Untuk kawan yang belum mendapatkan soal UAS

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
PROGRAM PASCASARJANA
Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan, Surakarta, Telp./Fax. (0271) 632450


UJIAN AKHIR SEMESTER GASAL 2010/2011

Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Program Studi : pendidikan Bahasa Inggris
Semester : 1 (satu)
Penguji : Prof. Dr. Joko Nurkamto, M. Pd.

A. Soal
1. Jelaskan maksud pernyataan bahwa ”filsafat dapat mendorong berkembangnya ilmu” (philosophy is the mother of science).
2. Salah satu karakteristik berpikir filsafati adalah komprehensif. Jelaskan hal itu dan beri ilustrasi secukupnya dalam bidang keilmuan.
3. Secara ontologis, objek kajian ilmu adalah sesuatu yang dapat diamati dan diukur. Setujukah Anda dengan pernyataan itu? Jelaskan pendapat Anda dengan disertai ilustrasi yang memadai.
4. Apa yang dimaksud dengan metode ilmiah dan bagaimana metode tersebut teraplikasikan dalam kegiatan penelitian ilmiah?
5. Bagaimana Anda melihat hubungan antara ilmu dan agama? Berikan penjelasan secukupnya, disertai dengan ilustrasi tentang hal tersebut.

B. Petunjuk Cara Mengerjakan
1. Kerjakan semua soal di atas secara berurutan dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.
2. Jawaban hendaknya straighforward dan tidak berputar-putar.
3. Hasil pekerjaan ditulis di atas kertas A-4, font 12, times new romans, spasi 1,5.
4. Hasil pekerjaan semua mahasiswa ditaruh dalam satu map, kemudian oleh ketua kelas diserahkan kepada dosen penguji pada tanggal saat ujian akhir semester berlangsung (lihat jadwal ujian semester).
5. Bila ada 2 pekerjaan atau lebih yang sama, semuanya akan didiskualifikasi dan tidak akan diberi nilai.
6. Bersamaan dengan itu, makalah (baik yang telah dipresentasikan atau belum) yang telah direvisi juga dikumpulkan. Format makalah harus sesuai dengan model yang telah diberikan. Penyimpangan terhadap model dapat mengurangi nilai.
7. Dengan demikian, dalam satu folder terdapat dua map yang masing-masing berisi hasil pekerjaa ujian dan makalah yang telah direvisi.

Surakara, 23 Desember 2010
Dosen Penguji,



Prof. Dr. Joko Nurkamto, M. Pd.

TUGAS

CARA-CARA PEMEROLEHAN PENGETAHUAN

Abstract
The purpose of this paper is to examine how to acquire knowledge according to some expert opinion in different period. The method of acquiring knowledge is scientific method and non scientific one. The scientific method must follow these steps: formulating problem/question, doing observation, formulating a hypothesis, doing experiment, collecting and analyzing results and making conclusion. There are some kinds of research concerning with the purpose, method, level of explanation, kind and analysis. Furthermore, we will also elaborate about the difference of developing science from other knowledge.


1. PENDAHULUAN
Proses pemerolehan pengetahuan adalah terjadinya proses belajar pada murid yang sedang belajar. Memang sulit untuk mengetahui proses pemerolehan ilmu secara kasat mata, karena proses belajar berlangsung secara mental. Namun, dari berbagai hasil penelitian atau percobaan, para ahli psikologi dapat menggambarkan bagaimana proses tersebut berlangsung. Ahli psikologi behavior memandang bahwa proses belajar terjadi melalui ikatan stimulus-respon, sedangkan psikologi gestalt berpendapat proses pemerolehan pengetahuan didapat dengan memandang sensasi secara keseluruhan sebagai suatu objek yang memiliki struktur atau pola-pola tertentu, dan ahli psikologi konstruktivis berpendapat bahwa proses pemerolehan pengetahuan adalah melalui penstrukturan kembali struktur kognitif yang telah dimiliki agar bersesuaian dengan pengetahuan yang akan diperoleh sehingga pengetahuan itu dapat diadaptasi.

