Pendidikan Karakter


Tanamkan Kebiasaan, Tunai Karakter:

Sebuah Pengantar Penulis Dalam Buku Baruku

            Suatu hari, ketika penulis sedang mengajar, penulis mendapati seorang siswa yang sedang mengoperasikan Hp. Penulis sengaja membiarkan siswa tersebut dan pura-pura tidak melihatnya. Setelah lama dibiarkan, siswa tersebut terus mengoperasikan Hpnya dengan sesekali tersenyum. Dia sama sekali tidak merasa bersalah atas apa yang dilakukannya.  Dia tidak lagi mengindahkan etika yang baik ketika seorang guru sedang mengajar.
            Lalu, penulis mendekati anak tersebut untuk meminta Hpnya. Anak itu memasukkan Hp ke dalam saku celananya.  Penulis yang juga guru bahasa Inggris bertanya, “What are you doing?”  Dia  menjawab kalau dia membalas sms dari ibunya.  Penulis meminta siswa itu menunjukkan smsnya. Dia tidak  mau membuka Hp. Penulis memaksa agar dia mau memberikan Hpnya. Setelah penulis buka smsnya, penulis mengetahui kalau dia baru saja sms dengan “mama”. Namun “mama” itu bukanlah ibunya sendiri. “Mama” adalah  pacarnya.  Rupanya anak tersebut sedang berkomunikasi dengan pacarnya lewat Hp ketika pelajaran sedang berlangsung.
Tidak cukup sampai di situ, setelah penulis membaca sms lain yang tersimpan di Hp, rupanya anak tersebut telah  melakukan tindakan yang  jauh menyimpang dari  etika, norma dan budaya bangsa Indonesia yang yaitu pergaulan bebas.  Selain itu, dia juga menyimpan video yang seharusnya tidak dia lihat.  Perbuatan siswa tersebut jika dicermati telah menyimpang dari karakter yang baik. Pertama dia tidak merasa bersalah dan meminta maaf atas perbuatannya. Kedua, bahasa yang digunakan di smsnya banyak sekali kata-kata kotor yang tidak sepatutunya diucapkan oleh seorang anak yang  baik. Ketiga bahasa yang digunakan dengan teman dekatnya selayaknya bahasa antara seorang suami dan istri. Keempat,  dia menyimpan video yang seharusnya belum dia lihat. Kelima, dia tidak memiliki motivasi  dan kemauan yang sungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran. Dengan kata lain, minat belajarnya sangat rendah. Keenam, dia tidak lagi memiliki sifat jujur. Berbohong sudah menjadi kebiasannya. Terbukti dia mengatakan kalau dia sedang menjawab sms dari ibunya seperti tanpa beban. Ketujuh, dia tidak memiliki kedisiplinan waktu. Waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar malah dia gunakan untuk  hal yang  tidak bermanfaat. Kedelapan, dia tidak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap materi pelajaran yang sedang dibahas guru. Selain itu tentunya masih ada lagi nilai moral yang bisa dibahas dari perbuatan anak tersebut.
Kisah nyata di atas hanyalah salah satu  perilaku yang dilakukan siswa sekarang ini. Masih banyak lagi perbuatan  menyimpang yang siswa lakukan dan  bahkan lebih parah lagi.  Kenyataan tersebut membuat penulis prihatin. Dari tahun ke tahun permasalahan siswa semakin komplek saja.  Memang, pada saat ini  siswa berada pada era globalisasi dimana  kemajuan teknologi, dan komunikasi  sangat pesat. Keadaan tersebut tidak bisa dielakkan lagi karena itu adalah tuntutan zaman.  Di satu sisi, kemajuan teknologi dan informasi memberikan dampak positif. Di sisi lain, justru bisa merusak karakter anak bangsa. Bagaimana tidak? Anak-anak  bisa melihat vidio, gambar-gambar dan film yang seharusnya tidak mereka lihat. Mereka telah mengetahui sesuatu yang belum saatnya mereka lihat. Dampaknya, banyak pergaulan siswa yang tidak lagi mengindahkan budaya ketimuran dan  agama. Mereka melakukan pergaulan bebas  yang merupakan budaya barat.
Karakter siswa juga dibentuk dari apa yang mereka lihat dari tayangan Televisi dan lingkungan dimana mereka tinggal. Banyak sekali berita tentang demonstrasi yang  dilakukan secara brutal dan anarkhis. Konflik antar warga, geng motor yang melakukan tawuran,  perkelahian antar pelajar, percurian, pemerkosaan dan berita lain yang secara tidak langsung memberikan tontonan dan tuntunan kepada siswa. Karena itulah kekerasan dilakukan tidak hanya oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak muda yang akan menjadi memegang kendali bangsa.
Kenyataan di atas tidak dapat dielakkan lagi. Zaman tidak bisa disalahkan. Satu hal penting yang harus diingat adalah tidak semua orang bersifat jelek, tidak semua siswa brutal,  masih banyak anak bangsa yang baik dan berbudi luhur. Karakter baik harus ditanamkan pada diri siswa agar mereka tidak terpengaruh oleh keadaan zaman. Siswa diharapkan memiliki karakter religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komuniktif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan  bertanggung-jawab. Inilah anak bangsa yang bermoral dan beradab. Mereka akan mengentaskan masyarakat ini dari keterpurukan moral dan membawa kehidupan yang lebih baik, sejahtera, aman, adil dan makmur.
Tidak salah pemerintah membuat program pendidikan karakter (Pendikar) yang diintergasikan dalam mata pelajaran. Selama ini penulis sebagai guru telah mengintegrasikan penanaman karakter ke dalam mata pelajaran dan tentunya para guru lainnya. Namun, sehemat penulis program itu tidak akan berjalan dengan baik jika pelaksanaannya hanya dari sisi guru saja. Guru telah diberi workshop tentang  Pendidikan Karekter  Bangsa dan bagaimana cara mengembangkannya dalam pembelajaran.  Namun dari siswa sendiri jarang mendapatkan panduan untuk  mengembangkan  nilai-nilai yang  dalam diri mereka.
Untuk itu, perlu sekali adanya buku yang menjembatani  program Pendidikan Karakter antara pemerintah dalam hal ini Kemendiknas, guru dan siswa. Siswa juga harus mengetahui nilai apa saja yang harus dikembangkan dan ditanamkan dalam diri mereka.  Penanaman suatu karekter oleh diri seseorang akan jauh lebih mengena dibandingkan oleh orang lain. Berangkat dari kenyataan di atas, penulis berusaha untuk menulis sebuh buku pengayaan untuk para siswa khususnya pada tingkat SMA/MA/SMK. Buku ini diharapkan bisa mempengaruhi siswa untuk membentuk karakter yang mulia pada diri mereka.
Memang membentuk karakter tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Karakter terbentuk dari  pola pikir dan penanaman kebiasaan. Apabila  pikiran manusia tidak dipola dengan baik, maka pikiran tersebut bisa berisi pikiran buruk yang sangat berpengaruh terhadap tindakan dan perbuatan.  Pikiran manusia tercermin dalam perbuatannya. Dalam buku ini penulis berusaha untuk menanamkan suatu pemahaman dalam pikiran siswa sehingga mereka memiliki pola pikir yang baik. Dengan pikiran yang baik dan positif, diharapkan akan terbentuk karakter dan perilaku  yang positif pula.
Lalu bagaimana cara menanamkan karakter tersebut pada diri siswa? Penulis mencoba membangkitkan pikiran bawah sadar siswa untuk memasukkan karakter pada diri mereka. Pikiran bisa mensugesti  diri. Karakter manusia dapat dibentuk asalkan orang tersebut berniat memiliki karakter baik dalam diri mereka. Dengan keyakinan, pembiasaan dan usaha yang sungguh-sungguh, semua hal bisa terjadi termasuk menjadi pribadi berkarakter mulia.
Siswa sendiri harus memiliki kemauan yang sungguh-sungguh untuk menjadi pribadi berkarakter. Bagaimana menumbuhkan kesadaran pada diri siswa? Salah satunya adalah memberikan bacaan yang bisa menginspirasi dan memotivasi untuk memperbaiki diri dan berubah ke arah yang diharapkan.
Siapapun kita, kita bisa memperbaiki diri kita asalkan kita mau melakukannya. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri dan menjadi pribadi berkarakter. Untuk mengubah karakter memang tidak mudah. Namun jika diupayakan, pasti ada jalan dan kemudahan. Penulis mengibaratkan orang yang tidak memiliki karakter yang baik adalah seperti sebuah gelas yang diisi dengan air hitam semacam air kopi. Jika secara terus-menerus gelas tersebut dituangi air putih yang bersih dan segar, lama-kelamaan, air yang berada di gelas akan berubah menjadi air putih. Sedangkan air kopi yang hitam tadi akan meluber sedikit demi sedikit. Pendapat penulis tersebut senada dengan kata-kata bijak berikut:
“Tanamkan buah pikiran dan Anda akan menuai tindakan;
Tanamkan tindakan dan Anda akan menuai kebiasaan;
Tanamkan kebiasaan dan Anda akan menuai karakter;
Tanamkan karakter dan Anda akan menuai keuntungan”
(Charles Reade)

Kata bijak tersebut menginspirasi penulis dalam menulis buku ini. Karena kedalaman maknanya, penulis menggunakan kata tersebut sebagai judul buku ini. Memang benar sekali bahwa karakter bermula dari sebuah kebiasaan. Kebiasaan yang buruk bisa diubah dengan kebiasaan yang baik. Karakter bukan harga mati yang tidak bisa diubah lagi. Apabila tidak ada upaya dari diri sendiri untuk memperbaiki diri, ibaratnya orang yang tidak berkarakter akan terus-menerus menjadi hitam sebagaimana gelas berisi air hitam tadi. Nah, dalam hal ini penulis membimbing untuk menuangkan air putih pada gelas berisi air hitam.  Penulis membantu untuk menghilangkan sifat buruk dan memasukkan sifat yang baik pada diri siswa.
Karakter bukanlah bawaan sejak lahir. Karakter harus dibiasakan mulai dari hal yang kecil dan dari diri sendiri. Tidak mungkin kita  bisa memperbaiki karakter dan moral masyarakat kecuali dari setiap individu dari perseorangan termasuk dari diri Anda.  Marilah kita latihkan pada diri kita sendiri kita tanamkan  karakter baik pada diri kita sehingga kita bisa mengispirasi orang-orang yang dekat dengan kita.
Buku ini disusun dengan menjabarkan 18 karakter sebagaimana harapan Kemendiknas. Penanaman karakter pada diri siswa melibatkan  pikiran bawah sadar. Hal ini diharapkan bisa mensugesti pikiran dan menanamkan karakter pada diri siswa. Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman penulis sebagai seorang guru SMA yang memperhatikan permasalahan yang dihadapi siswa berkaitan dengan 18 karakter. Bagian buku ini mengembangkan nilai, deskripsi dan indikator baik di sekolah maupun di kelas yang disusun oleh Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum.  Ada kata-kata mutiara di setiap babnya sehingga bisa membuata jiwa semakin kaya. Di akhir setiap bab ada lembar untuk instropksi diri sehingga siswa tergerak untuk introspeksi diri lalu tergerak untuk memperbaiki diri. Sebelum membaca buku ini disarankan untuk mengambil napas panjang, rilek, fokuskan pikiran dan membaca pelan-pelan sambil memasukkan karakter baik pada diri pembaca.
Apabila siswa sendiri telah memiliki kesadaran, maka mereka akan berusaha untuk menjadi pribadi yang baik dalam pengaruh apapun. Termasuk, dalam keadaan sosial masyarakat yang tidak kondusif. Semoga buku ini bisa menjadi buku pegangan untuk para siswa Indonesia.


1 komentar: