Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

Pelajaran Mendongeng Sebagai Pembentuk Karakter Anti Korupsi

Pelajaran Mendongeng  Sebagai Pembentuk Karakter Anti Korupsi
Oleh: Rustiani Widiasih
Korupsi di Indonesia sudah membudaya Ibarat penyakit, sebenarnya sudah ditemukan penyebabnya, namun obat mujarab untuk penyembuhan belum bisa ditemukan. Persoalan moral bangsalah yang sudah terlanjur sudah buruk sehingga mengakibatkan budaya korupsi sukar dihilangkan.
 Karena budaya korupsi sudah mendarah daging maka perlu adanya upaya membentuk karakter anti korupsi sejak dini pada anak. Mengapa harus diberikan pada anak sejak usia dini, hal ini disebabkan karena pada usia tersebut pemikiran anak masih bersih belum tercampuri kepentingan apapun. Salah satu metode yang digunakan adalah melalui dongeng atau cerita. Metode ini sangat cocok diterapkan pada anak usia dini. Dengan penanaman pendidikan moral anti korupsi yang diberikan pada anak sejak usia dini, maka diharapkan kelak ketika anak tersebut sudah dewasa dan menjadi pemimpin, pendidikan moral anti korupsi yang telah didapat akan diaplikasikan.
Bagaimana cara menanamkan moral anti korupsi lewat dongeng kepada anak? Cara menanamkan moral anti korupsi lewat dongeng kepada anak. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh tulisan ini adalah  menambah pengetahuan tentang manfaat dongeng sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai moral kepada masyarakat. Juga, memberikan alternatif solusi terhadap masalah peredaran korupsi yang semakin marak.
Hakikat Dongeng
                     Dongeng adalah cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga dongeng yang melukiskan kebenaran, berisi ajaran moral, bahkan sindiran (Agus : 2008). Pada mulanya kegiatan bercerita atau menuturkan cerita hanya dilakukan dan ditujukan untuk orang dewasa, misalnya para prajurit, nelayan, dan musafir yang sering kali tidur di tenda-tenda. Biasanya yang diceritakan adalah cerita-cerita rakyat yang diturunkan secara turun temurun dari mulut ke mulut. Namun, pada beberapa kebudayaan, para orang tua dan muda berkumpul bersama untuk mendengarkan dongeng yang dibawakan oleh seorang tukang cerita atau pendongeng yang di beberapa kebudayaan biasanya merangkap sebagai tabib. Selain menyampaikan hiburan, pendongeng biasanya juga menyampaikan atau mengajarkan adat kebiasaan dan moral kepada orang muda.
Penanaman Karakter Anti Korupsi Melalui Dongeng
Dongeng menjadi jalan mewujudkan kaidah dasar, bahwa penanaman nilai dapat dilakukan tanpa kesan memaksa dan menekan. Malahan dongeng dan kegiatan mendongeng membentuk benih-benih sikap positif. Sikap yang terus-menerus dibentuk hingga menjadi karakter anak setelah dia dewasa.
Harus diakui, dongeng punya pengaruh luar biasa. Anak-anak, target utama penceritaan dongeng, mudah terbujuk oleh cerita-cerita dongeng. Penelitian mengungkapkan bahwa dongeng bisa mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual anak. Dongeng sanggup mengembangkan moral guna mengetahui perbuatan yang baik dan buruk.
Tokoh dan karakter yang diceritakan dalam dongeng akan selalu diingat oleh sang anak, apakah itu tokoh baik maupun tokoh jahat. Cerita dongeng juga dapat berpengaruh bagi kesembuhan anak yang sedang sakit, terutama dampak psikologisnya. Selain itu, dari berbagai cara untuk mendidik anak, dongeng merupakan cara paling ampuh dan efektif untuk memberikan sentuhan humanis dan sportifitas bagi anak. Dongeng berpengaruh pada cara berpikir, moral, dan tingkah laku.
Dongeng membentuk dan mengembangkan imajinasi anak. Selain itu, dongeng berguna untuk memasukkan nilai dan etika secara halus kepada anak. Dongeng akan menanamkan sikap mental yang bersemangat dan tanggung jawab pada diri si anak. Pesan moral, ajaran pekerti, dan pendidikan karakter yang terkandung dalam dongeng akan memberikan keteladanan dan panutan bagi anak.
Atas dasar pemikiran seperti itu, rupanya dongeng sejalan dengan tujuan pendidikan antikorupsi. Yakni pembentukan manusia yang mempunyai  pemahaman, sikap, dan perilaku yang anti terhadap korupsi. Terutama pendidikan antikorupsi kepada anak dini usia.
Nilai-Nilai Anti Korupsi Dalam Dongeng
Pendidikan antikorupsi adalah perpaduan pendidikan nilai dan karakter. Sebuah karakter yang dibangun di atas landasan kejujuran, integritas, dan keluhuran. Dalam kaitan itu, dongeng bisa menjadi sarana penanaman nilai-nilai antikorupsi. Pertanyaannya, nilai-nilai antikorupsi seperti apa yang selayaknya diberikan melalui dongeng?
Korupsi bisa timbul karena dua sebab. Sebab pertama, korupsi karena kebutuhan (corruption by need). Korupsi yang timbul ketika penghasilan tidak lagi bisa menanggung kebutuhan dasar sehari-hari. Jalan keluarnya biasanya dengan mengambil sikap menyimpang. Melakukan korupsi. Sebab kedua, korupsi karena keserakahan (corruption by greed). Tidak puas dengan satu gunung emas, cari gunung emas kedua dan ketiga. Sudah punya rumah, ingin motor. Sudah ada motor, mau mobil. Mobil terbeli, ingin mobil mewah.
Apa yang kita lihat dan dengar semasa kecil juga akan membentuk karakter kita bila dewasa kelak. Karena itu, nilai-nilai antikorupsi dalam dongeng adalah nilai-nilai yang mempromosikan kesederhanaan, kejujuran, dan daya juang. Selain itu, juga nilai-nilai yang mengajarkan kebersamaan, setiakawan, dan kedisiplinan. Namun, tentu saja, tidak semua cerita dalam dongeng bisa berguna. Sebagai contoh adalah  dongeng si kancil mencuri ketimun petani. Si kancil dikisahkan hewan yang cerdas, cerdik, dan lincah. Dengan kecerdikannya, si kancil mengelabui petani, untuk kemudian berhasil mencuri ketimun. Si kancil sulit tertangkap oleh petani. Suatu kali petani berhasil menangkap basah si kancil. Tetapi dengan kelihaiannya, kancil berkelit dari jerat hukuman.
Cerita kancil di atas mungkin saja telah meracuni pikiran anak. Anak mengira mencuri adalah sesuatu yang wajar. Anak memiliki anggapan bahwa kepintaran merupakan keunggulan seseorang yang bermanfaat untuk mencuri. Karena itu, sesuai nilai antikorupsi yang ingin disebarkan, maka kita perlu cerita dongeng yang memuat figur-figur yang jujur, berani, kompetitif, dan bertanggungjawab. Bukan figur yang memakai kecerdikannya untuk memperdaya orang lain. Dongeng dan mendongeng adalah salah satu bentuk pendidikan nilai, yang pada gilirannya mendukung upaya pendidikan antikorupsi. Sebuah pendidikan antikorupsi yang dimulai dari usia dini. Pendidikan antikorupsi diharapkan membentuk karakter individu, hingga pada gilirannya akan membentuk karakter bangsa secara keseluruhan.


DAFTAR PUSTAKA

 

Agus. 2008. Pengertian Dongeng. http://linaleebon.blogspot.com. (10 Maret 2009)



DIALOGUE VIDEO PROJECT



DIALOGUE VIDEO PROJECT
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN DAN MOTIVASI SISWA
DALAM PEMBELAJARAN ENGLISH EXPRESSIONS

Rustiani Widiasih, M.Pd


ABSTRAK
         Tujuan Proyek “Dialogue Video Project” ini adalah: (1) Meningkatkan keterampilan siswa dalam dalam penggunaan  materi Expressions dalam sebuah dialong, (2) Meningkatkan motivasi siswa untuk belajar  materi Expressions.
       Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).  Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X1 SMAN I Badegan kelas XI IPA 2 yang terdiri dari 32 siswa. Teknik pengumpulan data  yang digunakan adalah: data kualitatif  yang terdiri dari  Observasi, Interview dan questioner. Adapun data kuantitatif dilakukan dengan melakukan tes. Data kualitatif dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif dengan  teknik analisis interaktif.    
       Setelah menerapkan pembelajaran “Dialogue Video Project diperoleh hasil : pertama, pembelajaran “Dialogue Video Project dapat meningkatkan keterampilan  penggunaan  materi Expressions dalam sebuah dialong.  Peningkatan yang terjadi adalah  83,75 % dari nilai rata-rata 67 di pre test menjadi 80 di post test. Siswa yang memperoleh nilai di atas KKM sebanyak  87 %. Kedua, pembelajaran “Dialogue Video Project dapat meningkatkan motivasi siswa. Sebanyak 95% siswa menyatakan lebih terlibat dalam kegiatan pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas, 96% siswa memperhatikan pelajaran, dan 98% siswa menyatakan rasa senang dalam kegiatan pembelajaran di dalam dan di luar kelas.
Dialogue Video Project terbukti memberikan banyak manfaat bagi siswa, sehingga  proyek ini juga bisa dilaksanakan di sekolah lain.

Kata Kunci:  Dialogue,  Video,  Project, Keterampilan, Motivasi , English Expressions

1. PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Penulis adalah guru Bahasa di SMA N 1 Badegan, sebuah SMA di pinggir paling barat Kabupaten Ponorogo. Seperti halnya guru bahasa Inggris yang lain, penulis seringkali mendengar dan menyaksikan bahwa bahasa Inggris dianggap mata pelajaran yang sulit oleh siswa.
Salah satu penyebabnya adalah tidak familiarnya bahasa Inggris dalam kehidupan para siswa. Bahasa Inggris adalah bahasa asing di Indonesia, sehingga bahasa Inggris hanya terbatas di kelas saja. Begitu keluar dari kelas, bahasa Inggris hanyalah menjadi sebuah tulisan dalam buku yang disimpan di tas atau laci. Kalaupun ada dalam hidup mereka yang bersentuhan dengan bahasa Inggris paling-paling hanya sebatas lagu  belaka, karena untuk film berbahasa Inggris, mereka lebih memilih untuk membaca sub-title Indonesianya.
Salah satu materi dalam bahasa Inggris adalah expressions atau ungkapan  bahasa Inggris yang seringkali dianggap sebagai materi yang tidak menarik bagi siswa. Selain karena bahasa asing, faktor ketidaktertarikan siswa terhadap dialog menjadi penyebab lainnya.  Para siswa lebih memilih menghabiskan waktu luang dengan gadget yang mereka miliki.
Materi Expressions atau ungkapan yang merupakan materi yang ada dari kelas X sampai XII. Materi ini selalu muncul pada soal Ujian Nasional pada Listening section. Expressions atau dialog yang mereka hadapi hanyalah yang mereka temui di kelas saja. Di luar kelas mereka hampir tidak pernah menikmati dialog berbahasa Inggris.
Ketika mengajarkan Expressions di kelas, untuk apersepsi penulis mengadakan survey singkat tentang ketertarikan mereka terhadap mateti expressions. Hasilnya adalah dalam 1 kelas yang terdiri dari 32 siswa, lima anak saja yang menyukai  materi tersebut.  Penulis hanya menemui 4 orang siswa yang kadang kala menonton  dialog dan film  berbahasa Inggris. Selebihnya, mereka enggan melakukannya. Dilihat dari tes untuk membuat dialog singkat berpasangan, nilai yang mereka capai kebanyakan di bawah KKM. Komponen yang dinilai adalah  ideas/content, fluency, vocabulary, grammar, intonation, dan expression.  Rata-rata nilai mereka adala 67 dari KKM 75.
 Ketika penulis menanyakan apa saja yang mereka lakukan di waktu luang mereka, jawaban muncul yang sebagian besar terkait dengan gadget yang mereka miliki seperti SMS, MMS, BBM, bermain Facebook, Twitter, bermain game, mendengarkan musik, menonton video di youtobe dll. Kemajuan teknologi memang telah membuat sebagian besar siswa hidup dalam dunia mereka sendiri, dunia maya dengan segala gadget yang mereka miliki.
Sejalan dengan hasil dari survey singkat tersebut, dimana penulis menemui fakta yang memprihatinkan ketika mengajarkan materi Expressions yakni ketidak tertarikan siswa untuk mempelajarinya, penulis bertekad untuk memecahkan masalah tersebut.
Untuk  meningkatkan motivasi belajar para siswa, penulis meminta mereka membuat dialog yang berisi ungkapan bahasa Inggris, dan merekamnya menjadi video menggunakan gadget yang mereka punyai, melalui sebuah proyek “Dialogue Video Project”.
Langkah pertama yang penulis lakukan adalah membuat pembelajaran Expressions kontekstual bagi kehidupan mereka. Dari telaah penulis, ungkapan yang selama ini dicontohkan ternyata jauh dari kehidupan mereka.
Oleh karena itu, penulis berusaha untuk lebih mendekatkan lagi jarak antara siswa dan materi itu sendiri, yakni dengan cara mencari membuat dialog yang sesuai dengan  lingkungan sekitar mereka. Penulis berkeputusan untuk memadukan tugas membuat dialog dengan penggunaan gadget untuk menjadi sebuah produk audio visual sehingga menimbulkan kesan dan motivasi yang mendalam bagi para siswa untuk  belajar materi expressions. 
B.   Perumusan Masalah
       Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:  (1) Apakah pembelajaran “Dialogue Video Project dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam penggunaan  materi Expressions dalam sebuah dialong? (2) Apakah pembelajaran “Dialogue Video Project dapat meningkatkan Motivasi siswa dalam mempelajari materi Expressions?