2. CARA-CARA PEMEROLEHAN PENGETAHUAN
a. Pemerolehan Pengetahuan menurut Pandangan Psikologi Behavioristik
Thorndike, salah seorang penganut paham psikologi behavior (dalam Orton, 1991:39; Resnick, 1981:12), menyatakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus tersebut. Pernyataan Thorndike ini didasarkan pada hasil eksperimennya di laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbagai situasi yang diberikan seekor hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat terbentuk bergantung pada kekuatan koneksi atau ikatan antara situasi dan respon tertentu. Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah laku manusia baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, menurut Hudojo (1990:14) teori Thorndike ini disebut teori asosiasi.
Selanjutnya, Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick, 1981:13) menge-mukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut: (1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon sering terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan –yang telah terbentuk akibat terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon— dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat; (2) Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.
Penganut paham psikologi behavior yang lain yaitu Skinner, berpendapat hampir senada dengan hukum akibat dari Thorndike. Ia mengemukakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus—respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, apabila representasinya mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan penguatan negatif adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena cenderung tidak menguatkan tingkah laku (Bell, 1981:151).
Gagne—yang disebut Orton (1991:39) sebagai modern neobehaviourists— membagi belajar dalam delapan jenis, yaitu dimulai dari belajar yang paling sederhana (belajar signal) dilanjutkan pada yang lebih kompleks (belajar S-R, rangkaian S-R, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah). Namun di dalam praktiknya, kedelapan tipe/jenis belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus-respon (Bell, 1981:108-123; Hudojo, 1990:25–30).
Hal tersebut dapat dijelaskan dari pendapat Gagne (dalam Hudojo, 1990:32), bahwa setiap jenis belajar tersebut terjadi dalam empat tahap secara berurutan. Tahap pertama pemahaman, setelah seseorang yang belajar diberi stimulus, maka ia berusaha untuk memahami karakteristiknya (merespon) kemudian diberi kode (secara mental). Hasil ini selanjutnya digunakan untuk menguasai stimulus yang diberikan yaitu pada tahap kedua (tahap penguasaan). Pengetahuan yang diperoleh dari tahap dua selanjutnya disimpan atau diingat, yaitu pada tahap ketiga (tahap pengingatan). Terakhir adalah tahap keempat, yaitu pengungkapan kembali pengetahuan yang telah disimpan pada tahap ketiga.
Berdasarkan pandangan psikologi behavior di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan seseorang itu diperoleh karena adanya asosiasi (ikatan) yang manunggal antara stimulus dan respon. Pengetahuan seseorang itu diperoleh dari sekumpulan ikatan stimulus-respon, semakin sering asosiasi ini digunakan apalagi diberi penguatan, maka akan semakin kuat ikatan yang terjadi.Jika dihubungkan dengan pengetahuan matematika, hal ini berarti semakin sering suatu konsep matematika (pengetahuan) diulangi maka konsep matematika itu akan semakin dikuasai. Sebagai contoh, apabila seorang anak telah mengetahui bahwa 3 x 4 sama dengan 12, kemudian anak tersebut sering ditanya tentang hal itu, maka ia akan semakin paham dan bahkan secara otomatis dapat menjawab dengan benar apabila ditanya, karena ikatan stimulus yaitu ”3 x 4 “ dengan responnya yaitu “12” akan semakin kuat.
b. Pemerolehan Pengetahuan Menurut Pandangan Psikologi Gestaltik
Psikologi gestalt dikembangkan di Eropa pada sekitar tahun 1920-an. Psikologi gestalt memperkenalkan suatu pendekatan belajar yang berbeda secara mendasar dengan teori asosiasi (behaviorism). Teori gestalt dibangun dari data hasil eksperimen yang sebelumnya belum dapat dijelaskan oleh ahli-ahli teori asosiasi. Meskipun pada awalnya psikologi gestalt hanya dipusatkan pada fenomena yang dapat dirasa, tetapi pada akhirnya difokuskan pada fenomena yang lebih umum, yaitu hakikat belajar dan pemecahan masalah (Resnick & Ford, 1981:129-130).
Berpikir sebagai fenomena dalam cara manusia belajar, diakui oleh para ahli psikologi gestalt sebagai sesuatu yang penting. Menurut Kohler (dalam Orton, 1991:89) berpikir bukan hanya proses pengkaitan antara stimulus dan respon, tetapi lebih dari itu yaitu sebagai pengenalan sensasi atau masalah secara keseluruhan yang terorganisir menurut prinsip tertentu. Katona, seorang ahli psikologi gestalt yang lain, juga tidak sependapat dengan belajar dengan pengkaitan stimulus dan respon. Berdasarkan hasil penelitiannya ia membuktikan bahwa belajar bukan hanya mengingat sekumpulan prosedur, melainkan juga menyusun kembali informasi sehingga membentuk struktur baru menjadi lebih sederhana (Resnick & Ford, 1981:143-144).
Esensi dari teori psikologi gestalt adalah bahwa pikiran (mind) adalah usaha-usaha untuk menginterpretasikan sensasi dan pengalaman-pengalaman yang masuk sebagai keseluruhan yang terorganisir berdasarkan sifat-sifat tertentu dan bukan sebagai kumpulan unit data yang terpisah-pisah (Orton, 1990:89). Para pengikut gestalt berpendapat bahwa sensasi atau informasi harus dipandang secara menyeluruh, karena bila dipersepsi secara terpisah atau bagian demi bagian maka strukturnya tidak jelas. Menurut Katona (dalam Resnick& Ford, 1981: 139) penemuan struktur terhadap sensasi atau informasi diperlukan untuk dapat memahaminya dengan tepat.
Jadi, menurut pandangan psikologi gestalt dapat disimpulkan bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian menyusunnya kembali dalam struktur yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami.
c. Pemerolehan Pengetahuan menurut Pandangan Konstruktivistik
Matthews (dalam Suparno, 1997) secara garis besar membagi aliran konstruktivisme menjadi dua, yaitu konstruktivisme psikologi dan sosiologi. Kemudian konstruktivisme psikologi juga dibagi menjadi dua yaitu: (1) konstruktivisme radikal, yang lebih bersifat personal, individual, dan subyektif, dan aliran ini dianut oleh Piaget dan pengikut-pengikutnya; dan (2) konstruktivisme sosial, yang lebih bersifat sosial, dan aliran ini dipelopori oleh Vigotsky. Ernest (1996) secara tegas membagi tiga aliran konstruktivisme yaitu konstruktivisme radikal, konstruktivisme sosial, dan konstruktivisme lemah (weak constructivism). Selanjutnya, yang akan dibahas dalam makalah ini hanyalah konstruktivisme psikologi/radikal yang dipelopori oleh Piaget dan konstruktivisme sosial yang dipelopori oleh Vygotsky.
Sebelumnya telah disinggung bahwa konstruktivisme psikologi/radikal dalam belajar dipelopori oleh Piaget (Suparno, 1997). Piaget mempunyai perbedaan pandangan yang sangat mendasar dengan pandangan kaum behavior dalam pemerolehan pengetahuan. Bagi kaum behavior pengetahuan itu dibentuk oleh lingkungan melalui ikatan stimulus-respon. Piaget berpandangan bahwa pemerolehan pengetahuan seperti itu ibarat menuangkan air dalam bejana. Artinya, pebelajar dalam keadaan pasif menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru. Bagi Piaget pemerolehan pengetahuan harus melalui tindakan dan interaksi aktif dari seseorang/pebelajar terhadap lingkungan (Orton, 1991).
Menurut Piaget pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (jamak) yang sering disebut dengan struktur kognitif. Dengan menggunakan skemata itu seseorang mengadaptasi dan mengkoordinasi lingkungannya sehingga terbentuk skemata yang baru, yaitu melalui proses asimilasi dan akomodasi. Selanjutnya, Piaget (dalam Bell, 1981: Stiff dkk., 1993) berpendapat bahwa skemata yang terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi itulah yang disebut pengetahuan. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan informasi (persepsi, konsep, dsb) atau pengalaman baru ke dalam struktur kognitif (skemata) yang sudah dimiliki seseorang. Akomodasi adalah proses restrukturisasi skemata yang sudah ada sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru yang tidak dapat secara langsung diasimilasikan pada skemata tersebut. Hal itu, dikarenakan informasi baru tersebut agak berbeda atau sama sekali tidak cocok dengan skemata yang telah ada. Jika informasi baru, betul-betul tidak cocok dengan skemata yang lama, maka akan dibentuk skemata baru yang cocok dengan informasi itu. Sebaliknya, apabila informasi baru itu hanya kurang sesuai dengan skemta yang telah ada, maka skemata yang lama itu akan direstrukturisasi sehingga cocok dengan informasi baru itu. Dengan kalimat lain, pandangan Piaget di atas dapat dijelaskan bahwa apabila suatu informasi (pengetahuan) baru dikenalkan kepada seseorang dan pengetahuan itu cocok dengan skema/skemata (sruktur kognitif) yang telah dimilikinya maka pengetahuan itu akan diadaptasi melalui proses asimilasi dan terbentuklah pengetahuan baru. Sedangkan apabila pengetahuan baru yang dikenalkan itu tidak cocok dengan struktur kognitif yang sudah ada maka akan terjadi disequilibrium, kemudian struktur kognitif tersebut direstrukturisasi kembali agar dapat disesuaikan dengan pengetahuan baru atau terjadi equilibrium, sehingga pengetahuan baru itu dapat diakomodasi dan selanjutnya diasimilasikan menjadi pengetahuan skemata baru. Untuk memperjelas uraian di atas perhatikan ilustrasi berikut.
Misalkan, pada seorang anak bernama Muhsin telah terbentuk skemata tentang persamaan linear yaitu pengertian persamaan linear, bentuk umum persamaan linear (ax + b = c), dan teknik penyelesaiannya. Suatu ketika kepadanya diperkenalkan persamaan kuadrat ax2 + bx + c = 0. Karena pengetahuan yang terbentuk dalam skemata Muhsin adalah tentang persamaan linear dan tidak cocok dengan persamaan kuadrat, maka Muhsin akan mengalami disequilibrium. Agar skemata tentang persamaan kuadrat itu dapat dibentuk, maka skemata tentang persamaan linear yang telah ada direstrukturisasi sehingga persamaan kuadrat dapat diakomodasi dan selanjutnya diasimilasi dan diadaptasi, sehingga terjadilah keadaan equilibrium. Akhirnya, terbentuklah skemata baru atau pengetahuan baru yaitu persamaan kuadrat.
Dengan demikian, asimilasi dan akomodasi merupakan dua aspek penting dari proses yang sama yaitu pembentukan pengetahuan. Kedua proses itu merupakan aktivitas secara mental yang hakikatnya adalah proses interaksi antara pikiran dan realita. Seseorang menstruktur hal-hal yang ada dalam pikirannya, namun bergantung pada realita yang dihadapinya. Jadi adanya informasi dan pengalaman baru sebagai realita mengakibatkan terjadinya rekonstruksi pengetahuan yang lama yang disebut proses asimilasi-akomodasi sehingga terbentuk pengetahuan baru sebagai skemata dalam pikiran sesorang.
Pengikut aliran konstruktivisme personal yang lain adalah Bruner. Meskipun Bruner mengklaim bahwa ia bukan pengikut Piaget tetapi teori-teori belajarnya sangat relevan dengan tahap-tahap perkembangan berpikir seperti yang dikemukakan Piaget. Salah satu teori belajar Bruner yang mendukung paham konstruktivisme adalah teori konstruksi. Teori ini menyatakan bahwa cara terbaik bagi seseorang untuk memulai belajar konsep dan prinsip dalam matematika adalah dengan mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu. Hal ini perlu dibiasakan sejak anak-anak masih kecil (Bell, 1981:143).
Sebelumnya telah disinggung bahwa konstruktivisme sosial dipelopori oleh Vygotsky. Secara umum, penganut faham konstruktivisme sosial memandang bahwa pengetahuan matematika merupakan konstruksi sosial. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa: (1) Basis dari pengetahuan matematika adalah pengetahuan bahasa, perjanjian dan hukum-hukum, dan pengetahuan bahasa merupakan konstruksi sosial; (2) Proses sosial interpersonal diperlukan untuk membentuk pengetahuan subyektif matematika yang selanjutnya melalui publikasi akan terbentuk pengetahuan matematika; obyektif dan (3) Obyektivitas itu sendiri merupakan masalah sosial (Ernest, 1991:42). Lebih lanjut, Ernest (1991: 43) menyatakan bahwa konstruktivisme sosial mengaitkan antara pengetahuan subyektif dan pengetahuan obyektif dalam suatu siklus melingkar. Maksudnya, pengetahuan matematika baru terbentuk melalui suatu siklus melingkar yaitu dimulai dari pengetahuan subyektif ke pengetahuan obyektif melalui suatu publikasi. Pengetahuan obyektif matematika diinternalisasi dan dikonstruksi oleh siswa selama proses belajar matematika.
Proses rekonstruksi yang dilakukan oleh siswa itu (menggabungkan pendapat Ernest, 1991dan Leiken & Zaslavsky, 1997) sebagai berikut. Pertama, pengetahuan obyektifdirepresentasikan siswa dengan mengkonstruk melingkar yang ditunjukkan dengan alur mengkaji/menyelidiki, menjelaskan, memperluas, mengevaluasi sehingga terjadi rekonstruksi metematika konsepsi awal. Kedua, konsepsi awal sebagai hasil rekonstruksi individu tersebut merupakan pengetahuan subyektif. Ketiga, pengetahuan subyektif tersebut di”kolaborasi”kan dengan siswa lain, guru dan perangkat belajar (siswa-guru-perangkat belajar) sehingga terjadi rekonstruksi sebagai hasil dari proses scaffolding. Keempat, pengetahuan yang direkonstruksi sebagai hasil dari proses scaffolding dan direpresentasikan oleh kelompok tersebut merupakan pengetahuan baru yaitu konsepsi siswa setelah belajar sehingga menjadi pengetahuan obyektif.

3. METODE PENGEMBANGAN ILMU

Secara alamaiah manusia mempunyai hasrat ingin tahu, dan bertolak dari hasrat ingin tahu ini manusia berusaha mendapatkan pengetahuan yang benar mengenai berbagai hal yang dihadapinya. Ada dua pendekatan untuk memperoleh kebenaran yaitu: pendekatan non ilmiah dan pendekatan ilmiah. Pendekatan non ilmiah dilandasi oleh akal sehat, prasangka, intuisi, penemuan kebetulan dan coba-coba serta pendapat otoritas ilmiah dan pikiran kritis.
Sedangkan dalam pendekatan ilmiah, orang berusaha untuk memperoleh kebenaran ilmiah yaitu pengetahuan yang kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapa saja yang berkehendak untuk mengujinya. Bagan berikut adalah gambaran metode pengembangan ilmu.



Kriteria metode ilmiah :
1. Berdasarkan fakta (bukan kira-kira, khayalan, legenda)
2. Bebas dari prasangka (tidak subyektif)
3. Menggunakan prinsip-prinsip analisis (kausalitas & pemecahan masalah
berdasarkan analisis yang logis)
4. Menggunakan hipotesis (sebagai pemandu jalan pikiran menuju pencapaian tujuan)
5. Menggunakan ukuran obyektif (bukan berdasarkan perasaan)
6. Menggunakan teknik kuantifikasi (nominal, rangking, rating




Karakteristik metode ilmiah :
1. Bersifat kritis, analistis, artinya metode menunjukkan adanya proses yang tepat untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan metode untuk pemecahan masalah.
2. Bersifat logis, artinya dapat memberikan argumentasi ilmiah.
3. Kesimpulan yang dibuat secara rasional berdasarkan buktibuktyang tersedia
4. Bersifat obyektif, artinya dapat dicontoh oleh ilmuwan lain dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula.
5. Bersifat konseptual, artinya proses penelitian dijalankan dengan pengembangan konsep dan teori agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
6. Bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkan pada fakta di lapangan.

Agar dapat diuraikan proses terbentuknya ilmu/pengetahuan ilmiah, perlu terlebih dahulu diuraikan syarat-syarat ilmu pengetahuan ilmiah yaitu:
1) Sistematik; yaitu merupakan kesatuan teori-teori yang tersusun sebagai suatu sistem.
2) Objektif; atau dikatakan pula sebagai intersubjektif, yaitu teori tersebut terbuka untuk diteliti oleh orang lain/ahli lain, sehingga hasil penelitian bersifat universal.
3) Dapat dipertanggungjawabkan; yaitu mengandung kebenaran yang bersifat universal, dengan kata lain dapat diterima oleh orang-orang lain/ahli-ahli lain. Tiga syarat ilmu pengetahuan tersebut telah diuraikan secara lengkap pada sub bab di atas.

Pandangan ini sejalan dengan pandangan Parsudi Suparlan yang menyatakan bahwa Metode Ilmiah adalah suatu kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Selanjutnya dinyatakan bahwa penelitian ilmiah dilakukan dengan berlandaskan pada metode ilmiah. Sedangkan penelitian ilmiah harus dilakukan secara sistematik dan objektif (Suparlan P., 1994). Penelitian ilmiah sebagai pelaksanaan metode ilmiah harus sestematik dan objektif, sedang metode ilmiah merupakan suatu kerangka bagi terciptanya ilmu pengetahuan ilmiah. Maka jelaslah bahwa ilmu pengetahuan juga mempersyaratkan sistematik dan objektif.
Sebuah teori pada dasarnya merupakan bagian utama dari metode ilmiah. Suatu kerangka teori menyajikan cara-cara mengorganisasikan dan menginterpretasi-kan hasil-hasil penelitian, dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang dibuat sebelumnya. Jadi peranan metode ilmiah adalah untuk menghubungkan penemuan-penemuan ilmiah dari waktu dan tempat yang berbeda. Ini berarti peranan metode ilmiah melandasi corak pengetahuan ilmiah yang sifatnya akumulatif. Dari uraian tersebut di atas dapatlah dikatakan bahwa proses terbentuknya ilmu pengetahuan ilmiah melalui metode ilmiah yang dilakukan dengan penelitian-penelitian ilmiah.
Pembentukan ilmu pengetahuan ilmiah pada dasarnya merupakan bagian yang penting dari metode ilmiah. Suatu ilmu pengetahuan ilmiah menyajikan cara-cara pengorganisasian dan penginterpretasian hasil-hasil penelitian, dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang dibuat sebelumnya oleh peneliti lain. Ini berarti bahwa ilmu pengetahuan ilmiah merupakan suatu proses akumulasi dari pengetahuan. Di sini peranan metode ilmiah penting yaitu menghubungkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah dari waktu dan tempat yang berbeda. Walaupun dalam ilmu pengetahuan alam (sains) metode ilmiah menekankan metode induktif guna mengadakan generalisasi atas fakta-fakta khusus, dalam rangka penelitian, penciptaan teori dan verifikasi, tetapi dalam ilmu-ilmu sosial, baik metode induktif maupun deduktif sama-sama penting. Walaupun fakta-fakta empirik itu penting peranannya dalam metode ilmiah namun kumpulan fakta itu sendiri tidak menciptakan teori atau ilmu pengetahuan (Suparlan P., 1994). Jadi jelaslah bahwa ilmu pengetahuan bukan merupakan kumpulan pengetahuan atau kumpulan fakta-fakta empirik. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena fakta-fakta empirik itu sendiri agar mempunyai makna, fakta-fakta tersebut harus ditata, diklasifikasi, dianalisis, digeneralisasi berdasarkan metode yang berlaku serta dikaitkan dengan fakta yang satu dengan yang lain.
Langkah-langkah metode ilmiah:
1. Perumusan masalah
pertanyaan mengenai obyek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait didalamnya.
2. Penyusunan kerangka pikir dalam pengajuan hipotesis
Dalam pengajuan hipotesis yzng merupakan argumetasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling terkait dan membentuk konstelansi permasalahan. Disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahannya.
3. Perumusan hipotesis
Jawaban sementara atas dugaan jawaban pertanyaaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
4. Pengujian hipotesis
Pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
5. Penarikan kesimpulan
Penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu dotolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Dan sebaliknya jika dalam proses penjujian tidak terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap sebagai bagian dari pengetahuan ilmiah.

Dengan metode ilmiah, ilmu bisa berkembang dengan sangat cepat. Salah satu faktor yang mendorong perkembangan ilmu adalah faktor sosial dari komunikasi ilmiah dimana penemuan individu segera dapat diketahui dan dikaji oleh anggota masyarakat ilmiwan lainnya.

4. KONSEP DAN JENIS PENELITIAN
Definisi dan Karakteristik Metode Penelitian Kuantitatif.
1. Definisi
Metode kuantitatif berakar pada paradigma tradisional, positivistik, eksperimental atau empiricist. Metode ini berkembang dari tradisi pemikiran empiris Comte, Mill, Durkeim, Newton dan John Locke. “Gaya” penelitian kuantitatif biasanya mengukur fakta objektif melalui konsep yang diturunkan pada variabel-variabel dan dijabarkan pada indikator-indikator dengan memperhatikan aspek reliabilitas. Penelitian kuantitatif bersifat bebas nilai dan konteks, mempunyai banyak “kasus” dan subjek yang diteliti, sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk data statistik yang berarti. Hal penting untuk dicatat di sini adalah, peneliti “terpisah” dari subjek yang ditelitinya.
Pada hakikatnya setiap penelitian kuantitatif dalam ilmu-ilmu sosial menerapkan filosofi yang disebut deducto hipothetico verifikatif artinya, masalah penelitian dipecahkan dengan bantuan cara berpikir deduktif melalui pengajuan hipotesis yang dideduksi dari teori-teori yang bersifat universal dan umum, sehingga kesimpulan dalam bentuk hipotesis inilah yang akan diverifikasi secara empiris melalui cara berpikir induktif dengan bantuan statistika inferensial.
Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu. Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui apa yang menjadi ciri sesuatu itu. Untuk itu pengamat mulai mencatat atau menghitung dari satu, dua, tiga dan seterusnya.
Berdasarkan pertimbangan dangkal demikian, kemudian peneliti menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup setiap penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata dan perhitungan statistik lainnya. Dengan kata lain, penelitian kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka atau kuantitas. Hasil analisis kuantitatif cenderung membuktikan maupun memperkuat teori-teori yang sudah ada.


2. Ciri-ciri penelitian kuantitatif:
1. Asumsi
Asumsi ontologis: realitas bersifat objektif dan singular terpisah dari peneliti; peneliti independen dari yang diteliti (asumsi epistemologis), bebas nilai dan menghindarkan bias (asumsi aksiologis); formal, berdasar definisi, impersonal dan menggunakan bahasa kuantitatif (asumsi retoris); proses deduktif, sebab akibat, desain statis kategori membatasi sebelum studi, bebas konteks, generalisasi mengarah pada prediksi, eksplanasi dan pemahaman, akurasi dan reliabilitas melalui validitas dan reliabilitas (asumsi metodologis).
Penelitian kuantitatif memiliki ciri khas berhubungan dengan data numerik dan bersifat obyektif. Fakta atau fenomena yang diamati memiliki realitas obyektif yang bisa diukur. Variabel-variabel penelitian dapat diidentifikasi dan interkorelasi variabel dapat diukur. Peneliti kuantitatif menggunakan sisi pandangannya untuk mempelajari subyek yang ia teliti (etik). Keunggulan penelitian kuantitatif terletak pada metodologi yang digunakan.

2. Tujuan penelitian
Penelitian kuantitatif memiliki tujuan menjeneralisasi temuan penelitian sehingga dapat digunakan untuk memprediksi situasi yang sama pada populasi lain. Penelitian kuantitatif juga digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat antar variabel yang diteliti, menguji teori, mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediktif.

3. Pendekatan
Penelitian kuantitatif dimulai dengan teori dan hipotesis. Peneliti Peneliti menggunakan teknik manipulasi dan mengkontrol variabel melalui instrumen formal untuk melihat interaksi kausalitas. Peneliti mencoba mereduksi data menjadi susunan numerik selanjutnya ia melakukan analisis terhadap komponen penelitian (variabel). Penarikan kesimpulan secara deduksi dan menetapkan norma secara konsensus. Bahasa penelitian dikemas dalam bentuk laporan.

4. Peran peneliti
Dalam penelitian kuantitatif, peneliti secara ideal berlaku sebagai observer subyek penelitian yang tidak terpengaruh dan memihak (obyektif).
5. Pendekatan kuantitatif lebih menitikberatkan pada frekwensi tinggi
6. Kebenaran dari hasil analisis penelitian kuantitatif bersifat nomothetik dan dapat
digeneralisasi.
7. Penelitian kuantitatif menggunakan paradgma positivistik-ilmiah. Segala sesuatu dikatakan ilmiah bila dapat diukur dan diamati secara obyektif yang mengarah kepada kepastian dan kecermatan (Sunarto, 1993: 3). Karena itu, paradigma ilmiah-positivisme melahirkan berbagai bentuk percobaan, perlakuan, pengukuran dan uji-uji statistik.
8. Penelitian kuantitatif sering bertolak dari teori, sehingga bersifat reduksionis dan verifikatif, yakni hanya membuktikan teori (menerima atau menolak teori).
9. Penelitian kuantitatif khususnya eksperimen, dapat menggambarkan sebab-akibat. Peneliti seringkali tertarik untuk mengetahui: apakah X mengakibatkan Y? atau, sejauh mana X mengakibatkanY? Jika peneliti hanya tertarik untuk mengetahui pengaruh X terhadap Y, penelitian eksperimen akan mengendalikan atau mengontrol berbagai variabel (X1, X2, X3 dan seterusnya) yang diduga akan berpengaruh terhadap Y. Kontrol dilakukan sedemikian rupa bukan hanya melalui teknikteknik penelitian melainkan juga melalui analisis statistik.
10. Mengenai waktu pengumpulan dan analisis data sudah dapat dipastikan. Peneliti dapat menentukan berbagai aturan yang terkait dengan pengumpulan data; jumlah tenaga yang diperlukan; berapa lama pengumpulan data akan dilakukan; dan jenis data yang akan dikumpulkan sesuai hipotesis yang dirumuskan. Hal ini sejalan dengan instrumen yang sudah baku dan sudah dipersiapkan. Demikian halnya model analisis data, uji-uji statistik, dan penyajian data – termasuk tabel-tabel yang akan dipergunakan — sudah dapat ditentukan.
C. Definisi dan Karakteristik Metode Penelitian Kualitatif.

1. Definisi
Penelitian kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif www.Wikipedia.com. Menurut Strauss dan Corbin yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.
Bogdan dan Taylor (1992: 21-22) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yng menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasil kan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perpektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang kenyataan-kenyataan (Hadjar, 1996 dalam Basrowi dan Sukidin, 2002: 2)

Penelitian kualitatif digunakan sebagai istilah payung strategi penelitian dengan karakteristik berikut.
• Data penelitian merupakan data lunak (soft data), yakni data yang kaya akan deskripsi orang, benda, tempat, dan percakapan atau tuturan.
• Masalah penelitian dirumuskan dalam wujud fokus penelitian yang menggambarkan kompleksitas masalah penelitian sesuai dengan konteksnya (bukan dalam wujud variabel, pertanyaan, atau hipotesis).
• Data dikumpulkan dari dan dalam latar alamiah, yakni latar nyata dan sebagaimana adanya.
Teknik penelitian yang populer digunakan dalam penelitian kualitatif adalah:
• observasi partisipatif, yakni peneliti sebagai pengamat sekaligus sebagai partisipan penelitian; dan
• wawancara mendalam, yakni peneliti menggali informasi secara utuh, menyeluruh, dan mendalam untuk memperoleh pandangan, pemikiran, dan keyakinan subjek, responden, atau informan serta untuk memperoleh sistem yang berlaku dalam pranata suatu komunitas yang diteliti.
Nama lain penelitian kualitatif adalah (1) penelitian lapangan atau field work (dalam bidang antropologi); (2) penelitian naturalistik atau alamiah (dalam bidang pendidikan); dan penelitian etnografi (dalam bidang antropologi).

2. Karakteristik penelitian kualitatif.

Karakteristik penelitian kualitatif dapat dikemukakan berikut ini.
• Penelitian kualitatif bersifat alamiah (naturalistic), yakni latar langsung sebagai sumber data dan peneliti sebagai instrumen kunci (key instrument).
• Data penelitian kualitatif bersifat deskriptif, yakni data berupa kata-kata dan gambar yang diperoleh dari transkripsi wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, dokumen resmi, memo, dan dokumen-dokumen lainnya.
• Di samping hasil, penelitian kualitatif menekankan proses, yakni proses yang terjadi dan berlangsung pada sumber data (subjek/informan, objek, dan responden) beserta keseluruhan konteks yang melingkupinya, di samping data yang dihasilnyannya.
• Analisis data penelitian kualitatif cenderung secara induktif untuk memperoleh abstraksi dari keseluruhan data yang diperoleh.
• Penelitian kualitatif menggali makna kehidupan berdasarkan perspektif partisipan, yakni berdasarkan proses subjek mengkonstruk atau menyusun makna dan berdasarkan proses mendeskrispsikan makna yang disusun subjek.

Sebagai catatan tambahan, sumber data penelitian kualitatif dapat dibedakan atas (1) subjek penelitian, yakni sumber data, misalnya orang, yang aktif sebagai penghasil data (siswa, guru, pegawai kantor pos, camat, buruh pabrik, misalnya); (2) objek penelitian, yakni sumber data, misalnya benda, yang berisi data (candi, novel, kumpulan puisi, surat pribadi, otobiografi, misalnya); dan (3) responden, yakni orang yang merespon atau menjawab kuesioner atau angket yang diberikan peneliti saat mengumpulkan data. Dalam bidang linguistik struktural, sumber data ini lazim disebut sebagai informan, yakni penutur atau pemakai bahasa sebagai sumber korpus data bahasa.

4.1. Konsep Penelitian

Definisi Penelitian adalah:
1. Suatu metode untuk menemukan kebenaran yang juga merupakan sebuah pemikiran kritis (critical thinking). Penelitian meliputi pemberian definisi dan redefinisi terhadap masalah, merumuskan hipotesis atau jawaban sementara, membuat kesimpulan dan sekurang-kurangnya mengadakan pengujian yang hati-hati atas semua kesimpulan untuk menentukan kecocokan dengan hipotesis. (Woody,1927)
2. Suatu metode studi melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut (Hilway, 1956).
3. Pencarian atas sesuatu (inquiry) secara sistematis terhadap masalahmasalah yang dapat dipecahkan. (Parson, 1946).
4. Kerjasama ilmiah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka memperoleh informasi/temuan/produk baru melalui metodologi yang berkaitan erat dengan satu atau beberapa disiplin ilmu.(Depdiknas RI)
5. Pencarian fakta menurut metode obyektif yang jelas untuk menemukan hubungan antar fakta dan menghasilkan dalil atau hukum (John, 1949).
6. Percobaan yang hati-hati dan kritis untuk menemukan sesuatu yang baru (Nazir, 1988)

Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian adalah Usaha pemecahan masalah Berdasarkan fakta-fakta atau prinsip-prinsip menemukan, mengumpulkan, mengembangkan, menganalisis dan menguji kebenaran) Dikerjakan dengan hati-hati, sistematis dan berdasarkan ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah
Metode Penelitian adalah: Cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional artinya penelitian dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal shg terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris artinya cara yang digunakan dapat diamati dengan indera manusia. Sistematis artinya proses penelitian menggunakan langkah2 ttt yang bersifat logis.

Penelitian dikatakan “baik” jika :
1. Tujuannya jelas
2. Dilakukan dengan hati-hati, cermat dan teliti
3. Rancangan metodologi yang cermat dan jelas
4. Mengembangkan hipotesis yang dapat diuji
5. Dapat diulang oleh peneliti lain sehingga dapat diuji validitas dan reliabilitasnya
6. Memiliki akurasi yang tinggi (dapat diterima)
7. Obyektif, kesimpulan berdasarkan fakta
8. Konsistensi istilah
9. Koherensi : terdapat keterkaitan antar bagian
10. Berimbang antara nilai manfaat dengan biaya

4.2 Jenis-jenis Penelitian
Secara umum pendekatan penelitian atau sering juga disebut paradigma penelitian yang cukup dominan adalah paradigma penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Dari segi peristilahan para akhli nampak menggunakan istilah atau penamaan yang berbeda-beda meskipun mengacu pada hal yang sama, untuk itu guna menghindari kekaburan dalam memahami kedua pendekatan ini, berikut akan dikemukakan penamaan yang dipakai para akhli dalam penyebutan kedua istilah tersebut seperti terlihat dalam tabel 1 berikut ini :
Tabel Istilah penelitian kualitatif dan kuantitative
Quantitative Qualitative Authors
Rasionallistic Naturalistic Guba &Lincoln (1982)
Inquiry from the Outside Inquiry from the inside Evered & Louis (1981)
Functionalist Interpretative Burrel & Morgan (1979)
Positivist Constructivist Guba (1990)
Positivist Naturalistic-ethnographic Hoshmand (1989)
Sumber : Julia Brannen (Ed): 1992 : 58)
Sementara itu Noeng Muhadjir (1994 : 12) mengemukakan beberapa nama yang dipergunakan para ahli tentang metodologi penelitian kualitatif yaitu: grounded research, ethnometodologi, paradigma naturalistik, interaksi simbolik, semiotik, heuristik, hermeneutik, atau holistik . perbedaan tersebut dimungkinkan karena perbedaan titik tekan dalam melihat permasalahan serta latar brlakang disiplin ilmunya, istilah grounded research lebih berkembang dilingkungan sosiologi dengan tokohnya Strauss dan Glaser (untuk di Indonesia istilah ini diperkenalkan/dipopulerkan oleh Stuart A. Schleigel dari Universitas California yang pernah menjadi tenaga ahli pada Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu soaial Banda Aceh pada tahun 1970-an), ethnometodologi lebih berkembang di lingkungan antropologi dan ditunjang antara lain oleh Bogdan , interaksi simbolik lebih berpengaruh di pantai barat Amerika Serikat dikembangkan oleh Blumer, Paradigma naturalistik dikembangkan antara lain oleh Guba yang pada awalnya memperoleh pendidikan dalam fisika, matematika dan penelitian kuantitatif.
Dalam perkembangannya, belakangan ini nampaknya istilah penelitian kualitatif telah menjadi istilah yang dominan dan baku, meskipun mengacu pada istilah yang berbeda dengan pemberian karakteristik yang berbeda pula, namun bila dikaji lebih jauh semua itu lebih bersifat saling melengkapi/memperluas dalam suatu bingkai metodologi penelitian kualitatif.
Oleh karena itu dalam wacana metodologi penelitian, umumnya diakui terdapat dua paradigma utama dalam metodologi penelitian yakni paradigma positivist (penelitian kuantitatif) dan paradigma naturalistik (penelitian kualitatif), ada ahli yang memposisikannya secara diametral, namun ada juga yang mencoba menggabungkannya baik dalam makna integratif maupun bersifat komplementer, namun apapun kontroversi yang terjadi kedua jenis penelitian tersebut memiliki perbedaan-perbedaan baik dalam tataran filosofis/teoritis maupun dalam tataran praktis pelaksanaan penelitian, dan justru dengan perbedaan tersebut akan nampak kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga seorang peneliti akan dapat lebih mudah memilih metode yang akan diterapkan apakah metode kuantitatif atau metode kualitatif dengan memperhatikan obyek penelitian/masalah yang akan diteliti serta mengacu pada tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
Meskipun dalam tataran praktis perbedaan antara keduanya seperti nampak sederhana dan hanya bersifat teknis, namun secara esensial keduanya mempunyai landasan epistemologis/filosofis yang sangat berbeda. Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang mewakili paham positivisme, sementara itu penelitian kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang mewakili paham naturalistik (fenomenologis). Untuk lebih memahami landasan filosofis kedua paham tersebut, berikut ini akan diuraiakan secara ringkas kedua aliran faham tersebut.
Perbedaan Aksioma Paradigma Positivisme dan Alamiah
No Aksioma Tentang Paradigma
Positivisme/Kuantitatif Paradigma Alamiah/Kualitatif
1 Hakikat kenyatan Kenyataan adalah tunggal, nyata dan fragmentaris Kenyataan adalah ganda,dibentuk, dan me-rupakan keutuhan
2 Hubungan pencari tahu dan yang tahu Pencari tahu dengan yang tahu adalah bebas, jadi ada dualism Pencari tahu dengan yang tahu aktif bersama, jadi tidak dapat dipisahkan
3 Kemungkinan Generalisasi Generalisasi atas dasar bebas-waktu dan bebas-konteks (pernyataan nomotetik) Hanya waktu dan konteks yang mengikat hipotesis kerja (pernyataan idiografis) yang dimungkinkan
4 Kemungkinan hubungan sebab akibat Terdapat penyebab sebenarnya yang secara temporer terhadap, atau secara simultan terhadap akibatnya Setiap keutuhan berada dalam keadaan mempe-ngaruhi secara bersama-sama sehingga sukar mem-bedakan mana sebab dan mana akibat
5 Peranan nilai Inkuirinya bebas nilai Inkuirinya terikat nilai
Sumber : Lexy J. Moleong : 2000 : 31)
Dalam tataran metodologis perbedaan landasan filosofis terrefleksikan dalam perbedaan metode penelitian, dimana positivisme dimanifestasikan dalam metode penelitian kuantitatif sedangkan fenomenologi dimanifestasikan dalam metode penelitian kualitatif. Kedua pendekatan ini sering diposisikan secara diametral, meskipun belakangan ini terdapat upaya untuk menggabungkannya baik dalam bentuk paralelisasi maupun kombinasi, adapun perbedaan antara metode kuantitatif dengan kualitatif adalah sebagai berikut :
Perbedaan Metode Kuantitatif dengan Kualitatif
No Metode Kuantitatif Metode Kualitatif
1 Menggunakan hiopotesis yang ditentukan sejak awal penelitian Hipotesis dikembangkan sejalan dengan penelitian/saat penelitian
2 Definisi yang jelas dinyatakan sejak awal Definisi sesuai konteks atau saat penelitian berlangsung
3 Reduksi data menjadi angka-angka Deskripsi naratif/kata-kata, ungkapan atau pernyataan
4 Lebih memperhatikan reliabilitas skor yang diperoleh melalui instrumen penelitian Lebih suka menganggap cukup dengan reliabilitas penyimpulan
5 Penilaian validitas menggunakan berbagai prosedur dengan mengandalkan hitungan statistic Penilaian validitas melalui pengecekan silang atas sumber informasi
6 Mengunakan deskripsi prosedur yang jelas (terinci) Menggunakan deskripsi prosedur secara naratif
7 sampling random Sampling purposive
8 Desain/kontrol statistik atas variabel eksternal Menggunakan analisis logis dalam mengontrol variabel ekstern
9 Menggunakan desain khusus untuk mengontrol bias prosedur Mengandalkan peneliti dalam mengontrol bias
10 Menyimpulkan hasil menggunakan statistik Menyimpulkan hasil secara naratif/kata-kata
11 Memecah gejala-gejala menjadi bagian-bagian untuk dianalisis Gejala-gejala yang terjadi dilihat dalam perspektif keseluruhan
12 Memanipulasi aspek, situasi atau kondisi dalam mempelajari gejala yang kompleks Tidak merusak gejala-gejala yang terjadi secara alamiah /membiarkan keadaan aslinya
(diadaptasi dari Jack R. Fraenkel & Norman E. Wallen. 1993 : 380)
Selanjutnya akan digambarkan perbedaan asumsi-asumsi dari paradigma Kuantitatif dengan Kualitatif lengkap dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang digunakan masing-masing paradigma serta implementasi dalam penelitian berdasarkan asumsi-asumsi dan pertanyaan-pertanyaan penelitian dari masing-masing paradigma, sebagai berikut:
Asumsi-asumsi Paradigma Kuantitatif dan Kualitatif

Asumsi Pertanyaan Kuantitatif Kualitatif
1. Asumsi Ontologi Apakah realitas itu secara alamiah? Realitas itu objektif, dan tunggal, terpisah dari peneliti Realitas itu subjektif dan ganda, seperti yang dilihat oleh peneliti dalam studinya
2. Asumsi Epistomologi Apa hubungan peneliti dengan yang diteliti? Peneliti tidak tergantung dari yang diteliti Peneliti berinteraksi dengan apa yang diteliti
3. Asumsi Nilai Apa peran nilai? Bebas nilai dan tidak bias Tidak bebas nilai dan bias
4. Asumsi Bahasa Apa bahasa penelitian?  Formal
 Berdasarkan pada seperangkat definisi
 Bahasa yang tidak personal (impersonal)
 Menggunakan kata-kata yang diterima secara kuantitatif  Informal
 Terkandung dalam definisi
 Bahasa personal
 Menggunakan kata-kata yang diterima oleh kualitatif
5. Asumsi Metodologi Apa proses dari penelitian?  Proses deduktif
 Sebab dan akibat
 Disain yang statis, kategori-kategori terisolasi sebelum studi dilakukan
 Bebas konteks
 Generalisasi digunakan untuk memprediksi, menjelaskan dan memahami
 Keakuratan dan keajegan melalui validitas dan reliabilitas  Proses induktif
 Faktor-faktor dibentuk secara bersama
 Disain berkembang, kategori-kategori diidentifikasi selama proses penelitian
 Terikat pada konteks
 Pola (kerangka), teori-teori dikembangkan untuk memahami
 Keakuratan dan keajegan melalui verifikasi
Sumber: Firestone (1987), Guba & Lincoln (1988), McCracken (1985 dalam Creswell,
1994:5)











5. PERBEDAAN PENGEMBANGAN ILMU DARI PENGETAHUAN LAIN

ILMU SENI AGAMA
Dikembangkan Berdasarkan metode ilmiah


Hasil dari membaca langkah terakhir manusia berilmu, menangkap masalah, membuat hipotesis berdasarkan pembacaan langkah terakhir manusia berilmu, kemudian mengadakan penelitian lapangan, membuat pembahasan secara kritis dan akhirnya barulah ia mencapai suatu ilmu. Ilmu yang ditemukannya sendiri.


Dikembangkan Berdasarkan intuisi, coba-coba, prasangka.

Hasil dari proses usaha manusia untuk bisa. Dikembangkan Berdasarkan wahyu.


Hasil dari proses usaha manusia untuk tahu.

5. Penutup.
Perkembangan ilmu tidak bisa dilepaskan dari rasa keingintahuan yang besar diiringi dengan usaha-usaha yang sungguh-sungguh melalui penalaran, percobaan, penyempurnaan, dan berani mengambil resiko tinggi sehingga menghasilkan penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi suatu generasi dan menjadi acuan pertimbangan bagi generasi selanjutnya untuk mengoreksi, menyempurnakan, mengembangkan, dan menemukan penemuan selanjutnya. Faktor-faktor inilah yang kemudian menjadi pemacu bagi pesatnya perkembangan ilmu yang melatarbelakangi semakin cepatnya penemuan dalam bidang teknologi yang kadang membuat sebagian orang terlena karenanya sehingga tidak sadar bahwa sebagian ilmu yang disalahgunakan bisa menjadi ancaman serius bagi kehidupan mereka.
Poin penting yang perlu dicatat di sini adalah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan harus diimbangi dengan pengembangan moral-spiritual manusianya, karena sebagaimana kita tahu, perkembangan ilmu pengetahuan selain berdampak positif, ia juga berdampak negatif bagi kehidupan manusia. Dampak positifnya adalah semakin mempermudah kehidupan manusia, sementara dampak negatifnya adalah semakin mengancam kehidupan mereka.
Oleh karena itu, agar tatanan kehidupan manusia di dunia ini tetap lestari, maka perkembangan ilmu mesti diiringi dengan pengembangan moral-spiritual manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu tanpa pengembangan moral-spiritual bisa menjadi ancaman bagi kehidupan manusia seperti yang bisa kita rasakan akhir-akhir ini yang berupa penyalahgunaan teknologi nuklir. Demikian pula pengembangan moral-spiritual tanpa diiringi perkembangan ilmu bisa menjadikan sebagian manusia kurang kreatif.




DAFTAR PUSTAKA
Hudojo, Herman. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang
Koentjaraningrat. (1977). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.

Noerhadi. T. H. (1998). Filsafat Ilmu Pengetahuan. (Diktat Kuliah). Pascasarjana
Universitas Indonesia.

Suparlan. P. (1997). Paradigma Naturalistik dalam Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif dan Penggunaannya. Majalah Antropologi Indonesia. No. 53. Vol. 21. Jurusan Antropologi FISIP Universitas Indonesia

Sutedjo & Happy Susanto. (2010). Filsafat Ilmu. Telaah Kritis Atas Hakikat dan Cara
Kerja Ilmu Pengetahuan. Ponorogo: P2MP Spektrum Press.

LOMBA KEBERHASILAN GURU TAHUN 2010 tidak ada

Lomba Keberhasilan guru tingkat nasional sudah menjadi agenda rutin. Banyak guru menanti kehadiran brosur dan siap untuk mengirimkan naskah. Memang, menjadi salah satu finalis dalam lomba tersebut merupakan suatu kebahagiaan karena selain mendapatkan uang saku, juga bisa bertemu dengan guru-guru hebat. Tapi, tahun 2010 lomba ini ditiadakan karena alasan biaya. Sayang sekali ya?

PENGUMUMAN LOMBA KREATIVITAS ILMIAH GURU 2010

Pastinya peserta LKIG berdebar-debar menanti pengumuman. Ini ada sedikit pengurang rasa berdeFinalis yang terpilih diharuskan hadir di Jakarta pada 1 Agustus 2010, dan pada 2 Agustus 2010 finalis mempresentasi karya ilmiahnya. Pada 3 Agustus 2010, para finalis akan melakukan audiensi dengan manajemen AJB Bumiputera 1912. Pada hari yang sama para pemenang akan diumumkan di Malam Penganugerahan Pemenang.

Di setiap bidang akan dipilih 5 finalis. Dari 5 finalis, akan diseleksi menjadi 3 pemenang (I,II, dan III). Para pemenang akan mendapatkan piala dan piagam penghargaan dari LIPI. Selain itu, para pemenang akan memperoleh hadiah uang tunai dari AJB Bumiputera 1912. Pemenang I akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp 12 juta, pemenang II akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp 10 juta, dan pemenang III akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp 8 juta. Sedangkan para finalis yang tidak berhasil menjadi pemenang akan mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp 1juta. Sehingga total hadiah uang tunai sejumlah Rp. 160 juta.Tempat penyelenggaraan kegiatan serta penginapan para finalis, dewan juri dan panitia selama masa karantina di Jakarta difasilitasi oleh Bumiputera.
bar-debar itu.

PENGUMUMAN PEMENANG SAYEMBARA PENULISAN NASKAH BUKU BACAAN TAHUN 2010

Pengumuman Sayembara Penulisan Naskah Buku Bacaan Tahun 2010

Menurut informasi yang ditulis pada brosur, pengumuman lomba ini akan diumumkan bertepatan pada hari buku. Setelah saya cari, hari buku jatuh pada tanggal 17 Mei. Penasaran juga siapa yang naskahnya terpilih?

CERPEN

SEBINGKAI FOTO
Oleh: Rustiani Widiasih

      Jika Saudara pergi ke rumahku, maka Saudara akan dipersilakan duduk menghadap ke arah sebingkai foto wisuda yang terpasang di dinding. Pandangan saudara pasti akan tertuju pada foto itu karena ukuran foto berpigora itu cukup besar kira-kira 50 cm kali 60 cm. Selain itu, tiada gambar lain yang tertempel di dinding. Foto itulah satu-satunya gambar yang menghiasi dinding ruang tamu rumah kami.
Ada tiga orang yang berdiri di foto itu yaitu aku, bapak dan ibu. Aku berada di tengah antara bapak dan ibu. Aku memakai baju toga lengkap sambil membawa sebuah tabung panjang berwarna biru tua yang berisi surat keterangan kelulusan. Bapak memakai baju batik berlengan panjang sedangkan ibu memakai baju kebaya. Senyum bahagia tersungging di bibir kami bertiga.
Di bagian bawah foto itu ada tulisan: WISUDA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG TAHUN 2000. Bingkai foto itu berwarna biru, sangat serasi dengan background fotonya. Bingkai itu menahan kaca dan foto dengan kuat sehingga foto terhindar dari debu dan kotoran. Foto itu telah terpasang di dinding sejak delapan tahun yang lalu. Dahulu aku memberikan foto wisuda berukuran postcard bersama negative filmnya kepada bapak. Lalu ia membawa ke tukang foto untuk memperbesar ukurannya. Bapak juga memesan pigora seukuran dengan fotonya lalu dipasanglah foto tersebut di dinding ruang tamu sampai sekarang.
Bapak tidak pernah mengatakan kebanggaannya kepadaku atau terhadap foto itu. Namun aku bisa merasakan betapa bangganya bapak. Dia senang jika ada tamu yang menanyakan soal foto itu. Bahkan ia seringkali mengatakan hal-hal yang tidak ditanyakan oleh tamu. Misalnya begini, jika ada tamu menanyakan apakah yang ada di foto itu adalah anakknya, dia seharusnya hanya menjawab ”ya”. Namun dia menjawab dengan panjang lebar seperti ini;”Dia lulus dari Universitas Negeri Malang jurusan Sastra Inggris. Kini ia telah menjadi seorang PNS dan menikah dengan PNS pula. Anaknya satu laki-laki....” begitu ia menuturkan. Aku tahu kata-katanya bukan bermaksud sombong melainkan wujud rasa bangganya. Sebetulnya aku merasa malu dengan kenyataan seperti itu. Namun tidak mungkin aku menolak kehendak bapak karena aku tidak mau menyakiti perasaannya. Aku tidak pantas untuk tidak mematuhinya karena ia orang yang sangat bijasana.
Bapakku berkulit hitam. Itu mencerminkan seringnya ia terbakar sinar matahari. Sebagai seorang pengawas TK/SD, ia harus mendatangi sekolah-sekolah yang sulit dijangkau. Namun semangat dan dedikasinya yang tinggi tidak meghalanginya untuk sampai pada sekolah di daerah pedalaman. Sepeda motor inventaris kantor senantiasa mengantarnya mencapai tempat-tempat yang akan dituju.
Jika Saudara berjabat tangan dengan bapak, maka akan merasakan betapa kasar tangannya. Itu menunjukkan kalau bapak adalah seorang pekerja keras. Setelah pulang dari kantor Cabang Dinas Pendidikan, ia pergi berkebun. Ia menikmati setiap hal yang dilakukannya, sehingga tiada kata lelah baginya.Tidak heranlah jika tubuh bapak sehat dan kuat perkasa.
Kulit bapak yang hitam tertutupi dengan wajahnya yang ramah dan bersahabat. Senyumnya yang tulus dan wajahnya yang ramah adalah pancaran dari jiwa kepasrahan dan keihllasan dari lubuk hatinya yang paling dalam.
Bapak bisa berganti-ganti sosok. Dimanapun ia berada, semua akan menerima dengan hormat dan senang hati karena pikirannya yang tajam dan bijak sangat dibutuhkan. Ia bisa menjadi seorang petani dan memiliki teman pergaulan sesama petani. Ia bisa menjadi seorang tokoh agama yang memberikan ceramah di masjid-masjid. Ia bisa juga menjadi seorang guru dan pengawas. Namun yang terpenting bagiku, ia adalah tokoh seorang bapak yang arif bijaksana.
Aku tahu bapak sangat menyayangiku walau ia tidak pernah mengatakannya. Aku merasakan kasih sayangnya melalui tindakan-tindakanya kepadaku. Jika ia pergi ke suatu tepat, dan di tempat itu ada makanan atau barang yang aku suka, pastilah ia akan membelikannya untukku. Aku sampai bingung bagaimana caraku untuk ganti menyenangkannya.
Aku banyak belajar dari bapak bagaimana cara menjalani hidup ini. Aku tahu darinya kalau hidup manusia sebenarnya diciptakan oleh manusia itu sendiri. Begini maksudnya, jika ingin disayangi, maka sayangilah orang lain. Jika ingin dihormati, maka hormatilah orang lain. Jika tidak ingin disakiti, maka jangan menyakiti orang lain, begilulah seterusnya.
Aku juga tahu dari bapak kalau kebahagiaan hidup itu diciptakan oleh manusia sendiri. Bapak juga menciptakan kebahagiannya sendiri. Ia tidak pernah meraih apa yang tidak bisa dia raih. Ia menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluaran. Dan satu hal lagi, ia menyisakan uangnya untuk orang-orang yang memerlukan. Kulihat bapak bahagia. Bahkan kini kebahagiaan bapak sudah lengkap. Beberapa cita-cita yang pernah aku dengar telah terpenuhi. Aku sudah menjadi PNS, aku sudah menikah, dan aku sudak memiliki anak laki-laki.
Aku senang jika melihat bapak bercengkrama dengan anakku seperti yanh kulihat sore itu. Mereka berdua asyik melihat-lihat foto-foto yang dipasang di album foto. Sesekali aku mendengar mereka tertawa ketika melihat hal-hal yang lucu di foto itu. Aku tidak heran lagi dengan pemandangan seperti itu karena bapak adalah orang yang telaten dan rajin merawat foto.
Beberapa saat setelah kudengar canda tawa bapak dan anakku, suasana rumah menjadi sepi. Aku tidak mendapati mereka berdua. Sebalikknya aku menemukan album foto berserakan di lantai. Aku lalu pergi ke luar rumah Kulihat bapak dan anakku pergi entah kemana dengan sepeda inventaris.
Keesokan harinya, tepatnya hari Jum’at, bapak memberikan selembar kertas kepadaku. Setelah kulihat, kertas itu adalah tanda pengabilan foto. Sepintas aku lihat tanggal pengabilannya adalah hari Senin. Lalu kusimpan kertas itu di dalam dompetku.
***
Senin pagi pukul sembilan pagi Hpku berdering. Kulihat nomer yang menghubungiku adalah nomer bapak namun yang berbicara bukan bapak melainkan teman sekantornya. Hatiku berdegup kencang. Ada apa ini? Tidak biasanya bapak meminta orang lain untuk berbicara denganku. ”Bapak kecelakaan, Sekarang dirawat di Rumah Sakit. Cepat ke sini” kata teman bapak melalui HP. Aku tersentak. Kutarik napas dalam-dalam. Jantungku derdetak tak beraturan. Aku tidak percaya. Kenyataan itu bagaikan mimpi. Setelah aku bisa menguasai diri, aku berlaju ke Rumah sakit.
Setiba di sana, aku disambut oleh teman-teman bapak. Mereka mengantarku ke tempat bapak dirawat. Bapak berada di ruang ICU. Aku mendekati bapak yang tergeletak tak berdaya. Kupandangi seluruh tubuhnya. Tiada luka yang berarti di tubuhnya namun bapak tidak sadarkan diri. Dia bagaikan orang tidur lelap. Lemas tubuhku melihat kondisi bapak seperti itu. Tiada daya dan kekuatan tanpa pertolongan Allah. Mulutku terus berdoa agar bapak cepat diberi kesembuhan. Betapa lemah dan tak berdayanya manusia dalam keadaan seperti itu. Dan betapa kuat dan kuasanya Allah dalam membuat manusia tak berdaya.
Aku diminta perawat untuk keluar ruang ICU. Aku hanya bisa menyaksikan bapak dari jendela yang tinginya di atas kepalaku. Kulihat dokter dan perawat memasang peralatan medis di tubuh dan hidung bapak. Aku lalu duduk dengan lunglai di kursi yang berada di luar ruang ICU. Jantungku masih terus berpacau tak beraturan. Hanya doa yang bisa kuucapkan.
Tidak lama kemudian, seorang perawat mendekatiku. Tangannya memegang pundakku sambil berkata: ”Ibu harus kuat”, lalu ia menyodorkan buku Yaasiin kepadaku.”Bacalah Surat Yaasiin ini di dekat bapak”, katanya sambil menepuk-nepuk pundakku. Aku merasa diberi kekuatan dari tangan perawat tadi. Aku bangkit mengambil air wudhu lalu membaca Yaasiin di dekat bapak sampai selesai.
Begitu aku menutup buku Yaasiin, tidak kudengar lagi suara alat detektor yang sejak tadi berdetak. Garis yang tadinya bergelombang di layar detektor menjadi garis lurus. Kulihat bapak masih seperti orang tidur dengan senyum tersungging di bibirnya. Dia tampak pulas sekali.
Perawat yang tadi menepuk pundakku yang kurasa bisa memberikan kekuatan, mendekatiku lagi. Kali ini dia merangkulku lalu membisikkan kata-kata di telingaku. ”Ibu orang yang kuat. Selamat, Ibu bisa mengantar kepergian Bapak dengan doa. Bapak sudah meninggal dunia”, kata perawat itu. Jantungku berdetak semakin kencang. ”Innalillahi wainnalillahi rojiuun”, ucap perawat itu. Lalu secara spontan aku juga mengucapkan kata yang sama. Aku hayati pula ucapan itu. Sesunggunhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kita kembali.
***
Aku mengambil kertas bukti pengambilan foto yang diberikan bapak sebelum meninggal. Lalu aku beranjak ke Delta Foto tempat pengambilan foto itu. Aku tidak sabar lagi foto mana yang diperbesar bapak. Seorang palayan membawa sebingkai foto berukuran besar kira-kira ukurannya sama dengan fotoku wisuda yang telah dipasang dirumah. Setelah diserahkan kepadaku, akau membuka koran pembungkus pigora itu. MasyaAllah! Ternyata foto itu adalah fotoku bersama suami dan anak. Anakku berada di tengah-tengah antara aku dan suami.
Aku memasang foto itu di sebelah fotoku wisuda. Aku memandangi kedua foto itu. Ada perbedaan yang kurasakan setelah memandang foto wisudaku. Dulu aku merasa bangga dan senang melihatnya. Kini, aku merasa ada sesuatu yang hilang dan ada sesuatu yang tidak lengkap.
Setelah lama merenung, sadarlah aku apa maksud bapak memperbesar fotoku bersama anak dan suami. Aku tahu bahwa dalam hidup ini ada dua hal yang saling berlawanan antara siang dan malam, hidup dan mati, pertemuan dan perpisahan, kelahiran dan kematian dan yang lainnya. Aku tahu aku kehilangan bapak, namun Allah juga memberiku suami dan anak kepadaku.
Sampai kapanpun aku tidak akan menurunkan kedua foto itu. Setiap kali aku memandang foto bapak, aku merasa memiliki kekuatan yang luar biasa. Sebesar apapun masalah yang kuhadapi menjadi ringan karena aku ingat akan hakikat kehidupan yang akan berujung pada kematian. Jika aku melihat kulit hitam dan tangan kasarnya, aku terpacu untuk bekerja keras sepertinya. Aku merasa damai dalam hidup karena hekekatnya hidup adalah menebar kebaikan untuk bekal ke akherat. Foto itu juga mengingatkanku agar aku terus menerus mendoakan bapak dan memohonkan ampunnan dari-Nya.
Apakah aku harus bersedih hati karena bapak telah berpulang? Tidak. Aku harus senang karena bapak telah membawa bekal yang cukup. Bukankah ketiga bekal untuk mati sudah dibawanya? Amal Jariah, Ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholehah. Kini akulah satu-satunya yang akan menjadi bekal bapak maka akau harus mejadi anak sholehah.
***
Sekarang, jika Saudara pergi ke rumahku, Saudara akan dipersilakan duduk menghadap dua bingkai foto. Dan jika Saudara bertanya siapakah sosok laki-laki di sebelahku saat aku wisuda itu? Maka aku akan menjawab: ”Itulah bapakku yang kini telah berada di tempat mulia di sisi-Nya”. Setujukah Saudara?

SELESAI

Apa Pendapak Saudara tentang sertifikasi guru?

Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang adanya tunjangan guru yang sudah tersertifikasi. Banyak guru yang sudah menikmati tunjangan tersebut. Nah... mari berbagi cerita bagaimana perubahan yang telah dilakukan oleh sang guru setelah menerima tunjangan sertifikasi yang besarnya satu kali gaji?

AYO MENULIS

Kata Pramudya Ananta : Sehebat apapun seseorang jika tidak mau menulis, maka dia tidak akan dicatat dunia.

Maka marilah menulis. Tulis apa saja.

LULUS SMA NGAPAIN YA?


 LULUS

     Aku dinyatakan lulus SMA! Gembira rasa hatiku mengetahui kelulusanku pada pengumuman siang itu. Jeritan, sorak-sorai dan ucapan syukur mewarnai situasi kala itu. Secara bergantian teman-teman saling memberikan tanda tangan di seragan. Ya... itu kelak bisa menjadi kenangan yang tak terlupakan. Beberapa siswa menyemperotkan pilok ke seragan dan bahkan ke rambutnya. Lalu secara berarak-arah mereka mengendarai sepeda motor mengelilingi kota.Tidak dihiraukan lagi aturan rambu-rambu lalu lintas. Lampu merah pun diterjang juga. Kami meluapkan kegembiraan yang tiada taranya.
Bayangkan! Selama duduk di kelas tiga kami selalu ditakut-takuti tentang beratnya ujian kelulusan. Belum lagi, aturan yang menaikkan standar nilai dan juga keharusan untuk mengulangi lagi pendidikan di kelas tiga jika tidak lulus ujian. Sungguh! Masa-masa itu membuat kami sterss dan pusing. Siang dan malam kami belajar mengerjakan soal-soal predikasi Ujian Akhir Nasional.
Setiap malam, saya bangun malam untuk memohon kepada Allah agar saya bisa diberi kemudahan dan kelancaran dalam mengerjakan soal-soal ujian dan akhirnya di beri kelulusan. Setiap hati saya menghitung hari, kapan ujian dilaksanakan. Aduh... penantian itu sangat mendebarkan. Seetelah hari yang ditunggu-tunggu tiba, aku pun mengerjakan soal secara maksimal. Aku kerahkan segala kemampuanku untuk mengerjakan soal-soal ujian. Tenaga, pikiran, biaya untuk bimbingan belajar, waktu dan segenap jiwa dan raga aku fokuskan untuk menghadapi Ujian Nasional.
Setelah selesai Ujian Nasional, ternyata belum usai kecemasan saya. Menanti pengumuman kelulusan lebih mendebarkan lagi. Hari demi hari aku lalui dengan penuh harap-harap cemas. Pikiran melayang-layang, andai tidak lulus bagaimana? Takut, cemas terus menghantui perasaan sampai waktu pengumuman tiba.
Pada hari yang telah ditentukan, menunggu waktu diumumkan terasa semakin panjang saja. Dari pagi pikiran sudah tidak menentu, berharap agar jam cepat berputar agar cepat pula mengetahui hasilnya. Maka jangan heran kalau aku dan juga teman-teman bagaikan orang yang baru saja lepas dari penjara dan bebas lepas di alam bebas. Plong rasanya. Rasa senang itu terus menghiasi semua lulusan hinggga beberapa hari.
Namun demikian di balik kesenangan itu ada pula duka yang kurasakan. Aku merasa sedih meninggalkan sekolahku yang penuh suka cita. Ini berarti aku harus berpisah dengan para guru, teman dan terlebih lagi orang yang sangat kukagumi. Ialah Dewita, teman sekelasku yang telah mencuri jantug hatiku. Bahkan aku dibuatnya tergila-gila. Kecantikan, kecerdasan dan ketegasannya merupakan daya tarik yang mempesona bagiku. Aku pun tidak tahu mengapa dia yang membuatku linglung? Bukankah ada banyak gadis di sekolahku? Senang hatiku jika aku mendapat kesempatan untuk bekerja secara berkelompok dengannya karena aku bisa mencuri pandang. Namun aku bukanlah laki-laki yang tidak tahu diri. Berat bagiku untuk mengungkapkan apa yang saya rasakan terhadapnya. Keadaanku sangat jauh berbeda dengannya. Dia anak orang berada sedangkan aku? Anak yatim yang harus mengurusi dua adik dan membantu mencari penghasilan keluarga. Kami tidak sepadan.
٭٭٭
Setelah beberapa hari yang dipenuhi rasa senang itu berlalu, kebimbangan datang menggelayutiku. Aku bukan lagi berstatus sebagai siswa SMA. Bagiku dan bagi semua seorang pelajar SMA, menamatkan pelajaran berarti memasuki suatu masa peralian, karena saat ini saya mengalami perubahan dalam kewajiban maupun tugas-tugas utamanya. Selama menjalani pendidikan SMA, tugas utama saya adalah mempelajari setiap mata pelajaran yang diajarkan kepada saya. Pencapaian tingkat keberhasilan belajar yang tinggi dalam tiap mata pelajaran sangat membantu, bukan hanya menyiapkan diriku untk menempuh UAN dan mendapatkan STTB, tetapi juga sebagai bekal dalam menempuh jalan hidup lebih lanjut.
Setelah tamat SMA, saya tidak memiliki pola tertentu mengenai tugas ataupun kewajiban yang harus kupenuhi. Saya harus menentukan sendiri apa yang harus saya lakukan. Untuk itu, memerlukan perhatian dan pemikiran yang cukup mendalam, mengingat ini menyangkut penentuan arah hidupku di masa mendatang. Jika aku telah memiliki gambaran, maka segala persiapan yang diperlukan untuk memantapkan atau mewujudkannya dapat dilakukan secara mudah.
Sayang sekali, saya belum memiliki gambaran yang jelas tentang arah hidup yang bagaimana yang akan saya tempuh, ataupun apa yang akan saya lakukan setelah SMA. Untuk itu secepatnya saya harus menentukan jalan hidup yang akan saya tempuh.
Adang beberapa faktor kenapa saya tidak mampu menentukan arah hidup yang jelas. Yang terpenting adalah, ketidakmampuan untuk melihat jauh ke depan atau ke luar dari lingkungan hidupku sehari-hari. Hal ini antara lain disebabkan oleh kurangnya keterangan atas pengetahuan yang saya miliki mengenai bermacam-macam profesi yang ada di masyarakat, serta apa lapangan pekerjaan yang tersedia.
Lulusan SMA memang disiapkan untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun tidak menutup kemungkinan juga langsung terjun berkerja. Memang keduanya memiliki plus dan minusnya. Banyak yang menggangap bahwa setelah SMA lebih baik kuliah. Namun bagi orang seperti saya yang tidak banyak biaya, jelas tidak memungkinkan mengingat biaya yang begitu mahal. Saya harus mawas diri dan jujur dalam menilai kemampuan yang saya miliki. Saya Harus bisa memisahkan antara keadaan agan-agan dan keadaan diri yang sebenarnya.
Pendidikan SMA adalah pendidikan umum yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan umum pada anak didiknya sehingga memiliki kemampuan yang diperlukan oleh seserang warganegara yang dewasa, baik untuk terjun di masyarakat matpun untuk melanjutkan pendidikannya. Hal ini tercermin pada keanekaragaman pelajaran yang diberikan. Ada yang menunjang peningkatan kemampuan sebagai warga Negara, seperti kewarganegaraan, kesenian, sejarah dan sebagainya. Ada juga yang meningkatkan kemampuan komunikasi, seperti berbagai pelajaran bahasa, disamping yang mempersiapkannya untuk melanjutkan ke perguruan Tinggi, seperti matematika, fisika, biologi, ekonomi dan sebagainya.
Oleh karena lulusan SMA tidak diarahkan ke suatu lapangan pekerjaan tertentu, seorang lulusan SMA harus mengarahkan dirinya sendiri. Dengan kata lain saya harus mengambil keputusan apakah pekerjaan yang akan saya tekuni, mengingat tidak mampunya saya untuk melanjutkan kuliah.
Sudah bulat keputusan saya untuk bekerja setelah tamat SMA. Berikutnya, saya harus menentukan apakah saya akan bekerja untuk orang lain atau menciptakan pekerjaan sendiri.
Saya ingin secepatnya melepaskan tanggung jawab ibu terhadapku. Saya ingin berdiri sendiri, tidak tergantung pada ibuku. Saya akan memutar otak bagaimana cara saya mendapatkan penghasilan. Pada saat ini saya belum memiliki keterampilan khusus. Padahal setiap pekerjaan yang ada di masyarakat dikerjakan dengan keterampilan dan keahlian khusus.
Saat ini keadaan saya sudah sangat mendesak untuk segera memiliki penghasilan sehingga bisa membantu ibu. Saya harus bangkit, maju dan meningkatkan harkat diri. Hal itu menjiwai seluruh tindakan saya. Saya teringat pepatah yang mengatakan bahwa : “Ada berbagai cara untuk mencapai tujuan yang sama”. “Dimana ada kemauan, pasti ada jalan” , Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang kecuali ia mengubahnya sendiri”. Bekal itulah yang saya miliki untuk mengatasi segala hambatan untuk mencapai tujuan.
Saya mengetahui bahwa suatu pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian dan keinginan akan terasa ringan, sehingga memberi perangsang untuk lebih maju. Untuk itu, tentu saja saya akan melakukan pekerjaan yang saya sukai suatu saat nanti. Meskipun saat ini sangat sulit bagi saya untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian ataupun keinginan saya.
Seseorang yang akan melakukan usaha tertentu harus memiliki pengetahuan yang cukup. Tanpa itu akan sulit menentukan lagkah-langkah lebih lanjut yang harus diambil untuk mengiringi atau mewujudkan keputusan tersebut. Jadi, yang pertama harus saya lakukan adalah mendapatkan keterangan sebanyak mungkin mengenai lapangan pekerjaan yang akan saya lakukan. Ini mencangkup: tugas apa saja yang bisa dilakukan, keterampilan yang diperlukan, keuntungan yang diperoleh, serta kemungkinan karier lebih lanjut. Keterangan mengenai pelaksanaan tugas tersebut perlu sekali diperoleh untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya mengenai lapangan kerja yang bersangkutan. Bila gambaran pekerjaan telah diperoleh dan sesuai dengan keinginan, maka perlu diputuskan apakah syarat-syarat untuk itu dapt dipenuhi. Dengan kata lain, adakah waktu serta tersediakah biaya yang diperlukan untuk itu. Tahapan-tahapan tersebut, harus dilakukan dalam mengambil suatu keputusan.
Selain hal di atas, masih ada faktor lain yang perlu diperlimbagkan dan mungkin bisa menjadi faktor penentu keberhasilan di masa yang akan datang. Ada pekerjaan yang pada saat tertentu menyerap banyak tenaga, sehingga seseorang yang terampil di bidang itu akan sangat diperlukan, tetapi seiring dengan berlagsungnya waktu , kebutuhan itu bisa menurun. Selain itu, ada juga yang saat ini dikenal masih baru tetapi kebutuhan sangat meningkat terus dengan cepat. Faktor-faktor ini harus diperhatikan, agar saya memiliki hari depan yang baik.
Saya sangat menyadari bahwa pada kenyataanya bekerja yang sesuai dengan harapan, kepribadian dan keinginan sangatlah sulit, apalagi, bagi seorang lulusan SMA seperti saya. Walau demikian saya tidak boleh berkecil hati, dan rendah diri. Saya tahu bahwa permulaan dari kerja sendiri adalah dimulai dari yang kecil, dengan suatu ketekunan dan kesungguhan. Yang kecil itu lama kelamaan bias menjadi besar. Bekal yang paling penting adalah rasa percaya diri dan keberanian. Keberanian dapat bertitik tolak dari harga diri. Memag, bekerja pada diri sendiri akan lebih terhormat daripada bekerja pada orang lain. Ada baiknya saya dulu sudah mempersiapkan kemampuan khas saya, lalu dipupuk sejak dini mulai masuk SMA, sehingga pada saat saya tamat seperti sekarang ini dan tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan sekolah, tiada menapatkan kesulitan dalam menciptakan pekerjaan.

Pilihan untuk bekerja, baik langsung setelah SMA atau setelah mengikuti kursus singkat adalah keputusan yang bijaksana daripada memaksakan diri. Ini adalah langkah maju daripada tidak segera mengambil keputusan. Saya sadar bahwa kemampuan saya untuk terjun ke dunia kerja juga belum memadai. Memasuki dunia kerja seawal mungkin berarti akan lebih cepat membina karier daipada menenpuh jalan yang tidak menentu ujung pangkalnya.
Saya akan membuktikan kalau lulusan SMA juga memiliki masa depan yang cerah asalkan mau megusahakannya. Sebaliknya, lulusan Sarjana jika tidak mampu mencari dan menciptakan lapangan pekerjaan tidaklah memiliki masa depan yang cerah.
Setelah tamat SMA, saya harus mampu memasuki hidup dengan lebih dewasa dan mandiri. Saya pun memutar otak, mencari jawaban apa yang akan aku usahakan sehingga bisa menghasilkan uang? Teringat kata bijak guruku kalau buku adalah gudang ilmu, saya pun pergi ke Perpustakaan Daerah. Sudah lama aku tidak meminjam buku karena pikiranku mengacu pada Ujian Nasional. Di sana, banyak sekali koleksi buku yang bisa menambah wawasan saya bagaiman membuak suatu usaha baru.
Aku mendapatkan sebuah buku yang aku cari-cari. Buku itu berjudul ” ” yang dikarang oleh. Di halaman buku tersebut saya temukan berbagai hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih suatu pekerjaan. Berikut ini pertimbangan tersebut:
Apakah saya…..
Senang mengambil keputusan sendiri?
Mempunyai bakat dan kemampuan untuk memotivasi orang lain?
Mempunyai bakat dan kemampuan untuk mengatur dan menguasai orang lain?
Senang bekerja di bawah bimbingan orang lain?
Menyukai pekerjaan yang penuh tantangan dan kompetensi?
Senang bekerja denga menggali gagasan, menyusun konsep atau memecahkan masalah?
Senang bekerja dalam kelompok atau dengan orang lain?
Senang bekerja dengan menggunakan alat dan memerlukan sikap koordinatif?
Sanggup dan senang bekerja secara bebas yang memerlukan prakarsa dan disiplin diri yang ketat.
Menyenangi pekerjaan detail tentang angka-angka
Menyenangi dan suka menolong orang lain
Mempunyai banyak bakat dan gagasan kreatif serta sanggup berupaya mencari kesempatan untuk mengeluarkan gagasan itu
Merasa puas dengan melihat hasil karya nyata
menyenangi pekerjaan dalam ruang terbatas
Senang pekerjaan yang bersifat pengulangan
Suka pekerjaan di luar dalam cuaca apapun
Senang pada pekerjaan yang sering berpindah tempat

Saya harus dapat meneliti sendiri dengan pernyataan tersebut di atas, dan ada lapangan pekerjaa terbuka, maka saya berusaha menyesuaikan hasil nilai diri.

٭٭٭

Saya masih saja belum menemukan usaha apa yang akan saya lakukan. Pada saat buntu seperti itu, saya berjalan-jalan menyusuri jalan tanpa arah. Aku ingin melihat apa saja yang dilakukan orang untuk mendapatkan uang. Tepat di depan sebuah sekolah, aku melihat seorang laki-laki kira-kira liga atau empat tahun lebih tua dariku. Dia adalah seorang penjual pentol. Dagangannya laris dibeli anak-anak sekolah. Aku semakin penasaran. Aku pun mendekatinya. Mula-mula aku membeli, lalu mengambil tempat duduk di bawah pohon dekat lelaki itu berjualan. Begitu terdengar bel sekolah itu berbunyi, tanda masuk sekolah, para siswa yang membeli pentol itupun masuk. Aku mendekat lelaki itu sambil memakan pentol yang sudah aku beli. Setelah berbasa-basi, aku pun mengetahui kalau lelaki yang bernama Doni itu sangat ramah. Dengan handuk yang ada di lehernya ia mengusap kerigat yang mengalir di dahi. Lalu duduk santai denganku. Percakapan tentang usahanyapun kami mulai.

Tahun 2010

     GAGAL

     Katanya, kegagalan adalah sukses yang tertunda. Itulah yang aku rasakan di tahun 2009. Semua usaha yang telah aku usahakan belum membuahkan hasil. Namun aku tidak boleh berputus asa. Aku akan terus bangkit untuk berkarya dan berkarya.
Ayo... manfaatkan kesempatan yang ada!