Jangan Hirauakan Bisikan Hati
Jangan Hiraukan Bisikan Hati
Saya merasa terheran-heran dengan apa
yang saya alami. Mengapa semua kegiatan harus terjadi pada waktu yang
bersamaan? Mungkinkah ini hanya kebetulan saja atau memang saya kurang peka
terhadap peringatan Allah. Entahlah.
Pada bulan Agustus lalu, saya
menyelesaikan naskah best practice saya. Alhamdulillah saya merasa dimudahkan
dalam menyelesaikan naskah saya itu. Saya mengirimkan naskah saya kepada
panitia sebelum batas waktu yang ditentukan. Biasanya, saya menyelesaikan pas
pada waktu deadline. Seperti biasa setelah mengirimkan saya pasrahkan saja
hasilnya pada Allah. Saya tidak mau berharap banyak karena naskah ditolah itu
sudah biasa bagi saya. Yang penting saya sudah berusaha.
Setelah saya mengirim, saya membuka
Facebook. Saya membaca dosen saya mempromosikan kegiatan Konferensi TEFLIN pada
tanggal 7-9 Oktober 2014 di Solo. Saya
baca pembicara utamanya orang-orang yang sangat luar biasa. Saya tertarik untuk mengikutinya. Lalu saya
meminta izin terlebih dahulu kepada atasan. Atasan pun mengizinkan. Pada saat
saya mendaftarkan, ada bisikan hati saya yang mengatakan bahwa kegiatan TEFLIN
akan bersamaan dengan kegiatan presentasi Best Practice. Namun karena saya kurang peka, saya tidak
menghiraukan bisikan hati saya. Saya akhirnya mendaftar ikut TEFLIN.
Tepatnya pada tanggal 28 September,
kepala sekolah mengabarkan kalau saya termasuk guru yang akan dikirim untuk
mengikuti kegiatan penyusunan KTSP oleh Dinas Pendidikan pada tanggal 7-8
Oktober. Mendengarnya saya shok karena saya pada tanggal yang sama saya harus
pergi ke Solo. Kepala sekolah menyerankan saya untuk pergi ke Kantor Dinas
Pendidikan agar nama saya diganti karena saya sudah mendapatkan tugas dari
sekolah pada hari dan tanggal yang sama.
Saya pun melakukannya. Dinas tidak
mempermasalahkan pergantian peserta. Alhamdulillah. Saya merasa lega. Berarti,
saya bias pergi ke Solo. Saya sudah membuat janji dengan teman kuliah saya dulu
untuk bertemu. Saya sudah berjanji membawakan makanan kesukannya yang merupakan
makanan asli di daerah saya. Saya sudah merencanakan keberangakatan dengan
teman-teman sekota saya. Dan bahkan, saya sudah memesan penginapan. Intinya,
saya siap berangkat ke Solo.
Tahu apa yang terjadi? Tepatnya pada
tanggal 3 Oktober saya mendapatkan telepon dari Jakarta. Intinya naskah best practice saya masuk nominasi dan saya harus
presentasi pada tanggal 7-9 Oktober 2014. Saya terheran-heran dan rasanya
tidak percaya. Mengapa harus pada tanggal itu? Setelah lama saya merenung,
sebenarnya kunci utamanya adalah saya tidak mendengarkan kata hati saya. Ya,
saya tidak memperdulikan bisikan lembut yang sebenarnya itu adalah peringatan
bagi saya. Saya sangat egois dan serakah mungkin.
Itu semua sudah terjadi. Kenyataannya
semua kegiatan terjadi pada tanggal yang
sama. Saya harus memilih salah satu. Pastinya saya saya pilih ke Jakarta untuk
presentasi best practice dan mengurungkan kegiatan TEFLIN di Solo. Aku akhirnya memilih
presentasi Best Practice saya. Mohon doanya pembeca sekalian.
Momen Penting Bagi Anak
Kenangan indah bersama orangtua akan selalu terekam dalam ingatan anak. Saya sendiri merasakannya. Saya masih ingat ketika saya masih duduk di bangku SD pernah diajak bapak saya pariwisata ke Borobudur. Padahal, saya waktu itu masih kecil. Saat ini bapak saya sudah tiada namun saya masih mengingat semua kenangan indah bersama bapak saya.
Mini saya menjadi orang tua yang mempunyai anak. Saya berusaha untuk menemani anak saya bertumbuh kembang. Saya tidak mau melewatkan momen penting dalam hidup anak saya. Banyak sekali masa-masa dimana anak saya memerlukan saya. Misalnya ketika perpisahan, tour, kegiatan drumband, pementasan seni tari, pawai, dan masih banyak lagi.
Betapa senangnya saya bisa menemani anak-anak saya pada momen penting dalam hidupnya.
Ananda Azka ketika akan Karnaval Bhenika Tunggal Ika.
Peran saya ketika momen penting itu tidak akan bisa tergantikan oleh siapa saja. Akan berbeda sekali jika ananda didampingi oleh pengasuhnya. Walau sesibuk apapun, aku tidak mau melewatkan kenangan indah bersama ananda.Semoga kenangan indah itu mengantarkannya untuk menjai anak sholehah. Amiin.
Menjadi Guru adalah Pilihan
Mempersiapkan bahan ajar
Mungkin aku adalah orang yang beruntung karena aku mempunyai hobi yang sekaligus menjadi profesiku. Mengapa saya katakan demikian? Karena banyak teman yang menjadi seorang guru karena terpaksa dan bukan menjadi pilihan sejak awal. Sehingga menjalani profesi guru hanya sebatas bekerja untuk mencari uang dengan cara mengajar.
Aku sering mendengar guru mengeluh karena anak didiknya tidak memperhatikan penjelasannya. Ada pula yang siswanya tidak merespon terhadap apa yang dikatakannya. Kalo aku tidak demikian. Jika saya mengajar, anak-anak aku fokuskan dulu pikirannya. Aku beri motivasi sehingga mereka merasa butuh ilmu yang aku sampaikan. Dampaknya, anak-anak memperhatikan saya.
Ada teman saya yang sering mengeluh jika mendapati anak-anak yang nakal. Bahkan dia sering menghukum anak, memarahi anak, mengolok-olok anak didik dan juga bersikap sinis terhadap anak nakal. Dia tidak mau memberikan pengarahan, melakukan pendekatan, mengajak berbicara atau melakukan home visit agar tahu benar keadaan keluarganya. Aku tidak demikian. Aku sangat memperhatikan anak didik saya terutama anak yang wali kelasnya adalah saya. Pernah dulu saya mempunyai anak yang sangat nakal. Semua guru selalu mengeluh kepada saya akan kenakalannya. Lalu saya dekati ternyata dia adalah anak yang membutuhkan perhatian. Maka saya memperhatikannya. Dia berhasil naik kelas. Namun wali kelas yang baru kurang mempedulikannya sehingga dia kini keluar.
Mengajar adalah hobiku
Anak Caper, Kurang Perhatian Maka Perlu Diperhatikan
Oleh: Rustiani Widiasih
Menjadi wali kelas adalah sisi lain tugas guru yang penuh
romantika. Setiap tahun saya mendapat tuga untuk menjadi wali kelas dengan
berbagai macam persoalannya. Pada tahun yang ini, saya menghadapi anak yang
dibilang nakal. Sebut saja namanya M. Hampir
semua guru mengeluhkan anak tersebut. Berbagai pelanggaran juga sering
dilakukannya. Si M hampir setiap hari datang terlambat. Tidak memperhatikan
penjelasan guru, tidur di kelas, dan tidak masuk tanpa ada keterangan sering
dilakukan.
Saya sebagai wali kelasnya juga kadang jengkel kepadanya.
Suatu hari, saya bersama guru BK memanggil orangtuanya. Sehari kemuadian, datanglah wali M yang
merupakan pamannya. Dari pamannya itulah saya mengetahui cerita banyak hal
tentang M.
Begini kisahnya. Ibu M
ketika masih remaja pergi ke Jakarta untuk bekerja. Entah bagaimana,
beberapa tahun berikutnya dia pulang dalam keadaan hamil entah dengan
siapa. Yang jelas pelakunya tidak
bertanggung jawab. Hingga akhirnya M lahir tanpa ayah. Oleh karenanya, nenek dan kakek M menganggap M sebagai
anaknya. Maka dalam Akta kelahiran M adalah anak dari orang yang sebenarnya
adalahlah kakek dan neneknya. M dibesarkan oleh kakaek dan neneknya sehingga
memanggil kakek dan neneknya dengan sebutan ibu dan bapak.
Singkat cerita, M kini menjadi murid saya. Dengan keadaan
seperti itu, aku menjadi simpatik kepadanya. Aku yang dulunya memandangnya
sebagai anak nakal kini berubah memandangnya sebagai anak yang kurang kasih
sayang dan perhatian. Dia telah mengetahui latar belakangnya sehingga dia
adalah anak yang merindukan sosok bapak. Apalagi kakek yang dijadikan bapaknya
sudah meninggal.
Saya berusaha sebisa saya untuk memotivasinya. Saya katakan
kepadanya bahwa dia harus memiliki masa depan yang cerah walau lata belakangnya
tidak menyenangkan. Namun, perjuangan saya tidak mudah. Tidak semua guru bisa
memahami dia seperti saya memahaminya. Akhirnya, banyak guru suka menghukum dan
memarahinya.
Saya telah menemaninya selama satu tahun dan bisa naik
kelas. Kini wali kelasnya berbeda.
Karena pelanggaran yang dilakukan, dia kini harus dikeluarkan dari
sekolah. Pada saat terakhir sebelum dikeluarkan, ada seorang guru yang menyita
tasnya karena di bolos dan juga memangkas rambutnya yang dicat kemerahan.
Setelah itu M tidak pernah mau sekolah lagi.
Dari kisah saya tadi, ada beberapa hal yang bisa saya
ambil pelajaran dalam kehidupan saya. Pertama,
semua orang harus siap menjadi orang tua. Tentu saja harus dengan ikatan
perkawinan yang sah. Anak yang lahir seakan tidak diharapkan akan tumbuh
menjadi anak yang merasa kurang kasih sayang. Akibatnya anak anak cenderung
mencari perhatian dengan tingkah kenakalan.
Kedua, guru harus memahami latar belakang anak. Jika guru
tidak mau melihat lalar belakang anak, akibatnya anak akan merasa tidak
berguna. Siapa lagi yang akan peduli kepada anak seperti M kalau bukan guru?
Gurulah sebenarnya yang mungkin bisa memotivasi siswa sehingga siswa dengan
latar belakang apapun bisa meraih masa depan yang cerah.
Ketiga, dari segi anak sendiri. Sebagai makhluk Tuhan, kita harus menyadari
bahwa kita ada di dunia ini adalah kehendak Tuhan. Terlepas dari latar belakang kita, setiap
manusia mempunyai tanggung jawab dalam kehidupan ini. Sayang sekali jika
kesempatan hidup di dunia ini disia-siakan. Betapa indahnya jika anak dengan
latar belakang seperti M bisa menjalani dan menciptakan kehidupan yang lebih
baik.
Begitulah hikmah dari kisah muridku si M. Anak caper
adalah anak yang kurang diperhatikan. Maka,
hendaknya anak seperti itu diberi perhatian khusus. Semoga menjadi
pelajaran bagi kita semua.
Langganan:
Postingan (Atom)