PENGUMUMAN LOMBA KREATIVITAS ILMIAH GURU 2010

Pastinya peserta LKIG berdebar-debar menanti pengumuman. Ini ada sedikit pengurang rasa berdeFinalis yang terpilih diharuskan hadir di Jakarta pada 1 Agustus 2010, dan pada 2 Agustus 2010 finalis mempresentasi karya ilmiahnya. Pada 3 Agustus 2010, para finalis akan melakukan audiensi dengan manajemen AJB Bumiputera 1912. Pada hari yang sama para pemenang akan diumumkan di Malam Penganugerahan Pemenang.

Di setiap bidang akan dipilih 5 finalis. Dari 5 finalis, akan diseleksi menjadi 3 pemenang (I,II, dan III). Para pemenang akan mendapatkan piala dan piagam penghargaan dari LIPI. Selain itu, para pemenang akan memperoleh hadiah uang tunai dari AJB Bumiputera 1912. Pemenang I akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp 12 juta, pemenang II akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp 10 juta, dan pemenang III akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp 8 juta. Sedangkan para finalis yang tidak berhasil menjadi pemenang akan mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp 1juta. Sehingga total hadiah uang tunai sejumlah Rp. 160 juta.Tempat penyelenggaraan kegiatan serta penginapan para finalis, dewan juri dan panitia selama masa karantina di Jakarta difasilitasi oleh Bumiputera.
bar-debar itu.

PENGUMUMAN PEMENANG SAYEMBARA PENULISAN NASKAH BUKU BACAAN TAHUN 2010

Pengumuman Sayembara Penulisan Naskah Buku Bacaan Tahun 2010

Menurut informasi yang ditulis pada brosur, pengumuman lomba ini akan diumumkan bertepatan pada hari buku. Setelah saya cari, hari buku jatuh pada tanggal 17 Mei. Penasaran juga siapa yang naskahnya terpilih?

CERPEN

SEBINGKAI FOTO
Oleh: Rustiani Widiasih

      Jika Saudara pergi ke rumahku, maka Saudara akan dipersilakan duduk menghadap ke arah sebingkai foto wisuda yang terpasang di dinding. Pandangan saudara pasti akan tertuju pada foto itu karena ukuran foto berpigora itu cukup besar kira-kira 50 cm kali 60 cm. Selain itu, tiada gambar lain yang tertempel di dinding. Foto itulah satu-satunya gambar yang menghiasi dinding ruang tamu rumah kami.
Ada tiga orang yang berdiri di foto itu yaitu aku, bapak dan ibu. Aku berada di tengah antara bapak dan ibu. Aku memakai baju toga lengkap sambil membawa sebuah tabung panjang berwarna biru tua yang berisi surat keterangan kelulusan. Bapak memakai baju batik berlengan panjang sedangkan ibu memakai baju kebaya. Senyum bahagia tersungging di bibir kami bertiga.
Di bagian bawah foto itu ada tulisan: WISUDA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG TAHUN 2000. Bingkai foto itu berwarna biru, sangat serasi dengan background fotonya. Bingkai itu menahan kaca dan foto dengan kuat sehingga foto terhindar dari debu dan kotoran. Foto itu telah terpasang di dinding sejak delapan tahun yang lalu. Dahulu aku memberikan foto wisuda berukuran postcard bersama negative filmnya kepada bapak. Lalu ia membawa ke tukang foto untuk memperbesar ukurannya. Bapak juga memesan pigora seukuran dengan fotonya lalu dipasanglah foto tersebut di dinding ruang tamu sampai sekarang.
Bapak tidak pernah mengatakan kebanggaannya kepadaku atau terhadap foto itu. Namun aku bisa merasakan betapa bangganya bapak. Dia senang jika ada tamu yang menanyakan soal foto itu. Bahkan ia seringkali mengatakan hal-hal yang tidak ditanyakan oleh tamu. Misalnya begini, jika ada tamu menanyakan apakah yang ada di foto itu adalah anakknya, dia seharusnya hanya menjawab ”ya”. Namun dia menjawab dengan panjang lebar seperti ini;”Dia lulus dari Universitas Negeri Malang jurusan Sastra Inggris. Kini ia telah menjadi seorang PNS dan menikah dengan PNS pula. Anaknya satu laki-laki....” begitu ia menuturkan. Aku tahu kata-katanya bukan bermaksud sombong melainkan wujud rasa bangganya. Sebetulnya aku merasa malu dengan kenyataan seperti itu. Namun tidak mungkin aku menolak kehendak bapak karena aku tidak mau menyakiti perasaannya. Aku tidak pantas untuk tidak mematuhinya karena ia orang yang sangat bijasana.
Bapakku berkulit hitam. Itu mencerminkan seringnya ia terbakar sinar matahari. Sebagai seorang pengawas TK/SD, ia harus mendatangi sekolah-sekolah yang sulit dijangkau. Namun semangat dan dedikasinya yang tinggi tidak meghalanginya untuk sampai pada sekolah di daerah pedalaman. Sepeda motor inventaris kantor senantiasa mengantarnya mencapai tempat-tempat yang akan dituju.
Jika Saudara berjabat tangan dengan bapak, maka akan merasakan betapa kasar tangannya. Itu menunjukkan kalau bapak adalah seorang pekerja keras. Setelah pulang dari kantor Cabang Dinas Pendidikan, ia pergi berkebun. Ia menikmati setiap hal yang dilakukannya, sehingga tiada kata lelah baginya.Tidak heranlah jika tubuh bapak sehat dan kuat perkasa.
Kulit bapak yang hitam tertutupi dengan wajahnya yang ramah dan bersahabat. Senyumnya yang tulus dan wajahnya yang ramah adalah pancaran dari jiwa kepasrahan dan keihllasan dari lubuk hatinya yang paling dalam.
Bapak bisa berganti-ganti sosok. Dimanapun ia berada, semua akan menerima dengan hormat dan senang hati karena pikirannya yang tajam dan bijak sangat dibutuhkan. Ia bisa menjadi seorang petani dan memiliki teman pergaulan sesama petani. Ia bisa menjadi seorang tokoh agama yang memberikan ceramah di masjid-masjid. Ia bisa juga menjadi seorang guru dan pengawas. Namun yang terpenting bagiku, ia adalah tokoh seorang bapak yang arif bijaksana.
Aku tahu bapak sangat menyayangiku walau ia tidak pernah mengatakannya. Aku merasakan kasih sayangnya melalui tindakan-tindakanya kepadaku. Jika ia pergi ke suatu tepat, dan di tempat itu ada makanan atau barang yang aku suka, pastilah ia akan membelikannya untukku. Aku sampai bingung bagaimana caraku untuk ganti menyenangkannya.
Aku banyak belajar dari bapak bagaimana cara menjalani hidup ini. Aku tahu darinya kalau hidup manusia sebenarnya diciptakan oleh manusia itu sendiri. Begini maksudnya, jika ingin disayangi, maka sayangilah orang lain. Jika ingin dihormati, maka hormatilah orang lain. Jika tidak ingin disakiti, maka jangan menyakiti orang lain, begilulah seterusnya.
Aku juga tahu dari bapak kalau kebahagiaan hidup itu diciptakan oleh manusia sendiri. Bapak juga menciptakan kebahagiannya sendiri. Ia tidak pernah meraih apa yang tidak bisa dia raih. Ia menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluaran. Dan satu hal lagi, ia menyisakan uangnya untuk orang-orang yang memerlukan. Kulihat bapak bahagia. Bahkan kini kebahagiaan bapak sudah lengkap. Beberapa cita-cita yang pernah aku dengar telah terpenuhi. Aku sudah menjadi PNS, aku sudah menikah, dan aku sudak memiliki anak laki-laki.
Aku senang jika melihat bapak bercengkrama dengan anakku seperti yanh kulihat sore itu. Mereka berdua asyik melihat-lihat foto-foto yang dipasang di album foto. Sesekali aku mendengar mereka tertawa ketika melihat hal-hal yang lucu di foto itu. Aku tidak heran lagi dengan pemandangan seperti itu karena bapak adalah orang yang telaten dan rajin merawat foto.
Beberapa saat setelah kudengar canda tawa bapak dan anakku, suasana rumah menjadi sepi. Aku tidak mendapati mereka berdua. Sebalikknya aku menemukan album foto berserakan di lantai. Aku lalu pergi ke luar rumah Kulihat bapak dan anakku pergi entah kemana dengan sepeda inventaris.
Keesokan harinya, tepatnya hari Jum’at, bapak memberikan selembar kertas kepadaku. Setelah kulihat, kertas itu adalah tanda pengabilan foto. Sepintas aku lihat tanggal pengabilannya adalah hari Senin. Lalu kusimpan kertas itu di dalam dompetku.
***
Senin pagi pukul sembilan pagi Hpku berdering. Kulihat nomer yang menghubungiku adalah nomer bapak namun yang berbicara bukan bapak melainkan teman sekantornya. Hatiku berdegup kencang. Ada apa ini? Tidak biasanya bapak meminta orang lain untuk berbicara denganku. ”Bapak kecelakaan, Sekarang dirawat di Rumah Sakit. Cepat ke sini” kata teman bapak melalui HP. Aku tersentak. Kutarik napas dalam-dalam. Jantungku derdetak tak beraturan. Aku tidak percaya. Kenyataan itu bagaikan mimpi. Setelah aku bisa menguasai diri, aku berlaju ke Rumah sakit.
Setiba di sana, aku disambut oleh teman-teman bapak. Mereka mengantarku ke tempat bapak dirawat. Bapak berada di ruang ICU. Aku mendekati bapak yang tergeletak tak berdaya. Kupandangi seluruh tubuhnya. Tiada luka yang berarti di tubuhnya namun bapak tidak sadarkan diri. Dia bagaikan orang tidur lelap. Lemas tubuhku melihat kondisi bapak seperti itu. Tiada daya dan kekuatan tanpa pertolongan Allah. Mulutku terus berdoa agar bapak cepat diberi kesembuhan. Betapa lemah dan tak berdayanya manusia dalam keadaan seperti itu. Dan betapa kuat dan kuasanya Allah dalam membuat manusia tak berdaya.
Aku diminta perawat untuk keluar ruang ICU. Aku hanya bisa menyaksikan bapak dari jendela yang tinginya di atas kepalaku. Kulihat dokter dan perawat memasang peralatan medis di tubuh dan hidung bapak. Aku lalu duduk dengan lunglai di kursi yang berada di luar ruang ICU. Jantungku masih terus berpacau tak beraturan. Hanya doa yang bisa kuucapkan.
Tidak lama kemudian, seorang perawat mendekatiku. Tangannya memegang pundakku sambil berkata: ”Ibu harus kuat”, lalu ia menyodorkan buku Yaasiin kepadaku.”Bacalah Surat Yaasiin ini di dekat bapak”, katanya sambil menepuk-nepuk pundakku. Aku merasa diberi kekuatan dari tangan perawat tadi. Aku bangkit mengambil air wudhu lalu membaca Yaasiin di dekat bapak sampai selesai.
Begitu aku menutup buku Yaasiin, tidak kudengar lagi suara alat detektor yang sejak tadi berdetak. Garis yang tadinya bergelombang di layar detektor menjadi garis lurus. Kulihat bapak masih seperti orang tidur dengan senyum tersungging di bibirnya. Dia tampak pulas sekali.
Perawat yang tadi menepuk pundakku yang kurasa bisa memberikan kekuatan, mendekatiku lagi. Kali ini dia merangkulku lalu membisikkan kata-kata di telingaku. ”Ibu orang yang kuat. Selamat, Ibu bisa mengantar kepergian Bapak dengan doa. Bapak sudah meninggal dunia”, kata perawat itu. Jantungku berdetak semakin kencang. ”Innalillahi wainnalillahi rojiuun”, ucap perawat itu. Lalu secara spontan aku juga mengucapkan kata yang sama. Aku hayati pula ucapan itu. Sesunggunhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kita kembali.
***
Aku mengambil kertas bukti pengambilan foto yang diberikan bapak sebelum meninggal. Lalu aku beranjak ke Delta Foto tempat pengambilan foto itu. Aku tidak sabar lagi foto mana yang diperbesar bapak. Seorang palayan membawa sebingkai foto berukuran besar kira-kira ukurannya sama dengan fotoku wisuda yang telah dipasang dirumah. Setelah diserahkan kepadaku, akau membuka koran pembungkus pigora itu. MasyaAllah! Ternyata foto itu adalah fotoku bersama suami dan anak. Anakku berada di tengah-tengah antara aku dan suami.
Aku memasang foto itu di sebelah fotoku wisuda. Aku memandangi kedua foto itu. Ada perbedaan yang kurasakan setelah memandang foto wisudaku. Dulu aku merasa bangga dan senang melihatnya. Kini, aku merasa ada sesuatu yang hilang dan ada sesuatu yang tidak lengkap.
Setelah lama merenung, sadarlah aku apa maksud bapak memperbesar fotoku bersama anak dan suami. Aku tahu bahwa dalam hidup ini ada dua hal yang saling berlawanan antara siang dan malam, hidup dan mati, pertemuan dan perpisahan, kelahiran dan kematian dan yang lainnya. Aku tahu aku kehilangan bapak, namun Allah juga memberiku suami dan anak kepadaku.
Sampai kapanpun aku tidak akan menurunkan kedua foto itu. Setiap kali aku memandang foto bapak, aku merasa memiliki kekuatan yang luar biasa. Sebesar apapun masalah yang kuhadapi menjadi ringan karena aku ingat akan hakikat kehidupan yang akan berujung pada kematian. Jika aku melihat kulit hitam dan tangan kasarnya, aku terpacu untuk bekerja keras sepertinya. Aku merasa damai dalam hidup karena hekekatnya hidup adalah menebar kebaikan untuk bekal ke akherat. Foto itu juga mengingatkanku agar aku terus menerus mendoakan bapak dan memohonkan ampunnan dari-Nya.
Apakah aku harus bersedih hati karena bapak telah berpulang? Tidak. Aku harus senang karena bapak telah membawa bekal yang cukup. Bukankah ketiga bekal untuk mati sudah dibawanya? Amal Jariah, Ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholehah. Kini akulah satu-satunya yang akan menjadi bekal bapak maka akau harus mejadi anak sholehah.
***
Sekarang, jika Saudara pergi ke rumahku, Saudara akan dipersilakan duduk menghadap dua bingkai foto. Dan jika Saudara bertanya siapakah sosok laki-laki di sebelahku saat aku wisuda itu? Maka aku akan menjawab: ”Itulah bapakku yang kini telah berada di tempat mulia di sisi-Nya”. Setujukah Saudara?

SELESAI

Apa Pendapak Saudara tentang sertifikasi guru?

Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang adanya tunjangan guru yang sudah tersertifikasi. Banyak guru yang sudah menikmati tunjangan tersebut. Nah... mari berbagi cerita bagaimana perubahan yang telah dilakukan oleh sang guru setelah menerima tunjangan sertifikasi yang besarnya satu kali gaji?

AYO MENULIS

Kata Pramudya Ananta : Sehebat apapun seseorang jika tidak mau menulis, maka dia tidak akan dicatat dunia.

Maka marilah menulis. Tulis apa saja.

LULUS SMA NGAPAIN YA?


 LULUS

     Aku dinyatakan lulus SMA! Gembira rasa hatiku mengetahui kelulusanku pada pengumuman siang itu. Jeritan, sorak-sorai dan ucapan syukur mewarnai situasi kala itu. Secara bergantian teman-teman saling memberikan tanda tangan di seragan. Ya... itu kelak bisa menjadi kenangan yang tak terlupakan. Beberapa siswa menyemperotkan pilok ke seragan dan bahkan ke rambutnya. Lalu secara berarak-arah mereka mengendarai sepeda motor mengelilingi kota.Tidak dihiraukan lagi aturan rambu-rambu lalu lintas. Lampu merah pun diterjang juga. Kami meluapkan kegembiraan yang tiada taranya.
Bayangkan! Selama duduk di kelas tiga kami selalu ditakut-takuti tentang beratnya ujian kelulusan. Belum lagi, aturan yang menaikkan standar nilai dan juga keharusan untuk mengulangi lagi pendidikan di kelas tiga jika tidak lulus ujian. Sungguh! Masa-masa itu membuat kami sterss dan pusing. Siang dan malam kami belajar mengerjakan soal-soal predikasi Ujian Akhir Nasional.
Setiap malam, saya bangun malam untuk memohon kepada Allah agar saya bisa diberi kemudahan dan kelancaran dalam mengerjakan soal-soal ujian dan akhirnya di beri kelulusan. Setiap hati saya menghitung hari, kapan ujian dilaksanakan. Aduh... penantian itu sangat mendebarkan. Seetelah hari yang ditunggu-tunggu tiba, aku pun mengerjakan soal secara maksimal. Aku kerahkan segala kemampuanku untuk mengerjakan soal-soal ujian. Tenaga, pikiran, biaya untuk bimbingan belajar, waktu dan segenap jiwa dan raga aku fokuskan untuk menghadapi Ujian Nasional.
Setelah selesai Ujian Nasional, ternyata belum usai kecemasan saya. Menanti pengumuman kelulusan lebih mendebarkan lagi. Hari demi hari aku lalui dengan penuh harap-harap cemas. Pikiran melayang-layang, andai tidak lulus bagaimana? Takut, cemas terus menghantui perasaan sampai waktu pengumuman tiba.
Pada hari yang telah ditentukan, menunggu waktu diumumkan terasa semakin panjang saja. Dari pagi pikiran sudah tidak menentu, berharap agar jam cepat berputar agar cepat pula mengetahui hasilnya. Maka jangan heran kalau aku dan juga teman-teman bagaikan orang yang baru saja lepas dari penjara dan bebas lepas di alam bebas. Plong rasanya. Rasa senang itu terus menghiasi semua lulusan hinggga beberapa hari.
Namun demikian di balik kesenangan itu ada pula duka yang kurasakan. Aku merasa sedih meninggalkan sekolahku yang penuh suka cita. Ini berarti aku harus berpisah dengan para guru, teman dan terlebih lagi orang yang sangat kukagumi. Ialah Dewita, teman sekelasku yang telah mencuri jantug hatiku. Bahkan aku dibuatnya tergila-gila. Kecantikan, kecerdasan dan ketegasannya merupakan daya tarik yang mempesona bagiku. Aku pun tidak tahu mengapa dia yang membuatku linglung? Bukankah ada banyak gadis di sekolahku? Senang hatiku jika aku mendapat kesempatan untuk bekerja secara berkelompok dengannya karena aku bisa mencuri pandang. Namun aku bukanlah laki-laki yang tidak tahu diri. Berat bagiku untuk mengungkapkan apa yang saya rasakan terhadapnya. Keadaanku sangat jauh berbeda dengannya. Dia anak orang berada sedangkan aku? Anak yatim yang harus mengurusi dua adik dan membantu mencari penghasilan keluarga. Kami tidak sepadan.
٭٭٭
Setelah beberapa hari yang dipenuhi rasa senang itu berlalu, kebimbangan datang menggelayutiku. Aku bukan lagi berstatus sebagai siswa SMA. Bagiku dan bagi semua seorang pelajar SMA, menamatkan pelajaran berarti memasuki suatu masa peralian, karena saat ini saya mengalami perubahan dalam kewajiban maupun tugas-tugas utamanya. Selama menjalani pendidikan SMA, tugas utama saya adalah mempelajari setiap mata pelajaran yang diajarkan kepada saya. Pencapaian tingkat keberhasilan belajar yang tinggi dalam tiap mata pelajaran sangat membantu, bukan hanya menyiapkan diriku untk menempuh UAN dan mendapatkan STTB, tetapi juga sebagai bekal dalam menempuh jalan hidup lebih lanjut.
Setelah tamat SMA, saya tidak memiliki pola tertentu mengenai tugas ataupun kewajiban yang harus kupenuhi. Saya harus menentukan sendiri apa yang harus saya lakukan. Untuk itu, memerlukan perhatian dan pemikiran yang cukup mendalam, mengingat ini menyangkut penentuan arah hidupku di masa mendatang. Jika aku telah memiliki gambaran, maka segala persiapan yang diperlukan untuk memantapkan atau mewujudkannya dapat dilakukan secara mudah.
Sayang sekali, saya belum memiliki gambaran yang jelas tentang arah hidup yang bagaimana yang akan saya tempuh, ataupun apa yang akan saya lakukan setelah SMA. Untuk itu secepatnya saya harus menentukan jalan hidup yang akan saya tempuh.
Adang beberapa faktor kenapa saya tidak mampu menentukan arah hidup yang jelas. Yang terpenting adalah, ketidakmampuan untuk melihat jauh ke depan atau ke luar dari lingkungan hidupku sehari-hari. Hal ini antara lain disebabkan oleh kurangnya keterangan atas pengetahuan yang saya miliki mengenai bermacam-macam profesi yang ada di masyarakat, serta apa lapangan pekerjaan yang tersedia.
Lulusan SMA memang disiapkan untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun tidak menutup kemungkinan juga langsung terjun berkerja. Memang keduanya memiliki plus dan minusnya. Banyak yang menggangap bahwa setelah SMA lebih baik kuliah. Namun bagi orang seperti saya yang tidak banyak biaya, jelas tidak memungkinkan mengingat biaya yang begitu mahal. Saya harus mawas diri dan jujur dalam menilai kemampuan yang saya miliki. Saya Harus bisa memisahkan antara keadaan agan-agan dan keadaan diri yang sebenarnya.
Pendidikan SMA adalah pendidikan umum yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan umum pada anak didiknya sehingga memiliki kemampuan yang diperlukan oleh seserang warganegara yang dewasa, baik untuk terjun di masyarakat matpun untuk melanjutkan pendidikannya. Hal ini tercermin pada keanekaragaman pelajaran yang diberikan. Ada yang menunjang peningkatan kemampuan sebagai warga Negara, seperti kewarganegaraan, kesenian, sejarah dan sebagainya. Ada juga yang meningkatkan kemampuan komunikasi, seperti berbagai pelajaran bahasa, disamping yang mempersiapkannya untuk melanjutkan ke perguruan Tinggi, seperti matematika, fisika, biologi, ekonomi dan sebagainya.
Oleh karena lulusan SMA tidak diarahkan ke suatu lapangan pekerjaan tertentu, seorang lulusan SMA harus mengarahkan dirinya sendiri. Dengan kata lain saya harus mengambil keputusan apakah pekerjaan yang akan saya tekuni, mengingat tidak mampunya saya untuk melanjutkan kuliah.
Sudah bulat keputusan saya untuk bekerja setelah tamat SMA. Berikutnya, saya harus menentukan apakah saya akan bekerja untuk orang lain atau menciptakan pekerjaan sendiri.
Saya ingin secepatnya melepaskan tanggung jawab ibu terhadapku. Saya ingin berdiri sendiri, tidak tergantung pada ibuku. Saya akan memutar otak bagaimana cara saya mendapatkan penghasilan. Pada saat ini saya belum memiliki keterampilan khusus. Padahal setiap pekerjaan yang ada di masyarakat dikerjakan dengan keterampilan dan keahlian khusus.
Saat ini keadaan saya sudah sangat mendesak untuk segera memiliki penghasilan sehingga bisa membantu ibu. Saya harus bangkit, maju dan meningkatkan harkat diri. Hal itu menjiwai seluruh tindakan saya. Saya teringat pepatah yang mengatakan bahwa : “Ada berbagai cara untuk mencapai tujuan yang sama”. “Dimana ada kemauan, pasti ada jalan” , Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang kecuali ia mengubahnya sendiri”. Bekal itulah yang saya miliki untuk mengatasi segala hambatan untuk mencapai tujuan.
Saya mengetahui bahwa suatu pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian dan keinginan akan terasa ringan, sehingga memberi perangsang untuk lebih maju. Untuk itu, tentu saja saya akan melakukan pekerjaan yang saya sukai suatu saat nanti. Meskipun saat ini sangat sulit bagi saya untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian ataupun keinginan saya.
Seseorang yang akan melakukan usaha tertentu harus memiliki pengetahuan yang cukup. Tanpa itu akan sulit menentukan lagkah-langkah lebih lanjut yang harus diambil untuk mengiringi atau mewujudkan keputusan tersebut. Jadi, yang pertama harus saya lakukan adalah mendapatkan keterangan sebanyak mungkin mengenai lapangan pekerjaan yang akan saya lakukan. Ini mencangkup: tugas apa saja yang bisa dilakukan, keterampilan yang diperlukan, keuntungan yang diperoleh, serta kemungkinan karier lebih lanjut. Keterangan mengenai pelaksanaan tugas tersebut perlu sekali diperoleh untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya mengenai lapangan kerja yang bersangkutan. Bila gambaran pekerjaan telah diperoleh dan sesuai dengan keinginan, maka perlu diputuskan apakah syarat-syarat untuk itu dapt dipenuhi. Dengan kata lain, adakah waktu serta tersediakah biaya yang diperlukan untuk itu. Tahapan-tahapan tersebut, harus dilakukan dalam mengambil suatu keputusan.
Selain hal di atas, masih ada faktor lain yang perlu diperlimbagkan dan mungkin bisa menjadi faktor penentu keberhasilan di masa yang akan datang. Ada pekerjaan yang pada saat tertentu menyerap banyak tenaga, sehingga seseorang yang terampil di bidang itu akan sangat diperlukan, tetapi seiring dengan berlagsungnya waktu , kebutuhan itu bisa menurun. Selain itu, ada juga yang saat ini dikenal masih baru tetapi kebutuhan sangat meningkat terus dengan cepat. Faktor-faktor ini harus diperhatikan, agar saya memiliki hari depan yang baik.
Saya sangat menyadari bahwa pada kenyataanya bekerja yang sesuai dengan harapan, kepribadian dan keinginan sangatlah sulit, apalagi, bagi seorang lulusan SMA seperti saya. Walau demikian saya tidak boleh berkecil hati, dan rendah diri. Saya tahu bahwa permulaan dari kerja sendiri adalah dimulai dari yang kecil, dengan suatu ketekunan dan kesungguhan. Yang kecil itu lama kelamaan bias menjadi besar. Bekal yang paling penting adalah rasa percaya diri dan keberanian. Keberanian dapat bertitik tolak dari harga diri. Memag, bekerja pada diri sendiri akan lebih terhormat daripada bekerja pada orang lain. Ada baiknya saya dulu sudah mempersiapkan kemampuan khas saya, lalu dipupuk sejak dini mulai masuk SMA, sehingga pada saat saya tamat seperti sekarang ini dan tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan sekolah, tiada menapatkan kesulitan dalam menciptakan pekerjaan.

Pilihan untuk bekerja, baik langsung setelah SMA atau setelah mengikuti kursus singkat adalah keputusan yang bijaksana daripada memaksakan diri. Ini adalah langkah maju daripada tidak segera mengambil keputusan. Saya sadar bahwa kemampuan saya untuk terjun ke dunia kerja juga belum memadai. Memasuki dunia kerja seawal mungkin berarti akan lebih cepat membina karier daipada menenpuh jalan yang tidak menentu ujung pangkalnya.
Saya akan membuktikan kalau lulusan SMA juga memiliki masa depan yang cerah asalkan mau megusahakannya. Sebaliknya, lulusan Sarjana jika tidak mampu mencari dan menciptakan lapangan pekerjaan tidaklah memiliki masa depan yang cerah.
Setelah tamat SMA, saya harus mampu memasuki hidup dengan lebih dewasa dan mandiri. Saya pun memutar otak, mencari jawaban apa yang akan aku usahakan sehingga bisa menghasilkan uang? Teringat kata bijak guruku kalau buku adalah gudang ilmu, saya pun pergi ke Perpustakaan Daerah. Sudah lama aku tidak meminjam buku karena pikiranku mengacu pada Ujian Nasional. Di sana, banyak sekali koleksi buku yang bisa menambah wawasan saya bagaiman membuak suatu usaha baru.
Aku mendapatkan sebuah buku yang aku cari-cari. Buku itu berjudul ” ” yang dikarang oleh. Di halaman buku tersebut saya temukan berbagai hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih suatu pekerjaan. Berikut ini pertimbangan tersebut:
Apakah saya…..
Senang mengambil keputusan sendiri?
Mempunyai bakat dan kemampuan untuk memotivasi orang lain?
Mempunyai bakat dan kemampuan untuk mengatur dan menguasai orang lain?
Senang bekerja di bawah bimbingan orang lain?
Menyukai pekerjaan yang penuh tantangan dan kompetensi?
Senang bekerja denga menggali gagasan, menyusun konsep atau memecahkan masalah?
Senang bekerja dalam kelompok atau dengan orang lain?
Senang bekerja dengan menggunakan alat dan memerlukan sikap koordinatif?
Sanggup dan senang bekerja secara bebas yang memerlukan prakarsa dan disiplin diri yang ketat.
Menyenangi pekerjaan detail tentang angka-angka
Menyenangi dan suka menolong orang lain
Mempunyai banyak bakat dan gagasan kreatif serta sanggup berupaya mencari kesempatan untuk mengeluarkan gagasan itu
Merasa puas dengan melihat hasil karya nyata
menyenangi pekerjaan dalam ruang terbatas
Senang pekerjaan yang bersifat pengulangan
Suka pekerjaan di luar dalam cuaca apapun
Senang pada pekerjaan yang sering berpindah tempat

Saya harus dapat meneliti sendiri dengan pernyataan tersebut di atas, dan ada lapangan pekerjaa terbuka, maka saya berusaha menyesuaikan hasil nilai diri.

٭٭٭

Saya masih saja belum menemukan usaha apa yang akan saya lakukan. Pada saat buntu seperti itu, saya berjalan-jalan menyusuri jalan tanpa arah. Aku ingin melihat apa saja yang dilakukan orang untuk mendapatkan uang. Tepat di depan sebuah sekolah, aku melihat seorang laki-laki kira-kira liga atau empat tahun lebih tua dariku. Dia adalah seorang penjual pentol. Dagangannya laris dibeli anak-anak sekolah. Aku semakin penasaran. Aku pun mendekatinya. Mula-mula aku membeli, lalu mengambil tempat duduk di bawah pohon dekat lelaki itu berjualan. Begitu terdengar bel sekolah itu berbunyi, tanda masuk sekolah, para siswa yang membeli pentol itupun masuk. Aku mendekat lelaki itu sambil memakan pentol yang sudah aku beli. Setelah berbasa-basi, aku pun mengetahui kalau lelaki yang bernama Doni itu sangat ramah. Dengan handuk yang ada di lehernya ia mengusap kerigat yang mengalir di dahi. Lalu duduk santai denganku. Percakapan tentang usahanyapun kami mulai.

Tahun 2010

     GAGAL

     Katanya, kegagalan adalah sukses yang tertunda. Itulah yang aku rasakan di tahun 2009. Semua usaha yang telah aku usahakan belum membuahkan hasil. Namun aku tidak boleh berputus asa. Aku akan terus bangkit untuk berkarya dan berkarya.
Ayo... manfaatkan kesempatan yang ada!

CERPEN 2

Suatu Senja di Sekolahku

Oleh: Rustiani Widiasih

Pukul 13.00, suatu siang yang damai di SMAN I Badegan. Matahari masih memancarkan sinarnya. Sinar yang cemelorot dibalik pohon beringin yang bertengger di depan sekolah. Rasanya seperti berada di tenggah pasar yang sudah tutup. Sepi senyap seketika begitu jam tutup tiba.
Pada saat seperti sekarang ini kebanyakan siswa sudah pulang ke rumah masing-masing. Yang masih tersisa adalah seorang kebon dan beberapa anak di ruang Osis. Pak Kebon itu membereskan meja yang dipenuhi gelas-gelas kosong serta abu rokok di asbak tua . Tidak terengar lagi suara meja kursi dipukul-pukul siswa yang menirukan gaya grup band terkenal layaknya. Beberapa penggembala tampak melepaskan hewan ternaknya memakan rumput di lapangan sekolah.
Pintu Kopsis yang terletak kira-kira 10 meter dariku, yang sejak pagi tadi tidak pernah sepi dari lalu lalang anak-anak yang sedang kelaparan, kini tertutup rapat. Tiada seorangpun melewatinya. Yang ada hanya seorang pemulung sampah yang memungut gelas-gelas bekas mimuman kemasan lalu memasukkannya ke dalam karung yang disandang dipundaknya. Tampak wajahnya yang mulai senja itu letih sekali. Namun ada seberkas kebahagiaan diwajahnya. Ya, karena karungnya hampir penuh dengan barang-barang bekas yang akan dijualnya.
Disekeliligku, yang jelas terdengar adalah gemerincing gelas yang bebenturan, karena dicuci pak kebon, petugas pembantu umum dan serbaguna di sekolahku. Ia dengan leluasa mencuci gelas-gelas itu tanpa ada suara bapak dan ibu guru yang sering mengomentarinya. Juga pak kepala sekolah yang setiap saat memberikan tugas baru. Lapangan olahraga yang jaraknya kira-kira 10 meter dariku, yang tadi pagi digunakan siswa untuk olahraga, kini dipenuhi oleh lembu dan kambing. Tampak juga beberapa anak dari desa Menang bermain bola. Mereka berada jauh dari hewan piaraan gembalaan mereka. Anak-anak ini tidak punya aturan, tidak seperti para siswa yang tertib karena ada gurunya. Seringkali bola mereka menghantam kaca Musholla hingga pecah. Tiada pertanggungjawaban dari anak-anak itu. Pihak sekolahlah yang dirugikan. Suara teriakan anak-anak itu memecahkan kesunyian di sekitar sekolahku.
Ngaungan lembu sesekali terdengar menggema menghantam dinding-dinding dan kaca-kaca kelas. Terdengar juga embikan kambing yang hanya diketahui maknanya oleh Nabi Sulaiman dan Tuhannya. Mungkin itu berarti ungkapan kenyang atau apalah, aku tidak tahu.
Disebelah kananku terdapat ruang kelas yang digunakan sebagai gudang tempat menyimpan kawat bekas jendela yang sekarang sudah diganti dengan kaca. Terdengar sayup-sayup percakapan yang mirip degan pertengkaran antara pemulung sampah dengan seorang siswa.
Siswa itu masih menggunakan celana abu-abunya.. Baju atasannya bukanlah kemeja putih melainkan kaos olahraga. Sebuah tas berada dipunggungnya. Tubuhnya yang tegap menunjukka sikapnya yang tegas. Anak itu adalah salah satu anak yag tadi berada di ruang Osis. Ia memarahi tukang rosok yang tertangkap olehnya sedang mengambil kawat sepanjang 10 centimeter. Pemulung itu hendak memasukkan kawat itu ke dalam karungnya. Ada perdebatan sesaat antara mereka berdua. Waktu sudah bergeser dua jam dari pukul 13. Seorang pemulung pulang dengan karung dipundaknya. Beberapa siswa pulang dengan tas dibahunya. Beberapa penggembala pulang dengan hewan piaraannya. Anak-anak pulang dengan bolanya. Terakhir, seorang tukang kebon pulang dengan seombyok kunci untuk datang lagi besuk, pagi-pagi sekali.

****

CERPEN

Dawet Njabung Sumini
oleh: Rustiani Widiasih


Sumini telah datang dari Saudi. Dia kini berubah, tidak seperti Sumini dahulu yang utun dan lugu. Rambutnya yang dahulu hitam dan selalu diikat dengan karet gelang, kini dicat merah kekuningan dan dibiarkan terurai. Bajunya yang dulu berupa blues dan rok di bawah lutut, kini kaos ketat dan celana jins super ketat. Bagian pusar yang dulu selalu tertutup, sekarang terlihat jelas dengan kaosnya yang hanya sampai di atas pusar panjangnya. Tidak hanya itu, perhiasan emas kemrompyong menghiasi leher, tangan, telinga dan bahkan di kakinya ada gelang serta cincin di jari kakinya.
Perubahan Sumini mengejutkan banyak orang di desa Njabung, terutama Misno, suaminya. Betapa tidak, kini dia selalu menggunakan bahasa Indonesia, bahasa yang jarang diucapkan orang di desa itu. Dulu dia selalu basa karma mlipis dengan siapa saja.
“Mas Misno, ngapain tidak ngejemput aku di terminal? Aku nungguin lama loh. Kirain mas Misno yang ngejemput, eh malah nyuruh orang” ucap Sumini begitu tiba di rumah.
“Sum, Sum kamu kan tahu aku iki ora iso numpak sepeda montor” jawab Misno sambil mengangkat koper Sumini yang berukuran cukup besar ke dalam rumah.
Sumini lalu berkeliling rumah. Dia tidak mendapati rumahnya yang jelek dan sempit seperti yang dia lihat sebelum dia berangkat ke Saudi. Kini rumahnya luas dan bagus. Setiap dindingnya tertempel keramik sesuai yang dia inginkan. Perabotannya juga lengkap seperti yang dia minta. Dia tampak puas dengan segala yang telah ia dapatkan. Rumah bagus, perabotan lengkap, sepeda motor, perhiasan, HP, baju bagus dan penampilan baru.
***
“Mas, mengapa tevenya tidak di ganti yang layar datar? Dulu aku kan kirim buat menggantinya? Tanya Sumini suatu malam.
“Sum, sisum, lha wong teve masih bagus kok diganti. Eman-eman”.
“Mas, jangan panggil aku Sisum, dong. Masa penampilan seperti ini tetap di panggil Sisum. Panggil Mini saja ya mas”
“Ya, Mini.... tapi sebenarnya telinggaku ini gatal sekali mendengar ucapanmu. Kamu tidak biasanya memanggilku mas. Dulu kamu menanggilku kang. Tapi aku senang juga kok, he... he....” tawa Misno, menjadikan gigi-giginya yang mrongos semakin menonjol. Hal itu membuat Sumini sebal sekali. Suaminya tampak semakin jelek dan tua sekarang. Tidak ada daya tariknya sama sekali. Kadang-kadang Sumini merasa risih dengan suaminya itu. Semakin lama bertemu rasanya semakin sempurna kekurangan Misno di mata Sumini. “Sum, apa kamu masih ingin kembali ke Njedah?” lanjutnya.
“Emangnya npapain, mas?” jawab sumini sambil mengecat kuku tangannya yang panjang.
“Kamu sudah terlalu lama di sama, Sum. Sudah empat tahun. Cita-citamu sudah terwujud. Kini mari kita hidup bersama dan mempunyai anak, Sum”.
“Mas.... aku kan masih muda, usiaku baru dua puluh tiga tahun. Masih banyak kesempatan untuk mempunyai anak”.
“Tetapi aku sudah tua, Sum. Sudah waktunya punya anak dua atau tiga”.
“Terus apa yang akan kau gunakan untuk membiayai anakmu nanti? Sawah, tegalan, sapi dan kambing sudah habis terjual tak ada sisanya untuk biaya pemberangkatanku ke Njedah dulu.”
“Bukankah dulu kamu bilang kalau kamu akan berjualan dawet Njabung lagi? Sekarang makin banyak orang datang ke desa ini untuk menikmati dawet Njabung lho. Aku akan membantu dan mempersiapkan segala yang diperlukan untuk berjualan lalu kamu yang berjualan. Aku yakin dawetmu pasti laris karena kamu cantik. Hasilnya lumayan, Sum. Lihat saja, sekarang tetangga kita bayak yang berjualan Dawet. Semua laris, Sum. Bahkan Yu Lamitri katanya mau beli pikep (pick up)”. Tutur Misno.
***
Sumini mengurungkan niatnya untuk kembali ke Saudi. Dia menuruti keinginan suaminya berjualan dawet Njabung . Tidak sulit baginya untuk membuat dawet Njabung karena dulu sebelum menjadi TKW, Sumini adalah seorang penjual dawet Njabung. Selain itu, almarhumah simboknya juga penjual dawet. Sejak kecil dia sudah hafal betul bagaimana komposisi membuat dawet Njabung yang enak dan nikmat.
Dawet Njabung memang enak sekali. Betapa tidak, cendol terbuat dari tepung garut pilihan, santan dipilih dari kelapa yang tidak terlalu tua, tidak terlalu muda. Kuahnya terbuat dari gula putih dimasak beraroma pandan wangi. Disuguhkan dengan ditambah tape ketan hitam dan tabahan gempol, yakni tepung beras di campur dengan air, gula sedikit dan garam, di bentuk bola-bola kecil, kemudian di masak di dandang jadilah gempol.
Juruhnya terbuat dari saus gula putih yang dicampur dengan legen. Legen adalah hasil nderes (panen) bunga batang aren lalu airnya di tampung dalam wadah bumbung bambu, biasanya di panaskan sedikit supaya tidak cepat basi. Jika legen tidak cepat digunakan, semalam saja legen akan menjadi minuman yang memabukkan
Sumini beruntung sekali bisa membeli sepetak tanah di pinggir jalan. Dia berada di antara penjual-penjual angkring yang berjajar di desa Jabung di sebelah selatan Ponorogo sekitar 3 km, kearah Pondok pesantren Gontor ponorogo. Ada tulisan “Dewet Njabung Mini” di depan angkrig Sumini.
Penampilan Sumini yang “eksotik”, menarik para pembeli dawet. Pelanggan Sumini banyak sekali. Bahkan, beberapa pelanggan Yu Lamitri, Ponirah dan penjual lainnya banyak yang pindah ke Sumini.
Sumini seringkali harus sabar menghadapi para pelanggan yang berasal dari luar daerah. Para pelanggan itu belum tahu kebiasaan yang ada pada penjualan dawet Njabung. Mereka belum tahu cara penyajian dawet yang cara penyajiannya langsung handover, tanpa baki atau nampan. Penjual hanya menggunakan lepek (tatakan, cawan, piring kecil), sedangkan pembeli hanya boleh mengambil mangkuknya. Apabila pembeli mengambil mangkuk dan lepeknya, maka penjual akan menahan lepek tersebut dan mengatakan: “Mas, mangkoknya saja yang diambil”.
Ada mitos yang dipercaya oleh masyarat Ponorogo bahwa , jika ada pembeli laki-laki yang mengambil lepek, dan si penjual membiarkannya berarti sang penjual bersedia “Menikah” dengan laki-laki tersebut, sebaliknya jika laki-laki tersebut sengaja mengambil lepek berarti ia “Naksir” terhadap penjualnya.
***
Dawet Njabung tidak membuat orang bosan untuk meminumnya, sebaliknya orang akan ketagihan jika lama tidak meminumnya. Orang-orang Njabung biasa mampir ke angkringan dawet Njabung pada siang hari untuk sekedar menghilangkan dahaga.
Siang itu tampak warok Suroprojo diantaran para pelanggan yang lain. Seperti biasa, dia suka memperhatikan gemulainya tangan Sumini dalam menyajikan dawet Njabung. Tangan itu memang putih, mulus serta lincah mengambil mangkuk, cawan, memegang irus (gayung) yang bertangkai tokoh wayang, Janoko. Lalu Menyiduk cendol, santan, juruh, air garam, tape ketan hitam, gempol dan memberikan es batu sesuai dengan selera pembeli. Dawet itu lalu disajikan dalam mangkuk dan sendok bebek di atas tatakan kecil.
Sambil menanti penyajian dawet, warok Suruprojo dan para pembeli bisa menikmati berbagai hidangan yang ada di meja. Sumini sudah mempunyai orang tetap yang mensuplai jajanan seperti tempe goreng, cucur, pisang goreng, tape ketan, pia-pia, tahu isi, lumpia, dadar gulung, gethuk, tahu goreng, rimbil dan gandos. Itu semua adalah makanan khas di desa Njabung.
“Seger tenan dawetmu, Sum” ucap warok Suroprojo yang sudah dianggap sebagai bapaknya orang-orang Njabung. Sesekali dia mengusap brengosnya yang panjang karena basah terkena dawet Njabung.
Tidak lama kemudian Supri datang. Supri adalah pelanggan baru Sumini. Sudah beberapa hari ini dia mampir ke angkring Sumini. Tatapan matanya membuat Sumini salah tingkah. Pertama kali dia datang ke angkring Sumini, dia menarik lepek kuat-kuat.
“Mas, yang diambil mangkuknya saja” kata sumini.
“Tetapi saya menginginkan lepek itu, Mbak Mini” sahut Supri dengan senyuman yang ramah dan menggoda.
“Maaf, mas. Lepeknya hanya satu. Nanti bakule katut”
“Wah, kalau katut saya senang sekali lha wong bakule cantik”
Sumini sudah biasa dirayu dan dipuji pembeli. Namun, rayuan dan pujian Supri menimbulkan kesan yang berbeda di hati Sumini. Bahkan, Sumini selalu menanti –nanti kedatangan Supri setiap hari. Jika Supri tidak datang harinya terasa hampa.
Kali ini Supri tidak bisa merayu-rayu lagi. Ada banyak sekali pelanggan. Dia hanya sesekali menatap Sumini dengan pandangan yang membuat hati Sumini berdebar-debar. Kalau sudah begitu Sumini menjadi salah tingkah.
“Sum, ini santannya” kata Misno sambil menyodorkan panci yang berisi santan. Sumini tampak gugup dan kaget dengan ucapan suaminya yang tiba-tiba saja. Ucapan yang membuyarkan semua bayangan semunya. Sumini lalu menuangkan santan ke jun tempat santan dan memberikan pancinya kembali pada Misno.Misno bekerja “di balik layar”. Dia memarut kelapa, mencuci mangkuk, merebus juruh dan dua hari sekali menderes legen ke kebun.
Bagi Sumini dan bagi siapa saja, Supri sungguh berbeda dengan Misno. Supri begitu romantis, ganteng, muda dan gagah. Sedangkan Misno? Dia sudah tua, giginya mrongos, berpenampilan ndesani. Jika mereka bersanding ibaratnya bagaikan bumi dan langit.
***
Suatu malam Misno mendapati Sumini sedang termenung. Sejak sore harinya dia tidak berkata-kata.
“Ada apa, Sum? Mengapa sejak tadi melamun terus? Apa yang kamu pikirkan?” tanya Misno sambil memegang pundak Sumini. Sumini menghindar dari Misno. Tangan Misno dia lepaskan dari pundaknya. Dia merasa risih dengan Misno. “Mengapa kamu ini? Apa aku telah berbuat salah padamu?” tanya Misno lagi.
“Tidak ada yang salah. Aku hanya capek saja”
“Kalau begitu sini saya pijat”
“Tidak usah. Aku mau tidur saja” ucap Sumini sambil beranjak ke kamarnya.
Misno sungguh tidak mengerti dengan tingkah polah Sumini. Dia hanya bisa diam dan sabar menghadapi orang yang sangat dia cintai itu. Untuk menghilangkan segala kekecewaanya, dia menghisap rokok tingwenya. Berkali-kali ia menggulung kertas papir yang telah diisi tembakau dan cengkeh, lalu menghisapnya dalam-dalam.
***
Suatu siang, Supri datang ke angkring Sumini. Tidak ada pelanggan lain siang itu. Supri duduk dekat sekali dengan Sumini. Ketika Sumini memberikan dawet Njabung, Supri menarik keras-keras cawannya. Mata mereka saling memandang. Akhirnya Sumini tidak kuasa menghadapi tatapan mata Supri. Lepek berhasil ditarik Supri.
“Apa artinya ini, Mini?” tanya Supri. “Apa kamu menerimaku?” Sumini hanya dian. Mukanya merah padam. Dia agak gugup.”Apa kamu takut dengan suamimu,Mini? Adakah dia sekarang?”
“Tidak. Dia sedang menderes”
“Mini, aku sangat mencintaimu. Apa kau percaya padaku? Jika aku tidak mencintaimu, mengapa aku pergi ke sini setiap hari? Ayolah, Mini kita pergi berdua. Sesekali kamu harus istirahat. Mari kita pergi ke kota. Ke alun-alun berdua saja.”
“Tapi aku takut sama Misno”
“Kita atur dengan lebut sekali. Jangan sampai dia curiga. Hanya aku dan kamu yang tahu, bagaiman?”
Sumini belum sempat menjawab pertanyaan Misno, lalu datanglah pelanggan lain. Suasana menjadi hening, tanpa kata-kata. Pikiran Sumini tidak menentu.
***
Malam yang dingin. Misno mendekati Sumini.
“Sum, kalau kita punya anak pastilah rumah ini tidak sesepi ini” kata Misno membuka pembicaraan. Yang diajak bicara hanya diam saja sambil mengoleskan hand body ke seluruh tangan dan kakinya. Sesekali dia menjawab sms di Hpnya. Sms yang tidak akan diketahui isinya oleh Misno yang tidak bisa mengoperasikan HP. “Baumu harum, Sum”.
“Mas aku bosan sekali. Aku ingin pergi ke kota untuk sekedar menghilangkan penat.”
“Wah, kebetulan sekali. Aku sudah lama tidak pergi ke alun-alun. Aku juga ingin membeli putu dan pisang molen.”
“Tapi aku ingin pergi dengan Lastri”
“Ya sudah kalau begitu. Nanti pulangnya belikan aku putu dan molen, ya”.
Tidak lama kemudian Hp berbunyi.
“Mas, aku pergi dulu. Lastri sudah menungguku. Nanti kamu saya belikan putu dan pisang molen” kata Sumini lalu bergegas meninggalkan rumah.
***
Supri telah menunggu Sumini di dekat jembatan seperti yang telah ia janjikan. Mereka lalu pergi ke alum-alun dengan sepeda motor Supri. Sesampai di alun-alun, pasangan yang sedang dimabuk cinta tersebut mencari tenpat duduk yang nyaman. Mereka duduk di rerumputan taman di depan gedung Graha Praja yang berlantai delapan, satu-satunya bangunan berlantai delapan yang ada di Ponorogo. Degan cahaya lampu yang remang-remang, suasana malam itu indah sekali seindah bunga-bunga yang ada di sekitarnya.
Malam telah larut, mereka masih asyik bercengkerama hingga lupa segalanya termasuk pesanan Misno, putu dan pisang molen. Pukul satu dini hari, mereka baru pulang.
Di rumah, Misno menanti kedatangan Sumini sampai tertidur di epan televisi. Sumini membuka pintu yang tidak dikunci dengan pelan-pelan sekali agar suaminya tidak terbangun. Dia lalu memasuki kamarnya. Dia mengantuk sekali lalu tertidur hingga pagi harinya Misno membangunkan Sumini.
“Sum, sudah siang. Kita harus cepat siap-siap membuat cendol. Hari ini hari Pon, hari pasaran, rame, Sum” kata Misno sambil menggoyang-goyangkan tubuh Sumini. Sumini tidak juga membuka matanya. Rasa kantuknya teramat sangat. Misno merasa jengkel dengan Sumini. Dia mengambil segayung air lalu mengusap wajah Sumini dengan air itu. Sumini marah sekali pada Misno.
“Hari ini kita prei saja. Aku capek sekali”
“Apa? Kamu capek? Semalam kamu bilang jenuh, sekarang capek. Ada apa kamu ini, Sum?” kata Misno dengan nada tinggi. “Kalau kamu terus begini aku tidak kuat, Sum. Aku sudah begitu sabar menghadapimu akhir-akhir ini”
Sumini masih saja diam. Itu membuat Misno tidak bisa mengendalikan diri.
“Ayo katakan pasti ada yang tidak beres”
“Ya. Aku muak denganmu, Misno!”
“Apa? Apa salahku padamu?”
“Tidak ada. Tetapi aku benci sama kamu”
Mendengarnya Misno menjadi tersinggung. Dia telah mengorbankan segala yang ia punya agar Sumini bisa berangkat ke Saudi. Kini setelah semua tercapai, tiada kebahagiaan yang didapatkannya. Sebaliknya Sumini menjadi acuh dengannya.
“Tidak kusangka kamu akan berubah seperti itu, Sum. Aku memang sudah tua. Mungkin tidak sebanding denganmu yang masih muda. Tapi aku ini sudah menunggumu lama sekali . Aku menuruti semua permintaanmu sampai-sampai aku tidak punya apa-apa lagi. Semua demi kamu. Sum. Jangan kira aku bahagia dengan semua ini. Kebahagiaan itu keutuhan, Sum. Berkumplnya istri dan suami lalu memuliki anak dan hidup bersama-sama. Jangan-jangan kamu memiliki simpanan, ya”
“Maaf, kang. Entah mengapa perasaanku menjadi seperti ini kepadamu.”
***
Beberapa hari angkring Dawet Njabung Mini tutup. Para pelanggan, termasuk warok Suroprojo menanyakan hal itu pada Ponorah, penjual dawet di sebelah angkring Sumini. Ponirah juga tidak mengetahui mengapa Sumini tidak berjualan. Warok Suroprogo lalu pergi ke rumah Sumini.
“Piye kowe kuwi, dawetmu dienteni wong-wong kok ora dodolan?” Tanya warok Suroprojo mengawali pembicaraan.
“Sum, nggawe benteran kono, moso mung di suguh anggur?” kata Misno menghidupkan suasana yang kaku. Lalu Sumini pergi ke dapur membuat kopi untuk tamunya. “Ngene Pakdhe, Sepertinya Sumini sudah tidak mencintai saya lagi. Dia memiliki simpanan. Dia tidak mau mempunyai anak denganku” Tidak lama kemudian Sumini datang sambil membawa nampan berisi dua cangkir kopi.
“Sum, bloko wae karo Pakdhe. Apa benar kamu sudah tidak mencintai Misno lagi?” tanya Suroprojo. Sumini hanya dian menunduk. “
“Jawablah, Sum” sahut Misno.
“Dengar Sum, aku ini sudah menganggap kalian berdua sebagai anakku sendiri, anggap saja aku sebagai pengganti bapakmu yang sudah tiada.” Suasana hening sejenak. “Apa benar kamu mencintai orang lain?” tanya Suroprojo lagi.
“Iya, Pak dhe”
“Siapa laki-laki yang telah merebut hatimu, Sum” tanya Misno dengan nada tinggi.
“Kamu diam saja, No. Biar saya yang berbicara dengan Sisum. Siapakah laki-laki yang itu, Sum? Katakan padaku”
“Supri, Pak dhe”
“Supri? Gendeng kowe, Pri. Wanine ngebut bojone wong” kata Misno dengan wajah merah padam.
“Tenang, tahan emosimu. Biar aku berbicara. Nduk Sumini, kamu bekerja menjadi sebagai penjual dawet Njabung.Itu pekerjaan yang mulia. Kamu memberi kesenangan, dan menghilangkan dahaga orang-orang yang kehausan di kala siang hari. Kamu dapat uang yang halal dengan usahamu itu. Memang, banyak lelaki senang melihat bakul yang ayu sepertimu. Jangan begitu mudah tergoda oleh rayuan dan pujian para pembeli. Kamu harus mempunyai harga diri. Jangan maenjadi penjual yang murahan semurah harga dawetmu. Jangan kau umbar cintamu pada setiap pembeli.
Kamu tahu Nduk, Supri itu bukan orang yang baik. Aku sudah kenal betul dengan Supri. Dia sudah punya anak dan istri. Kamu bukan satu-satunya orang yang terkena rayuannya. Dia suka selinguh dengan siapa saja yang dia mau. Banyak lelaki yang pintar merayu wanita, karena kelemahan wanita ada di situ.
Pasti kamu membandingkan wajah Misno dengan wajah Supri. Siapa yaang tidak menginginkan wajah tampan? Semua orang pasti ingin tampan, muda dan kuat. Tetapi, siapa yang bisa mengubah taqdir Allah? Bukankah wajah tampan saja tidak cukup untuk mebina bahtera rumah tangga. Diperlukan orang yang mau mengalah, mau mengerti, dan mau berkorban.
Lihatlah Misno, dia selalu mengalah dan menuruti keinginanmu. Dulu kamu nekad ingin pergi ke Saudi karena ingin memperbaiki keadaan. Padahal kamu tidak punya apa-apa. Lalu Misno mau mengorbankan sawah, tegal dan sapinya yang merupakan sumber penghidupannya. Selama empat tahun kamu tinggalkan Misno, dan dia tetap sabar menanti kedatanganmu. Setelah kamu datang, kamu lupa diri, lupa cita-cita kalian semula, kamu terkena rayuan Supri. Jangan anggap Misno itu orang bodoh. Dia itu orang yang tulus. Kau tidak akan bisa menemukan orang yang mau berkorban seperti yang dia lakukan. Kebanyakan orang hanya bisa mengharap dan meminta tetapi jarang yang mau berkorban.
Dia telah banyak berkorban untukmu, Nduk. Lalu apa yang telah kau korbankan untukknya? Dia hanya menginginkan anak darimu saja tidak pernah kau turuti. Jika kalian memiliki anak, kalian akan bisa memiliki penerus keturunan. Wanita diciptakan untuk mempunyai anak, mengapa kamu menghindarinya? Lihatlah aku, aku tidak punya anak sendiri, Aku hanya memiliki gemblak, anak-anak yatim piatu yang butuh sekolah, butuh perlindungan. Yang akan kembali kepada orang tuanya setelah tamat sekolah. Dan meninggalkan aku sendiri. Masa tuaku seharusnya tinggal bersama keluarga, namun aku tidak punya siapa-siapa. Kamu harus memikirkan masa tuamu nanti jika kamu tidak punya anak.” tutur warok Suroprojo membuat air mata Sumini berderai menbasahi pipinya. Dia lalu mencium tangan Misno.
“Maafkan aku, mas”
“Sudahlah, Sum. Mari kita tempuh kehidupan baru kita”
“Lanjutkan menjadi bakul dawet Njabung yang tidak akan melepaskan lepeknya” ujar warok Suroprojo sambil meninggalkan keduanya yang sedang berbahagia.

***




Kenangan Terinah






ANANDA