Oleh: Rustiani Widiasih
Selama SBY
menjabat sebagai presiden Indonesia yaitu pada tahun 2004 sampai tahun 2014,
saya mencatat kebijakannya dalam bidang pendidikan. Tentu saja apa yang saya
uraikan ini sebatas yang saya ketahui saja. Saya yakin sekali ada banyak
kebijakan SBY dalam bidang pendidikan yang tidak saya ketahui.
Saya adalah
seorang guru yang selalu memandang
setiap kebijakan SBY dari dua sisi yaitu sisi positif dan negatifnya. Jika saya
amati, SBY sudah sangat tepat dalam
mengambil kebijakan dalam bidang pendidikan. Namun sayangnya dalam pelaksanaan
selalu saja ada sisi negatif yang dilakukan oleh oknum tertentu. Inilah yang
sangat saya sayangkan. Setiap kebijakan yang bagus, sering disalahgunakan dan
dibelokkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Berikut ini akan saya
uraikan satu-per satu kebijakan SBY dalam bidang pendidikan. Tentunya yang saya
ketahui dan saya rasakan sebagai seorang guru yang terjung langsung dalam dunia
pendidikan.
Pada tahun
2007, saya beserta ribuan guru Bantu dan guru honorer di seluruh Indonesia
diangkat menjadi CPNS. Ini termasuk kebijakan yang luar biasa. Betapa tidak, pada
waktu itu cukup sulit untuk menjadi PNS. Jika ada tes CPNS, kuota yang ada
hanya sedikit. Sedangkan pelamarnya banyak sekali. Selain itu, pengangkatan kami semua tanpa menggunakan
biaya sepeserpun. Keputusan pemerintahan SBY ini menurut saya sangat bijaksana
karena banyak diantara kami yang telah mengabdi puluhan tahun lamanya. Ini bisa
dijadikan patokan awal penjenjangan masa kerja guru honorer. Saya mengatakan
bahwa kebijakan SBY tersebut adalah wujud
penghargaan atas pengabdian para guru
honorer.
Untuk
menjadi guru honorer, harus memiliki surat keterangan mengajar di suatu
instansi yang ditandatangani oleh kepala sekolah. Disinilah kebijakan SBY yang
bagus dinodai oleh ulah oknum kepala sekolah yang dengan mudahnya memberikan
surat keterangan kepada guru yang sesungguhnya tidak pernah mengajar pada
sekolah tertentu. Karena tidak adanya pengawasan yang ketat, akhirnya guru
tersebut bisa lolos menjadi guru honorer yang diangkat menjadi CPNS. Itulah
yang terjadi.
SBY menurtku
sangat peduli terhadap masalah pendidikan. Saya masing ingat ketika SBY akan
menjadi presiden yang kedua kalinya, slogan SBY dalam membangun dan
mengembangkan bidang pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan yang murah,
mudah, merata dan berkualitas. Slogan ini sara rasakan terbukti dan bukan slogan semata.
Buktinya adalah dikeluarkannya kebijakan, sejak tahun 2009 anggaran
pendidikan telah mencapai 20% dari APBN. Hal ini merupakan yang pertama dalam
sejarah Indonesia. Peningkatan anggaran tersebut merupakan salah satu bukti
kuat bahwa SBY benar-benar peduli dalam bidang pendidikan.
Pada masa
pemerintahan SBY, munculllah istilah
sertfikasi guru. Dimana, guru harus mempunyai serifikat sebangai guru
profesional dan jika telah memenuhi persyaratan, guru berhak mendapatkan tunjangan
profesi sebesar satu kali gaji pokok perbulannya. Sungguh, itu bukan jumlah
uang yang kecil. Maksud SBY adalah untuk peningkatan kualitas pendidikan dan
tentunya kesejahteraan guru. Kebijakan
ini menimbulkan rasa iri bagi para PNS non guru. Saya pribadi merasakan bahwa
jumlah unag itu terlalu besar jika dibandingkan dengan kinerja guru dalam
meningkatkan mutu pendidikan Indonesia.
Saya
pribadi masih bertanya-tanya apakah saya layak disebut sebagai guru profesional. Memang tugas saya sebagai guru sudah saya lakukan yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan
penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Namun
satu hal saya selalu belajar dan berusaha untuk melakukan tugas dengan tanggung
jawab dan terus meningkatkan kualitas diri. Yaitu kualifikasi akademik, sertifikat pendidik, dan empat
kompetensi: pedagogis, profesional, sosial, dan kepribadian. Semoga!
Namun, saya
melihat sendiri banyak guru menggunakan uang tunjangan sertifikasi untuk
meningkatkan kekayaan pribadi tanpa mau menggunakannya untuk peningkatan
kualitas diri sebagai seorang guru misalnya untuk studi lanjut, membeli buku,
sarana, prasaranan dan media mengajar dan penunjang pendidikan lainnya. Miris
hati saya kala meilhat para guru jusru berlomba-lomba membeli kendaraan yang
bagus, membangun rumah yang bagus tanpa mau
mengeluarkan untuk peningkatan mutu pendidikan. Disinilah perlu adanya evaluasi
dan peninjauan ulang terhadap penerimaan tunjangan serfifikasi guru. Saya
selalu memandang suatu kebijakan dari dua sisi, adanya tunjangan setifikasi guru dalam satu
sisi bisa meningkatkan pendidikan namun dalam sisi lain jumlah yang besar
tersebut tidak signifikan dengan kemajuan yang diperolah.
Selain memperhatikan kesejahteraan
guru, Pak SBY mencanangkan adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS), mulai
dilaksanakan pada Juli 2005. Program SBY ini belum pernah dijalankan pada masa
pemerintahan sebelumnya. Dana BOS digunakan untuk operasional sekolah-sekolah
tingkat SD dan SMP di seluruh Indonesia. Dana BOS juga digunakan untuk program
rehabilitasi gedung sekolah sehingga terbangun fasilitas pendidikan yang
memadai dan bermutu dengan memperbaiki dan menambah prasarana fisik sekolah. Dengan dana BOS, biaya pendidikan
siswa juga bisa ditekan bahkan digratiskan. Bahkan, kini juga ada BOS untuk
SMA. Saya sebagai seorang guru merasa sangat terbantu dengan adanya dana BOS
ini. Mengapa? Saya tidak perlu repot
lagi untuk menarik SPP siswa. Siswa bisa belajar secara gratis.
Saya terheran-heran ketika membaca
berita ada seorang siswa di Kupang, Nusa Tenggara
Timur dikeluarkan oleh pihak sekolah karena tidak mampu membayar uang SPP.
Bahkan, untuk memenuhi kewajiban SPP
selama ini siswa tersebut dipekerjakan sebagai petugas cleaning service. Saya bertanya-tanya, apakah sekolah tersebut
tidak menerima dana BOS? Apa para gurunya tidak menerima tunjangan profesi sehingga
tidak bisa membantu siswa yang miskin tersebut?
Selain
itu ada lagi kasus Penyelewengan Dana BOS
di SMKN 1 Sukoharjo yang dilakukan oleh guru yang
berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Guru tersebut telah menyelewengkan dana rintisan BOS sebesar Rp
100 juta lebih. Inilah yang kadang membuat coretan hitam atas pemerintahan SBY
yang sering membuat saya tidak terima. Kurangnya pengawasan dan sangsi adalah
penyebab utamanya.
Pada masa pemerintahan SBY juga ada beasiswa yang dilaksanakan secara
terprogram. Beasiswa tersebut
diperuntukkan buat siswa yang tersistem
oleh pemerintah sehingga dapat dijalankan sistematis. Ya, pak SBY membuat
sistem beasiswa resmi yang dikelola oleh pemerintah. Untuk jenjang rendah
sampai SMA, pemerintah mencanangkan BSM (Bantuan Siswa Miskin). Siswa di
sekolah saya yang tidak mampu juga merasa sangat terbantu dengan adanya BSM
ini.
Dalam
bidangn beasiswa, saya juga mendengar istilah Program Keluarga Harapan (PKH),
serta memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga miskin dengan syarat mereka
mengirimkan anaknya ke bangku sekolah. Dengan demikian, di sekolah anak tidak
mampu mendapatkan bantuan BOS dan orang
tua yang tidak mampu juga mendapatkan PKH.
Itu semua adalah wujud nyata kepedulian SBY dalam bidang pendidikan.
Pada jenjang
perguruan tinggi, ada beasiswa untuk mahasiswa yang tidak mampu. Dimana program
ini ditujukan bagi anak-anak dari keluarga miskin yang memiliki kecerdasan
secara akademik. Program ini memberikan uang kuliah, ditambah uang saku sekitar
Rp 600.000 per bulan.Tentu masih segar dalam ingatan kita semua, ada mahasiswa
bernama Raeni (21 tahun), anak tukang becak yang meraih IPK 3,96 dan menjadi
lulusan terbaik Universitas Negeri Semarang. Raeni menyelesaikan pendidikan
Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) dengan waktu 3,5 tahun. Ya,
Raeni adalah salah satu penerima beasiswa Bidikmisi. Pemerintahan SBY sejak 2010 melalui Bidikmisi memberikan
beasiswa untuk mahasiswa dari keluarga kurang mampu namun berprestasi.
Saya sebagai
seorang guru merasa sangat bangga dengan adanya program ini. Betapa tidak? Siswa
berprestasi saya yang berasal dari keluarga tidak mampu bisa
melanjutkan kuliah dengan beasiswa Bidikmisi tersebut. Ini bisa memutus tali kemiskinan dalam suatu
keluarga. Saya sutuju sekali bahwa pemutusan lingkaran kemiskinan hanya bisa
diputuskan dengan pendidikan yang tinggi. Saya sungguh salut dan simpatik
terhadap adanya Bidikmisi. Bahkan kini juga ada program Beasiswa SBY yang baru diluncurkan
tahun ini, khusus untuk beasiswa level magister dan doktoral. Semua program itu
resmi, tersistem, dan dikelola oleh pemerintah. Luar biasa! Tidak ada alasan
kemiskinan untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya. Beasiswa sangat penting
keberadaannya bagi sebagian masyarakat Indonesia. Sesungguhnya pemerintah sudah
menyediakan itu dengan lengkap dari jenjang terrendah sampai jenjang tertinggi
pendidikan. Adanya beasiswa bagi keluarga tidak mampu dapat mengurangi
kesenjangan dalam akses pendidikan dan kualitas pendidikan, baik pada keluarga
berpenghasilan rendah maupun daerah yang tertinggal.
Yang terakhir, Kurikulum 2013.
Kurikulum ini memang sempat menimbulkan kontroversi terutama dari waktu
pelaksanaannya yang terkesan tergesa-gesa. Dengan kurikulum ini siswa Indonesia
bukan hanya dibekali dengan unsur
inteletual, nilai dan angka, melainkan juga karakter, kepribadian, kepepimpinan
dan kreativitas dan juga spiritual.
Menurutku, kurikulum memang harus berubah untuk mempersiapkan generasi
sekarang agar mampu menjawab tantangan masa depan. Itu semua ditujukan agar lulusan
dapat menjawab kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan mampu menciptakan lapangan kerja
sendiri, karena punya keahlian (wiraswasta). Substansi perubahan kurikulum 2013
adalah perubahan pada: Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi (kompetensi inti
dan kompetensi dasar), Standar Proses, dan Standar Penilaian.
Jika banyak rekan guru merasakan
keberatan dengan adanya kurikulum 2013, saya adalah salah satu guru yang
mendukung pelaksanaan kurikulum 2013. Mengapa? Saya merasakan sendiri perbedaan
dampak kurikulum terhadap pembentukan karakter siswa. Pada kurikulum sebelumnya,
ukuran anak pandai hanya ditentukan oleh pencapaian nilai berupa angka saja.
Kini, anak juga harus berkepribadian, berketerampilan, beriman dan bertaqwa
kepada tuhan YME.
Pada pelaksanaan kurikulun 2013, pemerintah
menyediakan buku-buku yang berkualitas agar makin mencerdaskan siswa dan
membentuk karakter siswa. Hanya saja untuk bisa mengaplikasikan isi buku
tersebut perlu adanya perbaikan kualitas guru yang menjadi pilar pendidikan
yang mencerdaskan bangsa. Sampai saat
ini buku belum terdistribusikan secara menyeluruh namun untuk mengurangi
permasalahan buku pemerintah telah memberikan CD buku peganagan guru dan juga
pegangan siswa. Dalam hal ini, banyak
rekan guru mencacat pelaksanaan kurikulum 2013 yang belum siap. Saya
pribadi selalu mencari solusi dari
setiap permasalahan yang saya hadapi. Oleh karenanya saya berusahan untuk
membuat modul sendiri dengan berpedoman dari silabus yang sudah ada. Pada
prinsipnya, tiada ada manusia yang sempurna namun banyak manusia selalu
menuntut kesempurnaan tanpa melihat dirinya sendiri. Menilai orang itu sangat
mudah dan menilai diri sendiri itu jauh lebih penting daripada menilai
keburukan orang. Begitupun SBY yang
banyak dikritisi orang lain. Belum tentu orang yang mengkritisi tersebut lebih
baik dari SBY.
Saya juga merasakan bahwa pemerintahan SBY
berusaha untuk memperluas penerapan dari
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung kinerja
penyelenggaraan pembangunan di bidang pendidikan. Semua mata pelajaran dianjurkan untuk berbasis
TIK sehingga tidak ada mata pelajaran TIK. Pelajaran TIK kini menjadi Bimbingan
Konseling TIK (BK TIK). Saya setuju dengan adanya perubahan ini karena saya
bisa meminta bantuan guru TIK jika ada kesulitan saya dalam mengaplikasikan TIK
dalam kegiatan pembelajaran saya. Saya merasakan bahwa penggunaan teknologi
informatika dalam proses pengajaran akan menunjang proses belajar dan mengajar
agar lebih efektif dan berkualitas.
Kurikulum 2013 memang baru mulai dilaksanakan, sejauh
ini masih banyak pro dan kontra dalam masyarakat, apalagi sosialisasinya belum
terlaksana secara menyeluruh bagi semua guru. Saya menyadari kurikulum
hanyalah buatan
manusia, pasti selalu ada kekurangan dan kelemahannya. Maka saya sebagai guru yang menjadi uung
tombak pelaksana kurikulum 2013 harus memaksimalkan proses pendidikan agar
memperoleh hasil yang baik. Juga, harus meminimalkan kelemahan dan kekurangan
kurikulum 2013 agar tujuan awal perubahan kurikulum bisa tercapai.
Tanpa
melihat kelemahan pelaksanaan kurikulum 2013, saya tetap salut pada kebijakan SBY
dalam bidang pendidikan. Bagaimanapun, SBY telah memberikan warisan positif
bagi pemerintahan berikutnya di bidang pendidikan. Tinggal melanjutkan dan
menyempurnakannya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar