CERPEN

SEBINGKAI FOTO
Oleh: Rustiani Widiasih

      Jika Saudara pergi ke rumahku, maka Saudara akan dipersilakan duduk menghadap ke arah sebingkai foto wisuda yang terpasang di dinding. Pandangan saudara pasti akan tertuju pada foto itu karena ukuran foto berpigora itu cukup besar kira-kira 50 cm kali 60 cm. Selain itu, tiada gambar lain yang tertempel di dinding. Foto itulah satu-satunya gambar yang menghiasi dinding ruang tamu rumah kami.
Ada tiga orang yang berdiri di foto itu yaitu aku, bapak dan ibu. Aku berada di tengah antara bapak dan ibu. Aku memakai baju toga lengkap sambil membawa sebuah tabung panjang berwarna biru tua yang berisi surat keterangan kelulusan. Bapak memakai baju batik berlengan panjang sedangkan ibu memakai baju kebaya. Senyum bahagia tersungging di bibir kami bertiga.
Di bagian bawah foto itu ada tulisan: WISUDA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG TAHUN 2000. Bingkai foto itu berwarna biru, sangat serasi dengan background fotonya. Bingkai itu menahan kaca dan foto dengan kuat sehingga foto terhindar dari debu dan kotoran. Foto itu telah terpasang di dinding sejak delapan tahun yang lalu. Dahulu aku memberikan foto wisuda berukuran postcard bersama negative filmnya kepada bapak. Lalu ia membawa ke tukang foto untuk memperbesar ukurannya. Bapak juga memesan pigora seukuran dengan fotonya lalu dipasanglah foto tersebut di dinding ruang tamu sampai sekarang.
Bapak tidak pernah mengatakan kebanggaannya kepadaku atau terhadap foto itu. Namun aku bisa merasakan betapa bangganya bapak. Dia senang jika ada tamu yang menanyakan soal foto itu. Bahkan ia seringkali mengatakan hal-hal yang tidak ditanyakan oleh tamu. Misalnya begini, jika ada tamu menanyakan apakah yang ada di foto itu adalah anakknya, dia seharusnya hanya menjawab ”ya”. Namun dia menjawab dengan panjang lebar seperti ini;”Dia lulus dari Universitas Negeri Malang jurusan Sastra Inggris. Kini ia telah menjadi seorang PNS dan menikah dengan PNS pula. Anaknya satu laki-laki....” begitu ia menuturkan. Aku tahu kata-katanya bukan bermaksud sombong melainkan wujud rasa bangganya. Sebetulnya aku merasa malu dengan kenyataan seperti itu. Namun tidak mungkin aku menolak kehendak bapak karena aku tidak mau menyakiti perasaannya. Aku tidak pantas untuk tidak mematuhinya karena ia orang yang sangat bijasana.
Bapakku berkulit hitam. Itu mencerminkan seringnya ia terbakar sinar matahari. Sebagai seorang pengawas TK/SD, ia harus mendatangi sekolah-sekolah yang sulit dijangkau. Namun semangat dan dedikasinya yang tinggi tidak meghalanginya untuk sampai pada sekolah di daerah pedalaman. Sepeda motor inventaris kantor senantiasa mengantarnya mencapai tempat-tempat yang akan dituju.
Jika Saudara berjabat tangan dengan bapak, maka akan merasakan betapa kasar tangannya. Itu menunjukkan kalau bapak adalah seorang pekerja keras. Setelah pulang dari kantor Cabang Dinas Pendidikan, ia pergi berkebun. Ia menikmati setiap hal yang dilakukannya, sehingga tiada kata lelah baginya.Tidak heranlah jika tubuh bapak sehat dan kuat perkasa.
Kulit bapak yang hitam tertutupi dengan wajahnya yang ramah dan bersahabat. Senyumnya yang tulus dan wajahnya yang ramah adalah pancaran dari jiwa kepasrahan dan keihllasan dari lubuk hatinya yang paling dalam.
Bapak bisa berganti-ganti sosok. Dimanapun ia berada, semua akan menerima dengan hormat dan senang hati karena pikirannya yang tajam dan bijak sangat dibutuhkan. Ia bisa menjadi seorang petani dan memiliki teman pergaulan sesama petani. Ia bisa menjadi seorang tokoh agama yang memberikan ceramah di masjid-masjid. Ia bisa juga menjadi seorang guru dan pengawas. Namun yang terpenting bagiku, ia adalah tokoh seorang bapak yang arif bijaksana.
Aku tahu bapak sangat menyayangiku walau ia tidak pernah mengatakannya. Aku merasakan kasih sayangnya melalui tindakan-tindakanya kepadaku. Jika ia pergi ke suatu tepat, dan di tempat itu ada makanan atau barang yang aku suka, pastilah ia akan membelikannya untukku. Aku sampai bingung bagaimana caraku untuk ganti menyenangkannya.
Aku banyak belajar dari bapak bagaimana cara menjalani hidup ini. Aku tahu darinya kalau hidup manusia sebenarnya diciptakan oleh manusia itu sendiri. Begini maksudnya, jika ingin disayangi, maka sayangilah orang lain. Jika ingin dihormati, maka hormatilah orang lain. Jika tidak ingin disakiti, maka jangan menyakiti orang lain, begilulah seterusnya.
Aku juga tahu dari bapak kalau kebahagiaan hidup itu diciptakan oleh manusia sendiri. Bapak juga menciptakan kebahagiannya sendiri. Ia tidak pernah meraih apa yang tidak bisa dia raih. Ia menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluaran. Dan satu hal lagi, ia menyisakan uangnya untuk orang-orang yang memerlukan. Kulihat bapak bahagia. Bahkan kini kebahagiaan bapak sudah lengkap. Beberapa cita-cita yang pernah aku dengar telah terpenuhi. Aku sudah menjadi PNS, aku sudah menikah, dan aku sudak memiliki anak laki-laki.
Aku senang jika melihat bapak bercengkrama dengan anakku seperti yanh kulihat sore itu. Mereka berdua asyik melihat-lihat foto-foto yang dipasang di album foto. Sesekali aku mendengar mereka tertawa ketika melihat hal-hal yang lucu di foto itu. Aku tidak heran lagi dengan pemandangan seperti itu karena bapak adalah orang yang telaten dan rajin merawat foto.
Beberapa saat setelah kudengar canda tawa bapak dan anakku, suasana rumah menjadi sepi. Aku tidak mendapati mereka berdua. Sebalikknya aku menemukan album foto berserakan di lantai. Aku lalu pergi ke luar rumah Kulihat bapak dan anakku pergi entah kemana dengan sepeda inventaris.
Keesokan harinya, tepatnya hari Jum’at, bapak memberikan selembar kertas kepadaku. Setelah kulihat, kertas itu adalah tanda pengabilan foto. Sepintas aku lihat tanggal pengabilannya adalah hari Senin. Lalu kusimpan kertas itu di dalam dompetku.
***
Senin pagi pukul sembilan pagi Hpku berdering. Kulihat nomer yang menghubungiku adalah nomer bapak namun yang berbicara bukan bapak melainkan teman sekantornya. Hatiku berdegup kencang. Ada apa ini? Tidak biasanya bapak meminta orang lain untuk berbicara denganku. ”Bapak kecelakaan, Sekarang dirawat di Rumah Sakit. Cepat ke sini” kata teman bapak melalui HP. Aku tersentak. Kutarik napas dalam-dalam. Jantungku derdetak tak beraturan. Aku tidak percaya. Kenyataan itu bagaikan mimpi. Setelah aku bisa menguasai diri, aku berlaju ke Rumah sakit.
Setiba di sana, aku disambut oleh teman-teman bapak. Mereka mengantarku ke tempat bapak dirawat. Bapak berada di ruang ICU. Aku mendekati bapak yang tergeletak tak berdaya. Kupandangi seluruh tubuhnya. Tiada luka yang berarti di tubuhnya namun bapak tidak sadarkan diri. Dia bagaikan orang tidur lelap. Lemas tubuhku melihat kondisi bapak seperti itu. Tiada daya dan kekuatan tanpa pertolongan Allah. Mulutku terus berdoa agar bapak cepat diberi kesembuhan. Betapa lemah dan tak berdayanya manusia dalam keadaan seperti itu. Dan betapa kuat dan kuasanya Allah dalam membuat manusia tak berdaya.
Aku diminta perawat untuk keluar ruang ICU. Aku hanya bisa menyaksikan bapak dari jendela yang tinginya di atas kepalaku. Kulihat dokter dan perawat memasang peralatan medis di tubuh dan hidung bapak. Aku lalu duduk dengan lunglai di kursi yang berada di luar ruang ICU. Jantungku masih terus berpacau tak beraturan. Hanya doa yang bisa kuucapkan.
Tidak lama kemudian, seorang perawat mendekatiku. Tangannya memegang pundakku sambil berkata: ”Ibu harus kuat”, lalu ia menyodorkan buku Yaasiin kepadaku.”Bacalah Surat Yaasiin ini di dekat bapak”, katanya sambil menepuk-nepuk pundakku. Aku merasa diberi kekuatan dari tangan perawat tadi. Aku bangkit mengambil air wudhu lalu membaca Yaasiin di dekat bapak sampai selesai.
Begitu aku menutup buku Yaasiin, tidak kudengar lagi suara alat detektor yang sejak tadi berdetak. Garis yang tadinya bergelombang di layar detektor menjadi garis lurus. Kulihat bapak masih seperti orang tidur dengan senyum tersungging di bibirnya. Dia tampak pulas sekali.
Perawat yang tadi menepuk pundakku yang kurasa bisa memberikan kekuatan, mendekatiku lagi. Kali ini dia merangkulku lalu membisikkan kata-kata di telingaku. ”Ibu orang yang kuat. Selamat, Ibu bisa mengantar kepergian Bapak dengan doa. Bapak sudah meninggal dunia”, kata perawat itu. Jantungku berdetak semakin kencang. ”Innalillahi wainnalillahi rojiuun”, ucap perawat itu. Lalu secara spontan aku juga mengucapkan kata yang sama. Aku hayati pula ucapan itu. Sesunggunhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kita kembali.
***
Aku mengambil kertas bukti pengambilan foto yang diberikan bapak sebelum meninggal. Lalu aku beranjak ke Delta Foto tempat pengambilan foto itu. Aku tidak sabar lagi foto mana yang diperbesar bapak. Seorang palayan membawa sebingkai foto berukuran besar kira-kira ukurannya sama dengan fotoku wisuda yang telah dipasang dirumah. Setelah diserahkan kepadaku, akau membuka koran pembungkus pigora itu. MasyaAllah! Ternyata foto itu adalah fotoku bersama suami dan anak. Anakku berada di tengah-tengah antara aku dan suami.
Aku memasang foto itu di sebelah fotoku wisuda. Aku memandangi kedua foto itu. Ada perbedaan yang kurasakan setelah memandang foto wisudaku. Dulu aku merasa bangga dan senang melihatnya. Kini, aku merasa ada sesuatu yang hilang dan ada sesuatu yang tidak lengkap.
Setelah lama merenung, sadarlah aku apa maksud bapak memperbesar fotoku bersama anak dan suami. Aku tahu bahwa dalam hidup ini ada dua hal yang saling berlawanan antara siang dan malam, hidup dan mati, pertemuan dan perpisahan, kelahiran dan kematian dan yang lainnya. Aku tahu aku kehilangan bapak, namun Allah juga memberiku suami dan anak kepadaku.
Sampai kapanpun aku tidak akan menurunkan kedua foto itu. Setiap kali aku memandang foto bapak, aku merasa memiliki kekuatan yang luar biasa. Sebesar apapun masalah yang kuhadapi menjadi ringan karena aku ingat akan hakikat kehidupan yang akan berujung pada kematian. Jika aku melihat kulit hitam dan tangan kasarnya, aku terpacu untuk bekerja keras sepertinya. Aku merasa damai dalam hidup karena hekekatnya hidup adalah menebar kebaikan untuk bekal ke akherat. Foto itu juga mengingatkanku agar aku terus menerus mendoakan bapak dan memohonkan ampunnan dari-Nya.
Apakah aku harus bersedih hati karena bapak telah berpulang? Tidak. Aku harus senang karena bapak telah membawa bekal yang cukup. Bukankah ketiga bekal untuk mati sudah dibawanya? Amal Jariah, Ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholehah. Kini akulah satu-satunya yang akan menjadi bekal bapak maka akau harus mejadi anak sholehah.
***
Sekarang, jika Saudara pergi ke rumahku, Saudara akan dipersilakan duduk menghadap dua bingkai foto. Dan jika Saudara bertanya siapakah sosok laki-laki di sebelahku saat aku wisuda itu? Maka aku akan menjawab: ”Itulah bapakku yang kini telah berada di tempat mulia di sisi-Nya”. Setujukah Saudara?

SELESAI

Apa Pendapak Saudara tentang sertifikasi guru?

Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang adanya tunjangan guru yang sudah tersertifikasi. Banyak guru yang sudah menikmati tunjangan tersebut. Nah... mari berbagi cerita bagaimana perubahan yang telah dilakukan oleh sang guru setelah menerima tunjangan sertifikasi yang besarnya satu kali gaji?

AYO MENULIS

Kata Pramudya Ananta : Sehebat apapun seseorang jika tidak mau menulis, maka dia tidak akan dicatat dunia.

Maka marilah menulis. Tulis apa saja.

LULUS SMA NGAPAIN YA?


 LULUS

     Aku dinyatakan lulus SMA! Gembira rasa hatiku mengetahui kelulusanku pada pengumuman siang itu. Jeritan, sorak-sorai dan ucapan syukur mewarnai situasi kala itu. Secara bergantian teman-teman saling memberikan tanda tangan di seragan. Ya... itu kelak bisa menjadi kenangan yang tak terlupakan. Beberapa siswa menyemperotkan pilok ke seragan dan bahkan ke rambutnya. Lalu secara berarak-arah mereka mengendarai sepeda motor mengelilingi kota.Tidak dihiraukan lagi aturan rambu-rambu lalu lintas. Lampu merah pun diterjang juga. Kami meluapkan kegembiraan yang tiada taranya.
Bayangkan! Selama duduk di kelas tiga kami selalu ditakut-takuti tentang beratnya ujian kelulusan. Belum lagi, aturan yang menaikkan standar nilai dan juga keharusan untuk mengulangi lagi pendidikan di kelas tiga jika tidak lulus ujian. Sungguh! Masa-masa itu membuat kami sterss dan pusing. Siang dan malam kami belajar mengerjakan soal-soal predikasi Ujian Akhir Nasional.
Setiap malam, saya bangun malam untuk memohon kepada Allah agar saya bisa diberi kemudahan dan kelancaran dalam mengerjakan soal-soal ujian dan akhirnya di beri kelulusan. Setiap hati saya menghitung hari, kapan ujian dilaksanakan. Aduh... penantian itu sangat mendebarkan. Seetelah hari yang ditunggu-tunggu tiba, aku pun mengerjakan soal secara maksimal. Aku kerahkan segala kemampuanku untuk mengerjakan soal-soal ujian. Tenaga, pikiran, biaya untuk bimbingan belajar, waktu dan segenap jiwa dan raga aku fokuskan untuk menghadapi Ujian Nasional.
Setelah selesai Ujian Nasional, ternyata belum usai kecemasan saya. Menanti pengumuman kelulusan lebih mendebarkan lagi. Hari demi hari aku lalui dengan penuh harap-harap cemas. Pikiran melayang-layang, andai tidak lulus bagaimana? Takut, cemas terus menghantui perasaan sampai waktu pengumuman tiba.
Pada hari yang telah ditentukan, menunggu waktu diumumkan terasa semakin panjang saja. Dari pagi pikiran sudah tidak menentu, berharap agar jam cepat berputar agar cepat pula mengetahui hasilnya. Maka jangan heran kalau aku dan juga teman-teman bagaikan orang yang baru saja lepas dari penjara dan bebas lepas di alam bebas. Plong rasanya. Rasa senang itu terus menghiasi semua lulusan hinggga beberapa hari.
Namun demikian di balik kesenangan itu ada pula duka yang kurasakan. Aku merasa sedih meninggalkan sekolahku yang penuh suka cita. Ini berarti aku harus berpisah dengan para guru, teman dan terlebih lagi orang yang sangat kukagumi. Ialah Dewita, teman sekelasku yang telah mencuri jantug hatiku. Bahkan aku dibuatnya tergila-gila. Kecantikan, kecerdasan dan ketegasannya merupakan daya tarik yang mempesona bagiku. Aku pun tidak tahu mengapa dia yang membuatku linglung? Bukankah ada banyak gadis di sekolahku? Senang hatiku jika aku mendapat kesempatan untuk bekerja secara berkelompok dengannya karena aku bisa mencuri pandang. Namun aku bukanlah laki-laki yang tidak tahu diri. Berat bagiku untuk mengungkapkan apa yang saya rasakan terhadapnya. Keadaanku sangat jauh berbeda dengannya. Dia anak orang berada sedangkan aku? Anak yatim yang harus mengurusi dua adik dan membantu mencari penghasilan keluarga. Kami tidak sepadan.
٭٭٭
Setelah beberapa hari yang dipenuhi rasa senang itu berlalu, kebimbangan datang menggelayutiku. Aku bukan lagi berstatus sebagai siswa SMA. Bagiku dan bagi semua seorang pelajar SMA, menamatkan pelajaran berarti memasuki suatu masa peralian, karena saat ini saya mengalami perubahan dalam kewajiban maupun tugas-tugas utamanya. Selama menjalani pendidikan SMA, tugas utama saya adalah mempelajari setiap mata pelajaran yang diajarkan kepada saya. Pencapaian tingkat keberhasilan belajar yang tinggi dalam tiap mata pelajaran sangat membantu, bukan hanya menyiapkan diriku untk menempuh UAN dan mendapatkan STTB, tetapi juga sebagai bekal dalam menempuh jalan hidup lebih lanjut.
Setelah tamat SMA, saya tidak memiliki pola tertentu mengenai tugas ataupun kewajiban yang harus kupenuhi. Saya harus menentukan sendiri apa yang harus saya lakukan. Untuk itu, memerlukan perhatian dan pemikiran yang cukup mendalam, mengingat ini menyangkut penentuan arah hidupku di masa mendatang. Jika aku telah memiliki gambaran, maka segala persiapan yang diperlukan untuk memantapkan atau mewujudkannya dapat dilakukan secara mudah.
Sayang sekali, saya belum memiliki gambaran yang jelas tentang arah hidup yang bagaimana yang akan saya tempuh, ataupun apa yang akan saya lakukan setelah SMA. Untuk itu secepatnya saya harus menentukan jalan hidup yang akan saya tempuh.
Adang beberapa faktor kenapa saya tidak mampu menentukan arah hidup yang jelas. Yang terpenting adalah, ketidakmampuan untuk melihat jauh ke depan atau ke luar dari lingkungan hidupku sehari-hari. Hal ini antara lain disebabkan oleh kurangnya keterangan atas pengetahuan yang saya miliki mengenai bermacam-macam profesi yang ada di masyarakat, serta apa lapangan pekerjaan yang tersedia.
