Oleh: Rustiani Widiasih
Menjadi wali kelas adalah sisi lain tugas guru yang penuh
romantika. Setiap tahun saya mendapat tuga untuk menjadi wali kelas dengan
berbagai macam persoalannya. Pada tahun yang ini, saya menghadapi anak yang
dibilang nakal. Sebut saja namanya M. Hampir
semua guru mengeluhkan anak tersebut. Berbagai pelanggaran juga sering
dilakukannya. Si M hampir setiap hari datang terlambat. Tidak memperhatikan
penjelasan guru, tidur di kelas, dan tidak masuk tanpa ada keterangan sering
dilakukan.
Saya sebagai wali kelasnya juga kadang jengkel kepadanya.
Suatu hari, saya bersama guru BK memanggil orangtuanya. Sehari kemuadian, datanglah wali M yang
merupakan pamannya. Dari pamannya itulah saya mengetahui cerita banyak hal
tentang M.
Begini kisahnya. Ibu M
ketika masih remaja pergi ke Jakarta untuk bekerja. Entah bagaimana,
beberapa tahun berikutnya dia pulang dalam keadaan hamil entah dengan
siapa. Yang jelas pelakunya tidak
bertanggung jawab. Hingga akhirnya M lahir tanpa ayah. Oleh karenanya, nenek dan kakek M menganggap M sebagai
anaknya. Maka dalam Akta kelahiran M adalah anak dari orang yang sebenarnya
adalahlah kakek dan neneknya. M dibesarkan oleh kakaek dan neneknya sehingga
memanggil kakek dan neneknya dengan sebutan ibu dan bapak.
Singkat cerita, M kini menjadi murid saya. Dengan keadaan
seperti itu, aku menjadi simpatik kepadanya. Aku yang dulunya memandangnya
sebagai anak nakal kini berubah memandangnya sebagai anak yang kurang kasih
sayang dan perhatian. Dia telah mengetahui latar belakangnya sehingga dia
adalah anak yang merindukan sosok bapak. Apalagi kakek yang dijadikan bapaknya
sudah meninggal.
Saya berusaha sebisa saya untuk memotivasinya. Saya katakan
kepadanya bahwa dia harus memiliki masa depan yang cerah walau lata belakangnya
tidak menyenangkan. Namun, perjuangan saya tidak mudah. Tidak semua guru bisa
memahami dia seperti saya memahaminya. Akhirnya, banyak guru suka menghukum dan
memarahinya.
Saya telah menemaninya selama satu tahun dan bisa naik
kelas. Kini wali kelasnya berbeda.
Karena pelanggaran yang dilakukan, dia kini harus dikeluarkan dari
sekolah. Pada saat terakhir sebelum dikeluarkan, ada seorang guru yang menyita
tasnya karena di bolos dan juga memangkas rambutnya yang dicat kemerahan.
Setelah itu M tidak pernah mau sekolah lagi.
Dari kisah saya tadi, ada beberapa hal yang bisa saya
ambil pelajaran dalam kehidupan saya. Pertama,
semua orang harus siap menjadi orang tua. Tentu saja harus dengan ikatan
perkawinan yang sah. Anak yang lahir seakan tidak diharapkan akan tumbuh
menjadi anak yang merasa kurang kasih sayang. Akibatnya anak anak cenderung
mencari perhatian dengan tingkah kenakalan.
Kedua, guru harus memahami latar belakang anak. Jika guru
tidak mau melihat lalar belakang anak, akibatnya anak akan merasa tidak
berguna. Siapa lagi yang akan peduli kepada anak seperti M kalau bukan guru?
Gurulah sebenarnya yang mungkin bisa memotivasi siswa sehingga siswa dengan
latar belakang apapun bisa meraih masa depan yang cerah.
Ketiga, dari segi anak sendiri. Sebagai makhluk Tuhan, kita harus menyadari
bahwa kita ada di dunia ini adalah kehendak Tuhan. Terlepas dari latar belakang kita, setiap
manusia mempunyai tanggung jawab dalam kehidupan ini. Sayang sekali jika
kesempatan hidup di dunia ini disia-siakan. Betapa indahnya jika anak dengan
latar belakang seperti M bisa menjalani dan menciptakan kehidupan yang lebih
baik.
Begitulah hikmah dari kisah muridku si M. Anak caper
adalah anak yang kurang diperhatikan. Maka,
hendaknya anak seperti itu diberi perhatian khusus. Semoga menjadi
pelajaran bagi kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar