Sang Dwija

 
Suatu hari seorang kawan senior  menyebut saya dengan sebutan “Sang Dwija”. Mendengarnya saya merasa tersanjung sekali. Sungguh indah, agung dan elegan sekali sebutan itu. Ya, saya adalah seorang Dwija, Sang Dwija sejati.

Sang Dwija sejati menjadi guru sebagai  pilihan hidupnya bukan kerena disuruh orang tua, karena terpaksa, karena nasib atau takdir, atau karena hal lain. Menjadi guru adalah panggilan jiwa. Sang Dwija  menikmati tugas sebagai seorang guru dan berkeinginan untuk menjadi guru yang tidak biasa-biasa saja. Guru biasa  hanya melakukan tugas  utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa  sesuai dengan tugas pokok guru. Sang Dwija  ingin lebih dari itu karena ingin menjadi guru yang menginspirasi.

Sang Dwija keluar dari zona nyaman dengan mengikuti berbagai kompetisi nasional. Pada persiapan kompetisi itulah  mulai tumbuh karena ketidaknyamanan yang dialami membuatnya berpikir untuk menyelesaikan permasalahan demi permasalahan. Saya suka belajar tentang apa saja. Saya siap berubah ke arah yang lebih baik. Bahkan saya suka belajar dari siapa saja. Intinya saya selalu terbuka dengan ilmu baru. Saya menyadari bahwa ilmu selalu  bergerak dinamis mengikuti perkembangan teknologi dan zaman. Bisa jadi ilmu saya telah using kerena sudah muncul ilmu baru. Oleh karenanya saya mau mendengarkan siapapun untuk belajar.

Sang Dwija tidak  ingin  menjadi yang hanya bisa menceritakan, menjelaskan, dan menunjukkan. Saya ingin memberikan inspirasi untuk para siswa dengan memberikan teladan dan nasihat membangun pada siswa. Keteladanan tidak perlu banyak bicara tetapi bukti nyata. Dengan perbuatan nyata tanpa kata-kata, saya harap bisa menginspirasi sehingga bisa melahirkan siswa yang hebat. Tampaknya ini mudah sekali namun ternyata menjadi seorang guru yang menginspirasi  tidaklah mudah oleh karenanya saya terus belajar dan memperbaiki kualitas diri.

Sang Dwija adalah manusia biasa seperti yang lainnya, namun tekanan bekerja terkadang sangat berat untuk dihadapi karena saya melakukan banya hal diluar tugas utama. Dibalik tuntutan diri itu saya harus terus  menjaga senyum di wajah.  Saya  yakin selalu ada  sisi terang  dari tuntutan diri yang berat tersebut.  Saya terus berusaha untuk menemukan sesuatu yang positif dalam setiap situasi. Sikap positif bisa  mempengaruhi siswa dan berdampak pada pembentukan karakter. 

Sang Dwija juga harus menjadi seorang motivator dengan bahasa yang baik. Dengan kekuatan bahasa, guru bisa  membuat siswa fokus dan tertarik akan materi yang diajarkan. Selain bahasa  kontak mata, bahasa tubuh, perasaan dan ikatan emosional sangatah penting untuk meningkatkan kualitas mengajar.

Saya mungkin termasuk sang dwija yang kurang pekerjaan, guru tidak lazim dan guru yang gila. Lihatlah betapa banyak rintangan yang harus saya lalui.  Betapa banyak orang yang memandang saya sebelah mata dan menghalangi saya untuk maju. Lihatlah pula apakah saya melayani mereka? Saya tidak mau mengambil pusing apa kata orang karena akan membuat saya tertekan.  Menuruti kata ofang  akan membuat hidup tidak berkembang. Saya abaikan apa yang orang lain pikirkan tentang saya. Saya tidak bertugas untuk  menyenangkan mereka bukan?

Tidak sedikit orang suka menilai orang lain dan tidak mau menilai dirinya sendiri. Saya termsuk yang orang yang suka menilai orang lain namun saya simpan sendiri penilaiann itu sebagai instropeksi diri.  Orang lain bisa saja salah dalam menilai saya namun saya justru berterimakasih karena masih mereka sempat memikirkan saya. Saya tidak terlalu menghiraukan penilaian orang yain yang salah itu. Banyak hal yang lebih penting yang perlu dipikirkan daripada hal itu toh saya bukan orang yang harus diistimewakan.

Memiliki pemikiran yang gila dan aneh dari yang biasanya dipikirkan oleh orang lain memang tidak selamanya mudah.  Rasa takut untuk mencoba sesuatu pasti dialami oleh setiap orang. Tetapi Sang Dwija  ini sudah terbiasa dengan komentar negatif dari orang lain sehingga saya berani untuk mengambil resiko dan menerima tantangan. Kegagalan yang menimpa tidak menjadi penghalang  sudah siap untuk gagal dan bangkit lagi. Saya tetap bertahan dan berusaha dalam menghadapi hambatan, kesulitan.  Keteguhan hati menuntun untuk  tetap semangat meskipun merasa ingin berhenti atau menyerah. Sikap gigih, sabar dan pantang menyerah terhadap apapun membuat saya  selalu ngotot dalam meraih apa yang saya diinginkannya walaupun menghadapi hambatan dan tantangan.

Ketika saya melihat ada batu yang menghalangi jalan hidup saya menghancurkan batu tersebut tanpa rasa takut. Ternyata   rasa takut itu semu. Rasa takut hanya ada dalam pikiran yang belum tentu benar adanya nyatanya saya bisa menggapai mimpi-mimpi yang telah  diukir sejak dulu. 

Sang Dwija selalu optimis dan berpikir positif selalu memiliki pemikiran yang berorientasi masa depan. Sikap optimis dan berpikir positif akan membuat saya  kebal dengan keterpurukan karena kegagalan. Dalam hidup selalu ada masalah yang harus  dihadapi. Sang Dwija mempunyai masa-masa sulit yang harus disikapi dengan tetap optimis karena hal tersebut sangat penting untuk meraih mimpi besar dalam hidup.

Begitulah sang Dwija berproses dan membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini asalkan impian terus dipancarkan dalam diri dan diiringi usaha untuk mencapainya.  Ya, Sang Dwija harus terus menginspirasi sepanjang waktu.


Untuk Pak Sidik Pramono, Guruku Sepanjang Masa


Guru Sepanjang Masa

            Jika saya ditanya siapa guru yang paling mengesankan selama hidup, saya akan menjawab guru SD saya yang bernama Sidik Pramono. Nama itu terpatri pada memori jangka panjang saya. Guru SD saya itu tidak bisa terhapus menjadi guru yang paling mengesankan sepanjang masa. Beliau telah mengubah kebiasaan  anak-anak desa Bandar yang hanya bermain dan bermain sepanjang hari menjadi  kegiatan yang positif dan akademis.
            Pak  Sidik adalah guru olah raga dan sekaligus wali kelas ketika saya duduk di kelas tiga SD. Mengapa beliau sebegitu melekat dalam ingatan saya? Pak sidik adalah guru luar biasa. Beliau telah berhasil menanamkan mental disiplin kepada saya. Beliau  telah memberi tauladan yang sangat baik kepada saya bagaimana menjadi guru seharusnya. 
Apa yang beliau ajarkan kepada saya membuat saya menangis karena terharu atas pengertiannya kepada kami. Baiklah akan saya kisahkan apa yang sudah beliau ajarkan kepada kami, para murid-muridnya.
***
Sebagai guru muda dan juga guru baru saat itu, beliau membuat gebrakan yang sangat hebat. Beliau mengabdikan hidupnya untuk pendidikan secara total. Mulai pagi hari sampai malam hari waktunya dihabiskan untuk mendidik kami, aku dan teman-temanku.  Apalagi, beliau belum menikah saat itu.
Setiap  pagi, kegiatan sekolah  diawali dengan senam kesegaran jasmani. Pak Sidik mengajari senam Kesegaran Jasmani yang diiringi dengan musik. Hal itu membuat  kami bergembira dan bersemangat. Kami menirukan setiap gerakan yang dicontohkan Pak  Sidik. Dalam waktu  singkat kami sudah hafal gerakan senam kesegaran jasmani. Kata pak sidik, dengan rutin berolah raga badan akan menjadi sehat dan kuat.
Setelah senam, kami berbaris di depan kelas terlebih dahulu menjadi dua barisan. Barisan kanan dan barisan kiri. Ketua kelas memberikan aba-aba dengan tegas. ”Siap grak. Lencang kanan grak. Tegak grak. Jalan ditempat grak. Henti grak.” Begitulah dia memberi aba-aba. Dia memandang barisan di sebelah kanan dan kiri. Lalu memutuskan barisan mana yang boleh masuk terlebih dahulu. Barisan yang boleh masuk adalah barisan yang lebih rapi. Jika ketua kelas mengatakan barisan kanan yang maju, maka satu per satu siswa di barisan kanan memasuki kelas,  disusul siswa pada barisan kiri.  Itu adalah kebiasaan sebelum masuk kelas yang diajarkan pak Sidik.
Setelah berdoa, pak Sidik  mengucapkan salam lalu mengabsen siswa satu per satu. Demikianlah rutinitas yang setiap pagi dijalani tanpa bosan dan enggan. Satu hal yang tidak saya lupa dari pak Sidik adalah baunya sangat harum. Kami senang sekali mencium parfum pak Sidik. Begitu beliau masuk kelas, aroma segar menusuk hidung kami. Pak Sidik menyukai kebersihan. Bajunya selalu rapi dan bersih. Keadaan tersebut jauh berbeda dengan keadaan kelas dan juga kami semua para siswanya yang kotor dan dekil.
Tembok kelas kami berwarna putih kekuningan karena telah memudar.  Di atas papan tulis terpasang gambar presiden Soeharto  dan wakil presiden Umar Wirahadikusuma. Selain itu ada gambar-gambar pahlawan seperti  R.A Kartini, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol dan Jendral Sudirman. Wajah-wajah pahlawan itu tidak asing lagi bagi kami. Pada pelajaran PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa), pak Sidik selalu menceritakan kisah kepahlawanan  kepada kami. Selain gambar pahlawan, di dinding dekat meja guru terpasang jadwal mata pelajaran dan jadwal piket harian. Kami harus melaksanakan tugas piket seperti yang telah dijadwalkan. Tugas piket  adalah menyapu lantai,menghapus papan tulis dan mengambil kapur di kantor guru.
            Suatu hari Pak Sidik merencanakan untuk membersihkan kelas. Kami diajak kerja bakti mengepel kelas yang sangat kotor pada hari Minggu. Maklumlah lantai kelas kami pada waktu itu hanya dari plester  semen saja. Kami diminta untuk membawa peralatan  seperti ember, lap, kuas cat, sapu, kemucing dan peralatan lain yang kami miliki. Pak Sidik membagi tugas. Siswa yang membawa ember menggambil air di belik yang jaraknya lumayan jauh dari sekolah kami. Siswa yang membawa kuas  mengecat dinding dengan gamping yang dicairkan. Siswa yang membawa kemuceng membersihkan jendela. Siswa yang membawa sapu, menyapu lantai. Siswa yang membawa kain pel, menanti temannya yang sedang mengambil air, lalu mengepel lantai. Kami mengerjakan tugas masing-masing dengan baik.
 Beberapa jam kemudian ruang kelas tiga menjadi bersih dan tampak baru. Warna dinding yang semula kekuningan menjadi putih bersih. Lantai berdebu berganti menjadi lantai yang bersih. Kaca-kaca jendela berdebu  menjadi mengkilap.
Kalian sudah bekerja dengan hebat. Luar biasa. Kelas kita telah bersih sekarang. Namun, kerja kita belum selesai. Kita harus menjaga agar kelas ini selalu bersih. Untuk itu, mulai besuk  mari kita sepakat untuk melepas sepatu ketika akan masuk kelas. Kita akan membuat tempat sepatu dari pohon bambu. Oh ya. Masih ada satu hal lagi. Selain, menciptakan kelas yang bersih, kita juga akan menciptakan kelas yang indah. Kita bisa menempatkan vas bunga di atas meja guru. Pada mata pelajaran keterampilan nanti akan saya ajarkan keterampilan membuat bunga dari bahan-bahan yang bisa ditemukan di sekitar kita. Sekarang, karena hari sudah siang. Kalian boleh pulang. Sampai jumpa besuk pagi” begitu pak Sidik bertutur kepada kami.
Pada sore hari kami yang berminat diajak latihan baris berbaris, pramuka dan juga berbagai jenis olah raga. Sekolah menjadi ramai sepanjang hari. Kami menjadi termotivasi untuk selalu pergi ke sekolah. Kami bisa menemukan pengalaman dan hal-hal baru  yang belum  pernah kami lalukan selama ini. Maklumlah selama ini tidak ada yang membimbing kami sehingga kami hanya menghabiskan waktu dengan bermain saja.
            Pada hari Rabu dan Jum’at, Pak Sidik mengajarkan PBB  (Persiapan Baris Berbaris) kepada para siswanya. Dari situ saya diajari untuk disiplin dan  tegas. Beliau mengatakan supaya kami  memiliki disiplin “hidup”.  Kata beliau, disiplin “hidup” artinya disiplin yang berasal dari diri sendiri  dan Bukan disiplin “mati”, disiplin yang dilakukan karena alasan tertentu misalnya karena dilihat oleh guru. Disiplin “hidup” harus ditanamkan dalam diri seseorang sehingga seseorang itu akan melakukan suatu kebaikan bukan karena orang lain. Sampai saat ini saya belum pernah menemukan teori atau islilah adanya disimplin “hidup” dan “mati”. Mungkin itu temuan teori pak Sidik sendiri. Istilah itu selalu diucapkan hingga kami semua hafal diluar kepala.
            Pada petang hari, pak Sidik menjadi  guru mengaji kami. Kami diajari mengaji di rumah kos beliau. Rumah kos beliau digunakan untuk tempat mengaji karena belum ada mushola atau masjid. Kami mengaji dari Magrib hingga Isya’. Pak sidik mengajari kami dengan sabar dan telaten. Sungguh luar biasa guruku itu. Waktunya dihabiskan untuk kami para siswanya.   
            Pada musim kemarau, persediaan air semakin menipis. Udara sangat panas pada siang hari dan sangat dingin pada malam hari. Tanah kering berdebu dan terbang di bawa angin ke dedaunan dan rumah-rumah. Kulit manusia mengering dan telapak kaki menjadi pecah-pecah. Hal seperti itu juga terjadi pada kulit kami. Pak Sidik  yang sangat perhatian itu sangat prihatin dengan keadaan tersebut. Ia tidak tega menyaksikan kulit siswanya bersisik, kotor dan dekil. Biasanya timbul berbagai penyakit kulit atau kudisan.
Pak Sidik yang sangat perhatian, suatu hari meminta anak-anak untuk membawa pasir dan parutan kelapa. Kami lalu diajak ke belik. Disana kami diminta untuk menggosok kaki dan tangan kami dengan pasir.  Saya merasakan tangan dan kaki menjadi halus dan kotoran yang menempel jadi hilang. Setelah kering, kami diminta untuk menggosokkan parutan kepala ke tangan dan kaki. Hasilnya? Tangan dan kaki kami menjadi mengkilap. Kami diminta untuk membiasakan di rumah agar kulit kami bersih dan tidak “Busik” atau  “kusi”.
            Pada hari libur  kami diajak pergi ke gunung Gembes. Kami akan menggambar pemandangan alam dari atas gunung. Pak Sidik meminta kami membawa buku gambar, pensil, penghapus dan pensil warna. Kata beliau rekreasi sangat penting untuk membuat pikiran segar kembali. Rekreasi tidak harus di tempat wisata yang jauh dan harus membayar.  Untuk itu beliau mengajak kami rekreasi ke gunung Gembes. Gunung Gembes adalah  gunung yang ada di kecamatan Bandar kabupaten Pacitan yang merupakan mata air dari sungai Girindulu. Selama ini kami hanya melihatnya dari kejauhan. Kata orang-orang, jika kami berada di sana, kami bisa melihat pemancar TVRI. Saya penasaran untuk pergi ke sana. Pak Sidik berpesan agar kami semua membawa bekal berupa makanan dan minuman sendiri-sendiri.
Hari masih gelap ketika kami berangkat ke Gunung Gembes. Kami menyusuri jalanan dengan wajah ceria. Dinginnya udara yang menusuk kulit tidak kami hiraukan. Langkah kami  sangat mantap dan pasti. Ketika matahari mulai mengumpulkan sinarnya di ufuk timur, udara menjadi hangat. Tampak  pemandangan yang sangat indah. Burung-Burung berkicau di pohon-pohon seakan memberi salam kepada kami yang sedang berjalan menuju Gunung Gembes. Pemandangan seperti itu sebenarnya bukanlah hal yang baru bagi kami, namun kebersamaan itulah yang sangat mengesankan.
            Semakin lama panas matahari semakin terasa membakar kulit. Kami telah melewati perkampungan, sawah dan ladang hingga memasuki hutan.
            “Mari kita menyanyi bersama untuk menghilankan rasa lelah” ajak pak Sidik.
            “Naik  naik ke puncak gunung tinggi tinggi sekali. Kiri kanan kulihat saja banyak pohon cemara. Kiri kanan kulihat saja banyak pohon cemara.....” dendang kami dengan riang.
            “Karena yang kita lihat bukan pohon cemara melainkan pohon pinus, maka mari kita ganti kata “cemara” dengan “pinus”, kata pak Sidik.
“Naik  naik ke puncak gunung tinggi tinggi sekali. Kiri kanan kulihat saja banyak pohon pinusnya. Kiri kanan kulihat saja banyak pohon pinusnya.....” kami terus menyanyi dengan senang gembira.
            Kami berhenti di bawah pohon besar. Sorot matahari yang tajam terhalang oleh rimbunnya daun-daun. Angin gunung berhembus menerpa wajah kami yang merah padam. Lalu kami membuka bekal makan pagi dan memakannya dengan lahap. Selesai makan, kami melanjutkan perjalanan.
            Semakin ke atas, angin berhembus semakin kencang. Matahari semakin meninggi saja. Kulit kami terbakar matahari sampai merah padam. Keringat membasahi tubuh kami. Kami terus melangkah mendaki puncak gunung Gembes. Semakin ke puncak, kami semakin merasakan kepuasan dan kegembiraan yang luar biasa.  Kami ditunjukanpemancar TVRI oleh pak Sidik. Di atas puncak gunung, kami diminta untuk  mengeluarkan  alat gambar lalu menggambar pemandangan alam. Sungguh senang rasanya melakukan kegiatan seperti itu.
***
            Pak Sidik juga menjadi pembina Pramuka. Kami sering diajak penjelajahan dan juga berkemah. Kegiatan  Pramuka selalu menyenangkan dan seru. Saya sering ditunjuk untuk mengikuti perlombaan perkemahan mewakili sekolah di tingkat kecamatan.  Saya merasa bangga untuk itu. Banyak hal yang diajarkan pak Sidik dalam perlombaan pramuka. Diantaranya,  kami diminta untuk menjaga kebersihan dan kerapian tenda. Kami tidak boleh membuang sampah kecuali di tempat sampah. Jika kita sedang makan permen, dan tidak menemukan tempat sampah, kami harus menaruh bungkus permen tersebut di dalam saku. Ketika kita menemukan tempat sampah, barulah kita buang bungkus permen itu. Saya juga diajari untuk memanfaatkan apa yang tersedia di alam untuk berbagai keperluan misalnya  untuk hiasan, kami diminta untuk mencari bunga hidup dan memberikan air di dalam vas bunga agar tidak layu. Sungguh terkenang saya akan nasihat pak Sidik.
***
Jika pada musim penghujan  desa kami penuh debu, pada musim hujan tanah menjadi becek dan berlumpur. Tanah liat yang menempel di sepatu kami ikut masuk kelas. Bisa dibanyangkan betapa kotornya kelas kami. Pak  Sidik menganjurkan kepada kami untuk melepas sepatu sehingga “gedibal” atau tanah liat yang menempel di sepatu tidak ikut masuk. Kelas kami pun menjadi bersih karenanya.
            Untuk membersihkan kelas, kami diminta untuk membuat sapu yang terbuat dari jerami. Waktu itu, cara memanen padi  dilakukan dengan cara “ani-ani”  dengan alat yang namanya “pugut” pada bagian atas tangkai padi. Setelah padi ditumbuk, ada sisa jeraminya. Nah jerami itulah yang kami buat untuk sapu. Sekarang saya tidak bisa menemukan sapu  jerami lagi karena sekarang memanen padi tidak dengan “ani-ani” melainkan dipotong hingga bagian bawah padi.
Pada musim penghujan, kami juga melakukan  beberapa hal seperti kegiatan  reboisasi di tanah gundul. Kami diminta untuk membawa satu bibit pohon. Lalu kami menanam sendiri bibit pohon kami.  Pak Sidik bilang bahwa dengan menanam satu pohon berarti telah mewariskan satu pohon untuk anak cucu karena yang menikmati pohon yang kami tanam bukan kami melainkan anak cucu.
            Saya  juga tidak akan melupakan ketika pak sidik mengajak kami membuat taman bunga.  Kami diajarai mengambil rumput di lapangan desa untuk dijadikan taman.  Lapangan tempat kami  olah raga adalah lapangan desa yang menghijau karena rumput. Pak Sisik mengajari kami mengambil rumput untuk ditanam di tanah sekolah. Dengan cangkul, rumput diambil. Pengambilan rumput harus rapi membentuk segi empat. Rumput-ruput itu digunakan sebagai penyangga taman kami. Setelah selesai, barulah kami menanam bunga ditengahnya. Tamannya indah sekali.
Saya juga pernah diajak mencari batu lempung di sungai untuk hasta karya pada jam keterampilan. Dari tanah lempung itu, kami disuruh berkreasi untuk membuat hasta karya seperti asbak, patung, gelas, piring, dan lain-lain. Pada waktu itu saya yakin pak sidik tidak mengetahui kalau sesungguhnya beliau sudah melaksanakan pembelajaran berbasis potensi daerah lokal. Sungguh, pak Sidik adalah sosok guru yang  visioner. Saya pun baru menyadari betapa pak Sidik sudah menerapkan  berbagai pendekatan pembelajaran masa kini sejak dahulu kala.
Begitulah apa yang dilakukan guruku. Beliau sungguh menginspirasiku. Saya selalu mengingat beliau sebagai guru yang mengesankan selama-lamanya.  Ya, guru akan terus dikenang siswanya sepanjang masa. Pak Sidik selalu menginspirasi  sepanjang waktu. Semoga ilmu yang diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat dan akan dibawanya sebagai bekal  di akherat kelak karena saya adalah saksi bahwa pak Sidik telah memberikan ilmunya kepada saya, tauladan yang baik, motivasi hidup dan juga semangat belajar. Salam hormatku kepada Pak Sidik Pramono.
****



DESIGNING ENGLISH DAY’S SCHOOL CULTURE

DESIGNING  ENGLISH DAY’S SCHOOL CULTURE


Rustiani Widiasih, M.Pd

ABSTRACT

The purpose of this paper is to describe English Day Program in SMA BAKKTi Ponorogo. . In this study the researcher used descriptive qualitative methods. The data collected in this study using three data collection techniques are: Questionnaire. Interviews, and observations. With this technique the authors hope to be able to prove the suitability of respondents' answers in questionnaires and interviews with reality. Data processing in this study is Editing, it is the initial stage after obtaining data from questionnaires and interviews. Technique of data analysis used processing result of interview which have been done at the time of spreading of questioner.  SMA BAKTI is a school that apply English day Program. On that day the whole school  practicing English, both oral and written. The  students and teachers spending a great time sharing activities  and speaking in English. English Day is able to enhance student’s interests in learning English. English Day should be prepared specifically in fostering the students to master English. English Day implementation will be carried out every certain day. There are several requirements that should be prepared so the English Day will run well. They are: A “Punishment” Room, Mr. “Punishment”, evidence’s card, spy, “Punishment Box”, and of course a system regulation.

Key words: English day, school Culture


1. INTRODUCTION
English is widely used as a second language and a foreign language including Indonesia.  As a foreign language, English is taught as one of the subjects at schools.  The use of the English language in school is important to bring students proficient in communicating internationally. English is one of the basic elements that must be mastered in the era of globalization. There are many reasons why English is important. English spread across almost the entire world. Many countries  use English as the main language of communication. Not only that,  English is also widely used as a second language and a third language including Indonesia
English is a means of communication between peoples and countries so  is very important to be mastered actively. English is the global language in all aspects of life; schools, commerce, politics and tourism. The use of the English language worldwide makes this language more and more rooted in the community.
Learning English is not difficult but  also not easy. When the students are asked about what was the most difficult subjects, in addition to math they would answer English.  Although English is already taught since elementary school but students still consider English is a difficult subject. Actually what is the problem that English is hard to learn? An expert in the teaching of English Douglas Brown said that if we want to learn English, we should make English as part of  lives, which means that we should try to use English in our lives.
English is taught in  limited time in a senior high school. Whereas, studying  a foreign language need a lot of time. English is different from other subject  studied in schools such as mathematics, chemistry, physics, et cetera. English is a set of skills because English is a tool used by humans to communicate to others. It must be used or practiced in daily life to become an expert. There is no quick way to learn English. Just like  as a chefs need to practice cooking every day, a great musician also need to exercise every day.  There should be solution to that problem. English Day program could be one of good and effective solutions to improve English skill toward students. The implementation of English Day is an effective strategy to develop student’s English proficiency level.  English Day program  involved the students and teachers as well.
. "English day"  is an effective solution to master English. SMA BAKTI PONOROGO ever applied “English Day” Program and run  well. The writer intent to do the research about how the English Program in SMA BAKTI Ponorogo is applied become school culture.

 2. METHOD
            The research was conducted in SMA BAKTI Ponorogo. In this study the researcher used descriptive qualitative methods. The data collected in this study using three data collection techniques are: Questionnaire. Interviews, and observations. The questionnaire used is a closed questionnaire. Closed questionnaires are questionnaires whose answers are predetermined so that respondents cannot or do not have the opportunity to add another answer (Singarimbun and Effendi, 1989: 177). Interview. Interviews were conducted using interview guides consisting of 15 questions, to respondents  (the headmaster, tearhers, and students of SMA BAKTI) who had filled out questionnaires. This interview aims to clarify the questionnaire data that has been obtained from the respondents. Observation is a way of collecting data by plunging and looking directly into the field (SMA BAKTI), against the object being studied or the population. With this technique the authors hope to be able to prove the suitability of respondents' answers in questionnaires and interviews with reality. Data processing in this study is Editing, it is the initial stage after obtaining data from questionnaires and interviews. Technique of data analysis used processing result of interview which have been done at the time of spreading of questioner.

3. DISCUSSION
Each school has a different school culture and have not the same way in building a school  culture. Differences in this way that describes their "uniqueness" of the school culture. School culture affect the dynamics of the school. School culture also affect the speed of the school in response to changes depending on the ability of the school in designing school organization. The school is a social system that has a unique organization and patterns of social relations among its members that are unique as well. It's called school culture. School culture is not only the responsibility of the school authorities. Schools can work with other parties, such as family and community to define the pattern of school culture (Ariefa Efianingrum, 2007: 51).
According Zamroni (2006: 15)  culture can be defined as the quality of life of a school that grew and developed based on the spirit and values ​​espoused certain school. So school culture can be interpreted as an internal quality-setting, environment, atmosphere, taste, nature and climate are perceived by all people. Usually the school culture is displayed in the form of how principals, teachers and other education personnel work, learn and relate to each other so that a school tradition. English Day  pragram in SMA BAKTI is one example of good school culture. The participants came from all students, teachers and employees.
English day is one day among the six days of learning at school when it is compulsory for students to use English to communicate, both among students, students with teachers, administration, seller and averyone at school.  Within one day students are forced to practice speaking and writing in English. Because all within the scope involved in this will eliminate the shame or fear of being wrong in learning because many people learn too. Implementation of the program can socialize English language among students. In addition, this could also attract students to learn and love English and improve English speaking skills. English day is an effective effort to get used the students to use English in their life.
To achieve the successfulness of English day program in SMA BAKTI, the first thing that should be done is train the headmaster, the teachers, and all staff in speaking English. English teachers can be the trainer.  Besides that, it is required some support device such as the English vocabulary that is placed around the classes and school environment. The students assigned to simulate and practice in everyday life, especially in the implementation of English day because English Day Program carried one day in  a week.
There are many alternative activities in English day. The activities in the rest time for example are listening to music and watch a movie together. Watching movies together is not just watching the flow of the movie but also learned English by listening to the dialogue and to find a translation. Other activities are: chatting and interviewing, picture labeling, English song appreciation, Proverb exchanging, Yell writing, yell competition, games, English film appreciation, Story telling, Debate, Wall magazine writing, English recount presentation, and many others.
English Day should be prepared before the implementation will be carried out every certain day. There are several requirements that should be prepared so the English Day will run well. They are:
a. System regulation.
The school has very important rule in designing English day program. The headmaster and the teachers plan the program and make the rules together. It is very important to make rules. School regulation is needed to active and discipline students to obey the rules that have been created. Because it involves many people may not all be directly adhere to use English to communicate.  It is necessary also in charge of the monitoring team to monitor the progress of learners. The school must also think about what should be done if there are students who do not adhere to using English
b. Spy
Spy is a person who secretly collects and reports information about the students. A spy job is to secretly obtain information and secretly keeps watch on and others. All teachers become spy. The students in turn become spy based on the schedule. The spy write the evidence of disobey students on the evidence’s card. Then he/she puts the cards into the Punishment box.

c. Mr. “Punishment”
Mr. Punishment is someone whose job is collecting and giving punishment to the students who is proven do not speak English in their conversation. SMA  BAKTI  select an English teacher as Mr. punishment. A punishment is the imposition of an undesirable or unpleasant outcome upon students. Mr. Punishment has responsibility in colleting the evidence card, calling the students in a punishment room and giving punishment. The punishment is something educated such as writing vocabularies, writing story, delivering a speech, retelling a story, telling an experience, memorizing English vocabulary and so on.

d. “Punishment” Room
 If the students disobey the rule, they would get the consequences. If there are students who violate they will be punished. Punishment room is needed to treat the students who disobey the rule. It is not like  a jail but a special room completed with facilities of English learning.

e. Evidence’s card
Evidence is something that furnishes proof or testimony. An evidence card is used to write the proof of the students who do not speak English. It is in the form of expressions or sentences. The evidence consists of the time and place where the students speak not in English.

f. Punishment Box
Punishment box is a small rectangular of wood, metal, cardboard, etc.,  with a lid or removable cover. The fuction isto keep the “Punishement cards”.  It is places in some palces in school.
            Those are the requirenments of designing  English Day’s School Culture in SMA BAKTI Ponorogo.  English day program will run well if the school really apply the rule.



5. CONCLUSION
            From the discussion above it can be concluded that  to design  English day as school culture in SMA BAKTI, it need some preparation like System regulation, Spy, Mr. “Punishment, “Punishment” Room, Evidence’s card, Punishment Box. Designing English day’s as school Culture is impossible without the rule of the headmaster, teachers and all of the components at school.  English day program will run well if the school really applies the rules.



REFERENCES
.
Efianingrum, Ariefa. 2007. Kultur Sekolah yang Kondusif bagi Pengembangan Moral Siswa. Artikel Majalah Dinamika Pendidikan No.01/Th.IV Mei

Singarimbun, M. dan Effendi, S. (1989). Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.

Zamroni. 2006.Paradigma pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: BIDRAF Publishing


MOTIVASI HIDUP

ORANG YANG TAK PERNAH MENYERAH

Oleh: Rustiani Widiasih



     Siapa yang mau menjalani hidup dalam kemiskinan? Pastinya tidak ada seorangpun yang mau hidup dalam kemiskinan. Mungkin banyak yang tidak bias merasakan secara langsung bagaimana kehidupan mereka. Jika melihat paling hanya dari layar televisi atau membaca di koran atau majalah. Namun tidak demikian dengan saya. Saya dekat sekali dengan kehidupan mereka. Banyak sekali tetangga saya yang hidup dalam keadaan miskin. Jangankan membeli baju, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja mereka kesusahan.
     Sebut saja namanya Caplik. Saya memanggilnya, Yu Caplik. Sejak saya masih kecil, dia selalu membantu keluargaku. Bapak dan  ibukku yang seorang petani sangat memerlukan bantuan tenaganya. Dia melakukan apa saja untuk mendapatkan upah. Dia mencangkul, mencari rumput, memupuk tanaman, memanen hasil pertanian, memipil jagung, membersihkan kandang sapi dan kambing, memikul hasil panen dan lain-lain. Dia bekerja menggunakan ototnya. Sampai saat ini dia masih melakukan hal yang sama. Dia masih kuat melakukan pekerjaan itu. Dia menjual tenaganya untuk mendapatkan uang.
     Bersambung......





“Racikan Jitu” untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris dan Penguatan Karakter Siswa

“Racikan Jitu” untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris
 dan  Penguatan Karakter Siswa

Rustiani Widiasih


Tulisan best practice ini bertujuan untuk mendeskripsikan upaya  penulis dalam meningkatkan kompetensi terhadap pelajaran bahasa Inggris serta karakter mereka.
Strategi pemecahan masalah yang penulis lakukan adalah dengan  penumbuhan  rasa Cinta, pembinaan Anak Andalan dan penciptaan media jitu. Penumbuhan rasa cinta adalah: Upaya penulis dengan penuh rasa cinta kepada siswa supaya siswa cinta pada pelajaran yang diajarkan dengan memberikan poin pada setiap kegiatan yang dilakukan siswa  berhubungan sengan bahasa Inggris. Penciptaan media jitu adalah : Upaya yang telah dilakukan penulis selama menjadi guru dalam menciptakan media mengajar  yang sederhana namun jitu dan tepat untuk memudahkan siswa belajar bahasa Inggris. “Anak panah” Andalan adalah: Siswa yang dibimbing secara intensif  dan terus-menerus sehingga siap untuk diluncurkan sebagai andalan sekolah dalam mengikuti berbagai kompetisi bahasa Inggris
Penerapan pembelajaran melalui “Racikan Jitu” terdiri dari  tiga hal. Pertama, Penumbuhan Rasa Cinta. Langkah-langkah untuk menumbuhkan cinta adalah: (1) Kontrak belajar; (2) Menghargai  setiap   kegiatan yang berhubungan dengan Bahasa Inggris. dengan EPP; (3) Memberikan penghargaan atau hadiah kepada siswa yang mendapatkan poin tertinggi setiap bulannya.Kedua,  Bimbingan Anak Andalan. Pembinaan anak andalan dilakukan dengan: (1)Berkomunikasi dengan bahasa Inggris melalui grup WA; (2) Mendatangkan para juara dari sekolah lain dan professional couch; (3) Mengikuti berbagai perlombaan bahasa Inggris; (4) Melakukan pembinaan rutin setiap hari Selasa; (5) Mengadakan pembinaan intensif menjelang kompetisi, dan (6) Pendampingan pemberian Nilai bahasa Inggris siswa dari kelas X hingga kelas XII. Ketiga,  Penggunaan  Strategi Jitu. Strategi jitu meliputi Media dan strategi jitu  yang diciptakan sendiri oleh penulis.  Penggunaan strategi dan media dalam kegiatan pembelajaran sangat membuantu dan memudahkan siswa dalam memahami materi sehingga bisa meningkatkan hasil belajar siswa. Nilai karakter yang bisa dikembangkan melalui penerapan pembelajaran “Racikan Jitu’ adalah nilai karakter kemandirian, gotong royong dan nasionalisme.
          Berdasarkan hasil yang diperoleh, penulis merekomendasikan bahwa:
Sekolah bisa  menjadikan  “Racikan Jitu” sebagai program sekolah. Penumbuhan Rasa cinta siswa terhadap pelajaran dapat dilakukan dengan memberikan penghargaan terhadap apapun yang diucapkan dan dilakukan siswa. Pembuatan media jitu sangat membantu siswa dalam meningkatkan  hasil pembelajaran sehingga bisa digunakan oleh guru lain. Pembimbingan Anak  andalan sangat perlu dipersiapkan  karena bisa mengembangkan potensi siswa.

Inspiring

Proses Seleksi Guru Berprestasi Tahun 2017

Biarlah Foto sendiri yang Berbicara,
Perjalanan Meraih Juara 3 Guru Berprestasi Tingkat Nasional dalam Foto

Pemberian Penghargaan di Provinsi Jawa Timur

Juara 1, 2, 3 Guru berprestasi Jawa Timur.  Mohon izin saya mewakili ke tingkat Nasional
Selain mewakili Jawa Timur, saya juga wakil dari Ponorogo. Foto Bersama Kepala cabang dinas  dan Kepala sekolah
Kami guru dari jenjang TK, SD, SMP, SMA dan SMK Bersama Pembimbing Karya Tulis dari UNESA 
Pembekalan di Provinsi, revisi best practice
Pembelakalan terakhir dengan psikolog
Tim Perwakilan GTK Jatim berangkat Ke Jakarta.

Bertemu dengan rekan guru seluruh Indonesia
Tes tulis
Tes presentasi

Tes wawancara
Upacara 17 Agustus
Seminar Nasional
Kunjungan ke Istana Cipanas

Malam Apresiasi

Pengumuman Juara

Juara 3 Guru Berprestasi Tingkat Nasional, Rustiani Widiasih
Hore...dapat laptop