memuat figur-figur yang jujur, berani, kompetitif, dan bertanggungjawab. Bukan figur yang memakai kecerdikannya untuk memperdaya orang lain. Dongeng dan mendongeng adalah salah satu bentuk pendidikan nilai, yang pada gilirannya mendukung upaya pendidikan antikorupsi. Sebuah pendidikan antikorupsi yang dimulai dari usia dini. Pendidikan antikorupsi diharapkan membentuk karakter individu, hingga pada gilirannya akan membentuk karakter bangsa secara keseluruhan.


DAFTAR PUSTAKA

 

Agus. 2008. Pengertian Dongeng. http://linaleebon.blogspot.com. (10 Maret 2009)



Pribadi Kuropsi Berakhir di Jeruji

Pribadi Kuropsi Berakhir di Jeruji

Cerpen Oleh: Rustiani Widiasih

“O… jadi Bapak  teman sekantornya Gianto?” ucap lelaki botak sambil menghembuskan asap rokok dari mulutnya.
“Betul. Kok Bapak kenal sama Pak Gianto?” jawab lelaki  bertubuh kurus yang duduk di pojok warung kopi pagi itu.”Saya dulu anak buahnya Pak.”
“Jelas saya kenal baik dengan Gianta. Lha wong saya ini tetangganya.”
“O…” jawab lelaki kurus sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. “Kasian beliau ya Pak.”
“Kasian anak dan istrinya juga. Semua jadi berantakan sekarang. Padahal Gianto itu merintis karirnya dari nol. Dia seorang anak buruh tani yang miskin.”
Obrolan dua orang yang tidak saling kenal itu menjadi sangat akrab karena masing-masing kenal dengan baik dengan seorang yang bernama Gianto.  Obrolan mereka di warung kopi itu sangat seru karena Gianto dan keluarganya  sedang menjadi buah bibir saat itu.
“Saya mengenal pak Gianto sejak sepuluh tahun yang lalu ketika Pak Gianto dimutasi sekantor dengan saya. Katanya sih,  dia memulai bekerja dari golongan paling bawah. Sedikit demi sedikit naik pangkat hingga menduduki jabatan,”  tutur lelaki krempeng setelah meneguk kopi.
 “Ya saya tatu itu. Gianto itu mau ditempatkan di mana saja, selalu bekerja dengan tekun, disiplin dan tertib. Dia juga disukai anak buahnya karena selalu menghormati siapa saja. Begitupun dalam keseharian di masyarakat, tindak tanduknya sopan dan santun.”
“Ya Pak betul itu. Saya sebagai anak buahnya merasakan kebaikannya.”
“Dulu, kehidupan Gianto dan anak istrinya selalu rukun dan bahagia.  Kehidupannya yang sederhana itulah yang membuat mereka  bahagia.”
“Sebenarnya apa sih pak penyebab awal sehingga keluarga pak Gianto bisa menjadi berantakan seperti sekarang ini? Bapak kan tetangganya, pasti tahu dong penyebabnya?”
“Oh… komplek sekali penyebabnya. Yang jelas setahuku semua berawal dari istrinya si Lina itu.”
“Memang ada apa dengan bu Lina?”
“Lina itu  selalu memuntut pada suaminya. Diberi uang berapapun tidak ada cukupnya. Makanya dia membuka usaha  pembayaran token listrik. Katanya sih biar dapat pemasukan tambahan. Katanya, usaha titu tidak membutuhkan banyak biaya dan dapat dilakukan di rumah saja. Setelah berembuk dengan suaminya, Gianto akhirnya  terwujudlah rencana untuk mendirikan Token Listrik di rumahnya.”
 “ Terus apa yang salah Pak?”
“Suatu pagi,   salah satu pelanggan yaitu bu RT bertamu di rumah Gianto. Dia mengatakan kalau pada hari sebelumnya ada seorang petugas PLN yang datang menagih bayaran  Listrik. Dia merasa tidak pernah terlambat dalam membayar listrik.”
“Terus?”
“Ya…Setelah ditanyakan,   Lina mengatakan kenyataan yang sebenarnya bahwa dia memang belum membayarkan uang listrik.  Kejadian itu didengar oleh seluruh warga kampung. Banyak yang mengatakan keluhannya ketika membayar listrik ke Lina. Lina sering mengambil uang  mengambil uang konsumen meskipun hanya seribu atau dua ribu  rupiah atau kurang dari itu. Misalkan total nilai pembayaran listrik  adalah 9.400 dan kita menyerahkan uang Rp 10.000, maka biasanya Lina  tidak memberikan kembaliannya dengan alasan tidak ada uang receh. Kadang uang kembalinya akan diberikan pada bulan berikutnya namun kenyatannya tidak pernah dibayarkan.”
“Hanya seperti itu alasannya pak?”
“Tidak. Uang kembalian itu  memang kecil, berapalah nilainya itu di zaman serba mahal ini. Kebanyakan konsumen tidak mempermasalahkan hal ini atau tidak ingin mencari rebut. Begitulah tipikal orang Indonesia, suka mengalah. Namun jika  jika dikumpulkan akan menjadi banyak juga. Banyak orang sudah mengeluhkan kejadian semacam ini, tetapi  Si Lina  biasanya tutup mata atau tidak mau tahu.”
“Kalau begitu mengapa  orang membayar listrik di tempatnya bu Lina?”
            “Sudah terlanjur dikoordinir sama dia. Sebenarnya banyak orang sudah mengira bahka perilaku  Lina mencurigakan. Setiap membayar listrik jika diminta struknya tidak diberikan. Katanya sudah diberikan kepada petugas. Jika ditanya berapa habisnya, dia selalu menjawab seratus ribu. Dan  dia menurut begitu saja. “
            “Memang gaji pak Gianto masih kurang ya pak sampai-sampai bu Lina harus membuat usaha sendiri?”
            “Wah… kalau itu saya tidak tahu pastinya. Yang jelas Lina dan Gianto memiliki tiga orang anak. Anak yang pertama duduk di bangku SMP, anak kedua dan ketiga masih duduk di bangku SD. Tentu saja tidak sedikit biaya harian yang diperlukan. Apalagi, Gianto hanyalah pejabat kecil.”
            “Biar pejabat kecil dia itu atasan saya lho pak” protes lelaki kurus. “Terus apa yang salah dengan bisnis bu Lina?
“Mungkin karena banyaknya keperluan hidup, Lina terbujuk hutang dengan jaminan kartu ATM suaminya.  Kata  petugas kridit, dengan ATM tidak perlu ada jaminan apapun dan uangnya  bisa langsung cair.  Namun celakanya, Lina tidak bermusyawarah dengan suami.  “
“Terus apa reksi pak Giantao?”
“Awalnya Gianto tidak tahu. Gianto tahu kalau sistrinyaberhutang dan kartu ATM sebagai jaminannya ketika ada seorang datang mengih hutang. Sebenarnya Lina ingin sekali menyimpan rahasia itu. Kenyataannya serapat-rapatnya dia menutupi rahasianya masih ketahuan juga.”
“Apa reaksi pak Gianto Pak?”
“Ya, pastilah Gianto marah. Terjadilah pertengkaran diantara keduanya. Suasana rumah menjadi  tidak damai. Keributan sering terjadi. Bahkan hampir setiap hari. Saya yang mendengarnya menjadi pusing mendengarnya. Akhirnya suatu hari  Lina tidak kuat lagi dan pergi meninggalkan rumah. Tidak jelas kemana perginya. Beberapa hari  Gianto mencari ke rumah saudara-saudaranya. Namun tidak ketemu juga. Gianto sangat sedih. Dia harus mengurus anak-anak dan ditambah lagi dia tidak memegang uang kala itu. “
“Apa bu Lina tidak pulang?”
“Setelah beberapa hari menghilang, Lina muncul juga.  Dia merasa  tidak nyaman lagi berada di kampungnya, Di a merasa semua orang selalu mengawasinya. Karena perasaan itu dia sering berdiam diri di rumah saja. Dia merasa malu pada bu RT yang uang listriknya diambil selama tiga bulan tidak dibayarkan.”
“Bapak tahu betul cerita pak Gianto dari A sampai Z ya?”
“Tidak hanya saya yang tahu. Semua orang di kampung juga tahu.”
“Terus  bu RTnya melaporkan bu Lina ke polisi ya pak?”
“Tidak.  Namun bu RT tidak mau tertipu lagi. Sekarang pembayaran listrik dia bayarkan di bank.  Bu RT kaget melihat angkah yang harus dia bayar. Biasanya dia membayar seratus ribu lewat bu Lina. Kini, dia hanya membayar  enam puluh ribu. Jadi selama bertahun-tahun dia membayar seratus ribu setiap bulannya. “ Semula bu RT ingin pergi menemui bu Lina untuk meminta tanggung jawabnya. Namun  dia mendapatkan kabar kalau  bu Lina telah pergi meninggalkan anak dan suaminya.  Kasian sekali. Anak-anak yang tidak tahu apa-apa ikut jadi korban. “
“APa bu RT melaporkan buLina kepada Polisi?”
            “Tidak. Akhirnya bu RT mengikhlaskan uangnya. Itu lebih baik daripada mendapatkan maslah baru dengan bu Lina. Semua diambil hikmahnya saja. Ya, begitulah. Kesemrawutan kehidupan Lina karena ulahnya sendiri. Ternyata korupsi dilakukan tidak hanya orang kaya . Yang  mempunyai proyek besar korupsinya juga besar. Yang  kecil proyeknya korupsinya jug kecil seperti Lina itu.”
            “Apa karena itu pula pak Gianto melakukan korupsi ya Pak?”
            “Mungkin saja. Sebenarnya Gianto orangnya jujur kok. Tidak mungkin kalau dia korupsi.”
“Anehnnya pak. Ketika pak Gianto diperiksa, tidak ada bukti transfer uang pada pak Gianto. Tidak ada nomor rekening yang pantas dicurigai. Tidak terbukti ada nama rekening Gianto dan juga keluarga yang ada unsur korupsinya.”
“Jelas tidak ada. Gianto tampaknya orang bersih dan jujur. Tidak ada model kuruptor”
“Walau tidak terbukti ada penyelewengan dana, pak Gianto tetap  dianggap salah karena dia menjalankan tender dengan cara yang salah.  Karena itu, Gianto tetap dimasukkan pada tahanan.”
“Kamu belum tahu kenyataan yang sebenarnya. Gianto ternyata juga manusia.  Pada saat  saya besuk, ada wanita muda yang cantik dan bersih menjenguk Gianto dalam penjara.
Saya terheran-heran  dan bertanya-tanya siapa wanita itu. Dengan jujur Gianto mengatakan bahwa dia adalah istri mudanya. Huh..”
“O,  ternyata Pak  Gianto juga manusia yang masih kena goda ya pak.”
“Ya. Lelaki itu godanya harta, tahta dan wanita. Rejeki itu jika dicari dengan cara yang benar akan memberikan   kebahagiaan. Sebaliknya jika mencarinya tidak benar akan menjadi sumber bencana, tidak berkah. Ya seperti kisah Gianto itu.”
            “Gara-gara uang semua jadi kacau ya pak.”
            “Ya. Memang uang yang berasal dari cara yang  tidak banar akan menjadi darah yang kotor. Makan uang panas akan menjadi perut panas, pikiran panas dan perilaku yang panas pula. Akhirnya Gianto seperti Si Kancil anak nakal yang  Suka mencuri timun Ayo lekas ditangkap Jangan diberi ampun. He.. he…” Ucap lelaki botak sambil bergegas keluar dari warung kopi. Sedangkan lelaki krempeng masih penasaran tentang kisah kehidupan keluarga mantan atasannya.

SELESAI

Making a Dream Book as a Media of Designing the Students’ Future, A Project Based Learning in SMAN I Badegan The purpose of writing this paper are: (1) Improve students' competence in writing and speaking about expressing Intention due to the social function, the structure of the text, and linguistic elements, which correct and appropriate to the context; (2) Improve students' motivation and confidence in designing dreams by making a dream book. Learning activities in the classroom consists of the following activities: observing, questioning, exploring, associating, and communicating. The implementation of this project was done in class X MIA 3 Academic Year 2016/2015. The numbers of students in this class were 26 students consisting of six male students and 20 female students. Learning activities carried out during one month, in August-September 2015. The learning activities carried out during the four meetings. From the results of the average score, the assessment by teachers, among fellow learner’s assessment and self-assessment showed that most students have good score in affective aspect. As for the assessment of cognitive, the average score in pre-test on writing about “of My Dream” was 64. The Score in writing (1) was 73.80 and writing (2) was 82.69. This indicated that it increase of 8.89%. The KKM is 75. There were two aspects considered in the skills aspect. They were dream book presentation and skill in making the product (dream book). The average score in presenting dream book was (76.60) means the students reached the limit of KKM. After conducting learning activities and giving a questionnaire at the end of the lesson, there, 100% students said that having a dream was book very important. 92.30% of students believe that they can get their dream, and 100% of students have dream book. With the success achieved in the learning activities, it is recommended as follows: (1) Making dream book can be used as an alternative media in teaching expressing intention material. (2) Teachers should create an interesting learning activities and fun for students. (3) It is important to help the students designing their future. Keywords: Dream Book, Designing the Future, expressing Intention, Project Based Learning

Making a  Dream Book as a Media of Designing the Students’ Future,
A Project Based Learning in SMAN I Badegan

The purpose of writing this paper are: (1) Improve students' competence in writing and speaking  about expressing Intention  due to the social function, the structure of the text, and linguistic elements, which correct and appropriate to the context; (2) Improve students' motivation and confidence in designing  dreams by making  a dream book.
Learning activities in the classroom consists of the following activities: observing, questioning, exploring, associating, and communicating. The implementation of this project was done in class X MIA 3 Academic Year 2016/2015. The numbers of students in this class were 26 students consisting of six male students and 20 female students. Learning activities carried out during one month, in August-September 2015. The learning activities carried out during the four meetings.
From the results of the average score, the assessment by teachers, among fellow learner’s assessment and self-assessment showed that most students have good score in affective aspect. As for the assessment of cognitive, the average score in pre-test on writing about “of My Dream” was 64. The Score in writing (1) was 73.80 and writing (2) was 82.69. This indicated that it increase of 8.89%. The KKM is 75.
There were two aspects considered in the skills aspect. They were dream book presentation and skill in making the product (dream book). The average score in presenting dream book was (76.60) means the students reached the limit of KKM.
After conducting learning activities and giving a questionnaire at the end of the lesson, there, 100% students said that having a dream was book very important.  92.30% of students believe that they can get their dream, and 100% of students have dream book.
With the success achieved in the learning activities, it is recommended as follows: (1) Making dream book can be used as an alternative media in teaching expressing intention material. (2) Teachers should create an interesting learning activities and fun for students. (3) It is important to help the students designing their future.

Keywords: Dream Book, Designing the Future, expressing Intention, Project Based Learning