Lulusan SMA memang disiapkan untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun tidak menutup kemungkinan juga langsung terjun berkerja. Memang keduanya memiliki plus dan minusnya. Banyak yang menggangap bahwa setelah SMA lebih baik kuliah. Namun bagi orang seperti saya yang tidak banyak biaya, jelas tidak memungkinkan mengingat biaya yang begitu mahal. Saya harus mawas diri dan jujur dalam menilai kemampuan yang saya miliki. Saya Harus bisa memisahkan antara keadaan agan-agan dan keadaan diri yang sebenarnya.
Pendidikan SMA adalah pendidikan umum yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan umum pada anak didiknya sehingga memiliki kemampuan yang diperlukan oleh seserang warganegara yang dewasa, baik untuk terjun di masyarakat matpun untuk melanjutkan pendidikannya. Hal ini tercermin pada keanekaragaman pelajaran yang diberikan. Ada yang menunjang peningkatan kemampuan sebagai warga Negara, seperti kewarganegaraan, kesenian, sejarah dan sebagainya. Ada juga yang meningkatkan kemampuan komunikasi, seperti berbagai pelajaran bahasa, disamping yang mempersiapkannya untuk melanjutkan ke perguruan Tinggi, seperti matematika, fisika, biologi, ekonomi dan sebagainya.
Oleh karena lulusan SMA tidak diarahkan ke suatu lapangan pekerjaan tertentu, seorang lulusan SMA harus mengarahkan dirinya sendiri. Dengan kata lain saya harus mengambil keputusan apakah pekerjaan yang akan saya tekuni, mengingat tidak mampunya saya untuk melanjutkan kuliah.
Sudah bulat keputusan saya untuk bekerja setelah tamat SMA. Berikutnya, saya harus menentukan apakah saya akan bekerja untuk orang lain atau menciptakan pekerjaan sendiri.
Saya ingin secepatnya melepaskan tanggung jawab ibu terhadapku. Saya ingin berdiri sendiri, tidak tergantung pada ibuku. Saya akan memutar otak bagaimana cara saya mendapatkan penghasilan. Pada saat ini saya belum memiliki keterampilan khusus. Padahal setiap pekerjaan yang ada di masyarakat dikerjakan dengan keterampilan dan keahlian khusus.
Saat ini keadaan saya sudah sangat mendesak untuk segera memiliki penghasilan sehingga bisa membantu ibu. Saya harus bangkit, maju dan meningkatkan harkat diri. Hal itu menjiwai seluruh tindakan saya. Saya teringat pepatah yang mengatakan bahwa : “Ada berbagai cara untuk mencapai tujuan yang sama”. “Dimana ada kemauan, pasti ada jalan” , Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang kecuali ia mengubahnya sendiri”. Bekal itulah yang saya miliki untuk mengatasi segala hambatan untuk mencapai tujuan.
Saya mengetahui bahwa suatu pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian dan keinginan akan terasa ringan, sehingga memberi perangsang untuk lebih maju. Untuk itu, tentu saja saya akan melakukan pekerjaan yang saya sukai suatu saat nanti. Meskipun saat ini sangat sulit bagi saya untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian ataupun keinginan saya.
Seseorang yang akan melakukan usaha tertentu harus memiliki pengetahuan yang cukup. Tanpa itu akan sulit menentukan lagkah-langkah lebih lanjut yang harus diambil untuk mengiringi atau mewujudkan keputusan tersebut. Jadi, yang pertama harus saya lakukan adalah mendapatkan keterangan sebanyak mungkin mengenai lapangan pekerjaan yang akan saya lakukan. Ini mencangkup: tugas apa saja yang bisa dilakukan, keterampilan yang diperlukan, keuntungan yang diperoleh, serta kemungkinan karier lebih lanjut. Keterangan mengenai pelaksanaan tugas tersebut perlu sekali diperoleh untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya mengenai lapangan kerja yang bersangkutan. Bila gambaran pekerjaan telah diperoleh dan sesuai dengan keinginan, maka perlu diputuskan apakah syarat-syarat untuk itu dapt dipenuhi. Dengan kata lain, adakah waktu serta tersediakah biaya yang diperlukan untuk itu. Tahapan-tahapan tersebut, harus dilakukan dalam mengambil suatu keputusan.
Selain hal di atas, masih ada faktor lain yang perlu diperlimbagkan dan mungkin bisa menjadi faktor penentu keberhasilan di masa yang akan datang. Ada pekerjaan yang pada saat tertentu menyerap banyak tenaga, sehingga seseorang yang terampil di bidang itu akan sangat diperlukan, tetapi seiring dengan berlagsungnya waktu , kebutuhan itu bisa menurun. Selain itu, ada juga yang saat ini dikenal masih baru tetapi kebutuhan sangat meningkat terus dengan cepat. Faktor-faktor ini harus diperhatikan, agar saya memiliki hari depan yang baik.
Saya sangat menyadari bahwa pada kenyataanya bekerja yang sesuai dengan harapan, kepribadian dan keinginan sangatlah sulit, apalagi, bagi seorang lulusan SMA seperti saya. Walau demikian saya tidak boleh berkecil hati, dan rendah diri. Saya tahu bahwa permulaan dari kerja sendiri adalah dimulai dari yang kecil, dengan suatu ketekunan dan kesungguhan. Yang kecil itu lama kelamaan bias menjadi besar. Bekal yang paling penting adalah rasa percaya diri dan keberanian. Keberanian dapat bertitik tolak dari harga diri. Memag, bekerja pada diri sendiri akan lebih terhormat daripada bekerja pada orang lain. Ada baiknya saya dulu sudah mempersiapkan kemampuan khas saya, lalu dipupuk sejak dini mulai masuk SMA, sehingga pada saat saya tamat seperti sekarang ini dan tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan sekolah, tiada menapatkan kesulitan dalam menciptakan pekerjaan.

Pilihan untuk bekerja, baik langsung setelah SMA atau setelah mengikuti kursus singkat adalah keputusan yang bijaksana daripada memaksakan diri. Ini adalah langkah maju daripada tidak segera mengambil keputusan. Saya sadar bahwa kemampuan saya untuk terjun ke dunia kerja juga belum memadai. Memasuki dunia kerja seawal mungkin berarti akan lebih cepat membina karier daipada menenpuh jalan yang tidak menentu ujung pangkalnya.
Saya akan membuktikan kalau lulusan SMA juga memiliki masa depan yang cerah asalkan mau megusahakannya. Sebaliknya, lulusan Sarjana jika tidak mampu mencari dan menciptakan lapangan pekerjaan tidaklah memiliki masa depan yang cerah.
Setelah tamat SMA, saya harus mampu memasuki hidup dengan lebih dewasa dan mandiri. Saya pun memutar otak, mencari jawaban apa yang akan aku usahakan sehingga bisa menghasilkan uang? Teringat kata bijak guruku kalau buku adalah gudang ilmu, saya pun pergi ke Perpustakaan Daerah. Sudah lama aku tidak meminjam buku karena pikiranku mengacu pada Ujian Nasional. Di sana, banyak sekali koleksi buku yang bisa menambah wawasan saya bagaiman membuak suatu usaha baru.
Aku mendapatkan sebuah buku yang aku cari-cari. Buku itu berjudul ” ” yang dikarang oleh. Di halaman buku tersebut saya temukan berbagai hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih suatu pekerjaan. Berikut ini pertimbangan tersebut:
Apakah saya…..
Senang mengambil keputusan sendiri?
Mempunyai bakat dan kemampuan untuk memotivasi orang lain?
Mempunyai bakat dan kemampuan untuk mengatur dan menguasai orang lain?
Senang bekerja di bawah bimbingan orang lain?
Menyukai pekerjaan yang penuh tantangan dan kompetensi?
Senang bekerja denga menggali gagasan, menyusun konsep atau memecahkan masalah?
Senang bekerja dalam kelompok atau dengan orang lain?
Senang bekerja dengan menggunakan alat dan memerlukan sikap koordinatif?
Sanggup dan senang bekerja secara bebas yang memerlukan prakarsa dan disiplin diri yang ketat.
Menyenangi pekerjaan detail tentang angka-angka
Menyenangi dan suka menolong orang lain
Mempunyai banyak bakat dan gagasan kreatif serta sanggup berupaya mencari kesempatan untuk mengeluarkan gagasan itu
Merasa puas dengan melihat hasil karya nyata
menyenangi pekerjaan dalam ruang terbatas
Senang pekerjaan yang bersifat pengulangan
Suka pekerjaan di luar dalam cuaca apapun
Senang pada pekerjaan yang sering berpindah tempat

Saya harus dapat meneliti sendiri dengan pernyataan tersebut di atas, dan ada lapangan pekerjaa terbuka, maka saya berusaha menyesuaikan hasil nilai diri.

٭٭٭

Saya masih saja belum menemukan usaha apa yang akan saya lakukan. Pada saat buntu seperti itu, saya berjalan-jalan menyusuri jalan tanpa arah. Aku ingin melihat apa saja yang dilakukan orang untuk mendapatkan uang. Tepat di depan sebuah sekolah, aku melihat seorang laki-laki kira-kira liga atau empat tahun lebih tua dariku. Dia adalah seorang penjual pentol. Dagangannya laris dibeli anak-anak sekolah. Aku semakin penasaran. Aku pun mendekatinya. Mula-mula aku membeli, lalu mengambil tempat duduk di bawah pohon dekat lelaki itu berjualan. Begitu terdengar bel sekolah itu berbunyi, tanda masuk sekolah, para siswa yang membeli pentol itupun masuk. Aku mendekat lelaki itu sambil memakan pentol yang sudah aku beli. Setelah berbasa-basi, aku pun mengetahui kalau lelaki yang bernama Doni itu sangat ramah. Dengan handuk yang ada di lehernya ia mengusap kerigat yang mengalir di dahi. Lalu duduk santai denganku. Percakapan tentang usahanyapun kami mulai.

Tahun 2010

     GAGAL

     Katanya, kegagalan adalah sukses yang tertunda. Itulah yang aku rasakan di tahun 2009. Semua usaha yang telah aku usahakan belum membuahkan hasil. Namun aku tidak boleh berputus asa. Aku akan terus bangkit untuk berkarya dan berkarya.
Ayo... manfaatkan kesempatan yang ada!