C.   Tujuan  Penelitian
       Tujuan Proyek “Dialogue Video Project” ini adalah: (1) Meningkatkan keterampilan siswa dalam dalam penggunaan  materi Expressions dalam sebuah dialong, (2) Meningkatkan motivasi siswa untuk belajar  materi Expressions.
D.  Kajian Literatur
Pembelajaran berbasis proyek bertujuan membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuan pada lingkungan yang berbasis pengetahuan dan berteknologi maju, menyiapkan peserta didik untuk dapat menghadapi tantangan dunia hari ini, dan memecahkan masalah yang kompleks yang memungkinkan peserta didik memiliki kemampuan dasar (Division, 2006) .             
Pembelajaran berbasis proyek dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang bertujuan mendorong  peserta didik membangun pengetahuan dan keterampilan siswa secara mandiri, mendorong siswa untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan yang nyata. Sehingga mereka akan lebih terbuka pola pikirnya dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai, dan realistik. Pembelajaran berbasis proyek secara umum memiliki 3 tahapan. Pertama, tahap persiapan, yaitu tahap standar pengantar pembelajaran dimana informasi dan jadwal dibuat. Pada tahap ini, siswa berusaha memahami satu sama lain dengan memperkenalkan diri dan mengumpulkan harapannya di dalam keseluruhan aktifitas proyek. Kedua, tahap proses PBL, yaitu tahapan utama pembelajaran dan terdiri dari sejumlah aktifitas berkenaan dengan persiapan dan langkah penting pengerjaan suatu proyek. Tahap ini meliputi: (a) pembentukan kelompok dan pemilihan proyek, (b) pengumpulan informasi, dan (c) langkah kerja proyek. Ketiga, tahap evaluasi, Pola ini menunjukan bentuk aktifitas di dalam melakukan penilaian terhadap siswa. Feedback membantu dosendalam menafsirkan penguasaan siswa tehadap proyek yang telah dikerjakannya (Rais, 2010).
            Definisi dialogue menurut KBBI adalah percakapan antara dua tokoh atau lebih (http://kbbi.web.id/dialog). Sedangkan yang dimaksud dengan video menurut KBBI adalah   rekaman gambar hidup (http://kbbi.web.id/dialog).
Expression adalah ungkapan yang sering dikeluarkan atau perkataan yang diucapkan oleh orang dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini ungkapan yang dibahas adalah ungkapan yang ada pada standar kompetensi kelas XI semester 2.  Kompetensi Dasar  yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah: “Merespons makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) resmi dan berlanjut (sustained) yang meng-gunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar, dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dan melibatkan tindak tutur: menyatakan sikap terhadap sesuatu, menyatakan perasaan cinta, dan menyata-kan perasaan sedih, menyatakan perasaan malu, menyatakan perasaan marah, dan menyatakan perasaan jengkel ( Depdiknas. 2006).
Dari definisi di atas, dapat diketahui bahwa yang dimaksudkan penulis dengan “Dialogue Video Project” merupakan sebuah pembelajaaran berbasis proyek dalam membuat sebuah dialog lalu dialog tersebut  rekam menjadi sebuah video yang juga bisa diunggah dalam youtobe.
Motivasi menjadi tujuan utama tugas ini, karena seperti dikutip olehWilly Renandya, Terrell H Bell, mantan Menteri Pendidikan Amerika Serikat tahun 1980-an pernah berkata “There are three things to remember about education. The first one is motivation. The second one is motivation. The third one is motivation” (Renandya, 2014:1)
       Pembelajaran ini penulis rancang dalam bentuk sebuah proyek yang bernama “Dialogue Video Project”. Pembelajaran berbasis proyek penulis pilih karena pembelajaran ini bisa membangkitkan motivasi dan semangat belajar siswa, memadukan dan mengembangkan berbagai macam keterampilan dan cocok untuk berbagai tingkatan kemampuan siswa (Patton, 2012:13).

Budaya mbecek



Budaya “Mbecek” yang Memberatkan
         
          “Enaknya kalo bulan Sura,  tidak ada yang punya gawe.” Begitu celetuk saudaraku di salah satu desa di kabupaten Ponorogo. Memang kenyatannya, tidak ada yang menikah, khitan  dan mendirikan rumah pada bulan sura atau Muharam. Katanya bukan bulan baik. Itu menurut  pandangan orang Jawa. Menurut agama Islam, bulan Muharam atau Asyura memang bulan dimana ada banyak peristiwa yang merupakan ujian bagi para Nabi dan sekaligus Allah memberikan pertolongan atas ujian tersebut. Mungkin karena itu saya mengatakan bulan keprihatinan sehingga seharusnya tidak digunakan untuk pesta melainkan untuk puasa atau tirakat.
          Namun bukan masalah tersebut yang akan saya bahas melainkan masalah punya gawe baik sunatan (khitan) atau mantu dan budayanya di kebanyakan desa di kabupaten Ponorogo.  Sudah menjadi tradisi di desa apabila seseorang mempunyai gawe mantu atau khitan, pasti ada  budaya “mbecek”. Mbecek adalah mendatangi orang yang punya gawe dengan membawa sejumlah barang bawaan dan sejumlah uang. Barang-barang yang dibawa biasanya beras, mie, gula, minyak goreng, bawang merah, bawang putih, pisang, kopi dan berbagai kebutuhan pokok lain.  Biasanya barang bawaan tersebut dimasukkan ke dalam tas anyam, rinjing, sak, atau bekas kantong terigu.
          Selain barang  bawaan, orang yang mbecek juga membawa uang. Begitu datang di rumah orang yang punya gawe, biasanya ada petugas yang menulis jumlah uang dan menyediakan amplop. Heran saya, jumlah uang yang diberikan oleh yang yang mbecek juga ditulis. Nama dan alamat orang yang mbecek juga ditulis dengan lengkap.
          Tidak hanya itu, barang-barang bawaan juga dicatat dengan lengkap. Beras harus ditakar, barang lainnya harus dihitung  jumlah atau beratnya. Lalu ditulis di buku yang telah disedikan. Buku itu nantinya akan akan menjadi “buku hutang” bagi orang yang punya gawe. Karena, kelak jika orang yang mbecek punya gawe, barang dan uang itu harus dikembalikan persis sama jumlahnya.
          Setelah menyerahkan uang dan barang bawaan, orang yang mbecek dipersilakan duduk. Di hadapannya, sudah disediakan aneka suguhan seperti ranginang,  wajik, jadah, pisang,  kembang goyang atau sarang tawon, dan lain-lain. Selain itu, juga disuguhi makan dan minum sesuai dengan kemampuan orang yang punya gawe.
          Begitu pulang, tas, rinjing atau apapun tempat barang bawaan diisi dengan makanan yang sudah matang. Salah satunya adalah nasi. Dulu nasi sering dibungkus dengan daun jati. Seiring dengan perkembangan zaman kini menggunakan kertas atau tempat dari plastik. Selain nasi juga ada sayung seperti sayur pindang tempe,  mie, oseng-oseng buncis, sambal goreng kentang, dan sayur lotho atau tolo.
          Hal tersebut sudah menjadi budaya yang tidak bisa ditinggalkan. Saya mengatakan mbecek itu  justru akan memberatkan orang saja. Apa tidak  sebaiknya memberikan semampunya saja dan tidak harus mengemblikan.  Ya, semacam  bantuan begitulah. Itu hanya angan saya. Nyatanya itu sudah menjadi tradisi yang tidak mungkin bisa ditinggalkan.
          Saya akan menceritakan saudara saya yang tadi saya sebut. Betapa dampak mbecek itu sangat memberatkannya. Begini ceritanya, saudara saya itu, sebut saja namanya  Bu Parti.  Dia menikahkan anaknya. Istilah Jawanya, mantu.   Pada saat mantu, banyak sekali orang yang datang mbecek kepadanya. Saya sampai heran melihat tumpukan gula, beras, dan segala macam bahan kebutuhan pokok. Satu rumah penuh lah.
          Setelah punya gawe, semua barang itu dijual atau diuangkan. Biasanya juga, jumlah yang dia terima dengan jumlah yang dikeluarkan tidaklah seimbang. Kebanyakan  merugi. Dapat dibayangkan. Berhari-hari memberi makan banyak orang dan juga memasakkan orang yang mbecek. Belum lagi ada budaya tonjokan (masalah tonjokan akan diuraikan secara khusus lain kesempatan).
          Pada saat musim becek, Bu Parti harus menyediakan barang bawaan dan uang yang tidak sedikit.  Apalagi harus mengembalikan barang bawaan orang yang mbecek dengan jumlah banyak. Coba dihitung saja. Satu kali mbecek rata-rata membawa uang 20 ribu. Beras  lima kilogram, gula dua kilogram, minyak goreng dua kilogram. Misal harga beras delapan ribu kali  5 berarti empat puluh ribu. Harga gula sekilo sebelas ribu kali dua berarti dua puluh dua ribu. Harga minyak goreng dua liter dua puluh empat ribu.  Jika ditotal semua  kurang lebih seratus ribu. Itu sekali mbecek. Jika pada musim becek ada lima, tinggal mengalikan saja.
          Saya pribadi tidak berada pada daerah yang ada budaya demikian. Namun mendengar keluhan saudara tersebut, saya kasian juga mendengarnya. Bahkan ada yang makan saja susah namun di sisi lain mau tidak mau harus mbecek. Kalau tidak mbecek tidak  enak atau sungkan  dengan yang punya  gawe. Beberapa lagi harus kerja ekstra untuk mendapat uang agar bisa mbecek. Sementara keadaan sendiri susah.
          Begitulah salah satu tradisi yang ada di negeri ini. Pastinya ini adalah salah satu kekayaan tradisi di Indonesia yang entah harus dilestarikan atau tidak.  Seiring dengan perkembangan zaman,  ada orang yang menyikapi budaya tersebut dengan tidak mempunyai gawe. Jika menikahkan anak, cukup dengan  Ijab saja istilahnya. Mungkin diawali dengan kirim leluhur.
          Dibalik itu semua, ada nilai moral yang bisa dipelajari dari budaya mbecek.  Dan tentang itu akan dibahas selanjutnya.

***
         


Scientific Approach


Meningkatkan Keterampilan  Reading Comprehension Dengan Scientific Approach

Oleh: Rustiani Widiasih*
Kurikulum pendidikan di Indonesia mengalami perubahan dari KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) menjadi kurikulum 2013. Pendekatan yang digunakan dalam mengajar juga mengalami perubahan. Pada kurikulum 2013 ini, pendekatan yang digunakan adalah Scientific Approach. Dengan adanya perubahan ini, diharapkan para siswa mempunyai keterampilan, pengetahuan dan sikap yang baik.
Meski kurikulum 2013 belum sepenuhnya di terapkan, sekolah harus mengubah paradigma guru untuk melakukan model pembelajaran menuju kearah penguatan sikap, ketrampilan dan pengetahuan yang terintegrasi dengan Scientific Approach.
Pada tahun palajaran 2013/2014, belum semua sekolah menerapkan kurikulum 2013 termasuk sekolah penulis sendiri. Namun penulis telah mendapatkan kesempatan  mengikuti  workshop tentang kurikulum 2013 sehingga penulis mencoba menerapkan scientific approach di kelas yang penulis ajar. Penulis ingin mengetahui dampak penerapan scientific approach dalam mengajar bahasa Inggris khususnya keterampilan membaca (reading).
Telah diketahui bahwa materi pengajaran bahasa Inggris yang diajarkan pada tingkat SMP dan SMA, dijabarkan menjadi empat kompetensi dasar, yaitu membaca (reading), berbicara (speaking), mendengarkan (listening) dan menulis (writing).  Dari keempat kompetensi dasar tersebut membaca merupakan salah satu kompetensi dasar yang penting. Keterampilan membaca sangat diperlukan dalam berbagai bidang dan kebutuhan seperti dalam News Reading Contest, memahami bacaan berbahasa Inggris seperti pada novel, koran,  buku-buku referensi, dan lain-lain. Keterampilan membaca juga membantu dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan teks bacaan (reading text). Membaca (reading)  mendapatkan porsi yang besar  dalam UAN. Pada soal UAN SMA, reading mendapatkan porsi 75 % dari seluruh soal. Kenyataan tersebut  menunjukkan betapa pentingnya keterampilan membaca dalam menentukan kelulusan siswa.
         Namun pada kenyataannya, siswa cenderung merasa malas membaca bahasa Inggris  karena siswa sering  menemukan banyak kosakata yang belum dipahami.  Oleh karena itu tugas seorang guru bahasa Inggris ialah  dapat menyajikan materi pengajaran dengan baik sehingga siswa termotivasi untuk belajar.  Bila hal ini tidak dilakukan oleh guru,  maka tidaklah aneh bila siswa merasa bosan dengan pelajaran yang disajikan.
Dalam  hal pengajaran bahasa Inggris khususnya pengajaran membaca, siswa sering mengeluh tentang kurang berhasilnya guru dalam mengelola proses belajar mengajar di kelas.  Kekurangberhasilan ini dapat disebabkan oleh diri pengajarnya sendiri, misalnya cara penyampaiannya kurang efektif, efisien dan menyenangkan.  Bisa juga berasal dari diri siswa misalnya kurangnya motivasi pada diri siswa atau kurangnya memahami betapa penting bahasa Inggris untuk masa depanya.  Atau bisa juga karena materi yang diajarkan kurang menarik minat siswa untuk belajar
Salah satu faktor yang dapat menimbulkan kekurangberhasilan guru dalam pengajaran membaca adalah kurang tepatnya memilih pendekatan pembelajaran. Akibatnya, siswa akan merasa bosan dan proses belajar  mengajar akan terasa monoton.
             Untuk mengatasi masalah yang ditemukan di atas, maka usaha yang harus  ditempuh adalah dengan mengubah pendekatan yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Adapun pendekatan yang digunakan adalah Scientific approach. Dengan demikian diharapkan akan terjadi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) serta berkarakter.

Scientific Approach 
Proses pembelajaran pada pendekatan scientific approach menyentuh tiga ranah belajar, yaitu: sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Peserta didik diharapkan  mampu mengimplementasi “tahu apa, mengapa dan bagaimana”. Hasil akhirnya adalah diharapkan peserta didik mampu melakukan peningkatan dan keseimbangan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills ) yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran (Sudarwan, 2013).  McCollum (2009)   menjelaskan  bahwa komponen-komponen penting  dalam mengajar menggunakan pendekatan  scientific diantaranya adalah guru harus  menyajikan pembelajaran yang dapat  meningkatkan rasa keingintahuan (Foster a sense of wonder), meningkatkan keterampilan mengamati (Encourage observation), melakukan analisis (Push for analysis) dan berkomunikasi (Require communication).
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2013), langkah-langkah penerapan pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran adalah: Mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, mengkomunikasikan.
Berikut ini adalah contoh pelaksanaan scientific approach dalam pembelajaran membaca teks recount dengan judul Michael Jacson. Tentu saja, setiap kegiatan pembelajaran teridiri dari  kegiatan pendahuluan, inti dan penutup.
            Kegiatan pembelajaran diawali dengan orientasi yaitu memperlihatkan gambar Michael Jacson. Setelah itu guru menanyakan kepada siswa sejauh mana mereka mengetahui tokoh yang akan dibahas dalam teks dengan bertanya: “Do you know who is he? What kind of song he usualy sing? What  is the title of his song do you know?Can you sing his songs?
                   Kegiatan inti dilakukan dengan tahapan pada pendekatan scientific. Pertama, mengamati.  Siswa diberi teks  berjudul Michael Jackson. Lalu  siswa membaca teks tersebut sekilas. Sambil membaca, siswa menandai kosakata yang belum mereka ketahui artinya.
         Kedua,  mempertanyakan (questioning). Dengan bimbingan dan arahan guru, siswa mempertanyakan antara lain kosa kata sulit yang ditemukan dalam teks. Guru memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan siswa.
         Ketiga, mengeksplorasi. Secara berkelompok siswa menentukan generic structure pada teks,  menentukan ide pokok pada tiap paragraf, menjodohkan kata- kata dari teks, dengan sinonimnya yang tepat, dan menjawab pertanyaan yang diberikan berdasarakan teks.
         Keempat, mengasosiasi. Guru mengetengahkan permasalahan hidup yang dihadapi Michael Jakson. Siswa mendiskusikan solusi yang tepat terhadap permasalahan yang dihadapi Michael Jackson secara berkelompok.
Kelima, mengkomunikasikan. Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Kelompok yang lain memberikan tanggapan.  Guru memberikan umpan balik. Pada kegiatan penutup, guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran. Selain itu,   guru mendorong siswa untuk bisa belajar dari kehidupan tokoh yang dibahas pada teks yaitu Michael Jakson. Bahwasannya, mereka harus bersyukur atas karunia Tuhan dan selalu bersosialisasi dengan orang lain dan tidak mengucilkan diri. Guru  juga perlu memberikan penghargaan atau pujian kepada kelompok yang berkinerja paling baik.

Hasil Pembelajaran
                  Sebelum menerapkan pembelajaran menggunakan scientifi approach, siswa cenderung  kurang berminat terhadap pengajaran bahasa Inggris, tidak aktif dalam proses belajar mengajar, serta tidak mempunyai budaya bertanya dan menjawab pertanyaan melainkan budaya “diam”. Dari hasil nilai, ditemukan bahwa siswa  mendapatkan nilai yang rendah dalam membaca.
                  Penerapan pengajaran menggunakan Pendekatan scientific (scientific approach) dapat meningkatkan  nilai rata-rata siswa. Nilai rata-rata pada  pre test adalah 61,1 pada pembelajaran tahap 1 adalah  63,8 dan pembelajaran tahap 2 adalah 71,9. Pembelajaran dikatakan berhasil karena sudah mencapai nilai standar ketuntasan minimum (70).
     Pendekatan scientific (scientific approach) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal itu disebabkan oleh alasan bahwa: Pertama, pendekatan scientific (scientific approach)  dilaksanakan secara berkelompok. Siswa merasa lebih percaya diri dan merasa nyaman. Rasa nyaman bisa menambah hasil belajar siswa.
Kedua, tahap mengamati, menanya, mengekplorasi dapat meningkatkan kosa kata siswa. Siswa kadang lupa kosa kata tertentu. Namun dengan cara berkelompok, siswa akan saling mengingatkan. Ini memberikan dampak yang positif bagi siswa untuk mengingat kosa kata atau mentahui kosa kata baru. Pada dasarnya, setiap siswa telah memiliki pengetahuan kosa kata sebelumnya (prior knowledge), namun karena jarang digunakan kosa kata tersebut dapat terlupakan. Adanya pendekatan scientific (scientific approach), sangat membantu untuk memanggil proir knowledge yang tersimpan di memori siswa baik berhubungan dengan kosa kata, ataupun pengetahuan lainnya.
Ketiga, tahap mengkomunikasikan dapat meningkatkan pemahaman siswa. Ini merupakan latihan untuk bisa menyampaikan hasil diskusi pada kelompok lain.  Dengan membaca pemahaman (reading comprehension) secara berkelompok, siswa akan saling terbantu dalam hal  kepecayaan diri, keberanian tampil, dan penguasaan materi. Pastilah siswa akan mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum mengkomunikasikan kepada kelompok lain.
Keempat, tahapan ekplorasi dapat meningkatkan kompetensi membaca siswa. Tahap ekplorasi bisa menambah kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan bacaan. Kelima, setiap tahapan scientific approach dapat meningkatkan hasil nilai siswa. Otomatis, jika semua unsur dalam membaca dapat diperbaiki kompetensi membaca siswa juga bisa ditingkatkan.
Selain itu, peningkatan kualitas proses pembelajaran dapat dilihat dari  adanya peningkatan minat positif siswa dalam mengikuti pelajaran.  Perbaikan tersebut adalah: antusias siswa terhadap pelajaran, keaktifan bertanya, keaktifan berdiskusi, keaktifan mengerjakan tugas.
Melihat hasil temuan diatas, bagi  guru yang menghadapi masalah yang sama dalam mengajar membaca dapat menerapkan pendekatan scientific dalam pembelajaran walaupun belum menerapkan kurikulum 2013.


Daftar Pustaka

Kementerian Pendidikan Nasional. 2013. Kompetensi Dasar SMP/MTs. Jakarta 

Mc Colum (2009). A scientific approach to teaching.
 http:/kamccollum .wordpress.com/2009/08/01/a-scientific-approach-to-teaching /last update januari 2013.

 Sudarwan (2013). Pendekatan-pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran. Pusbangprodik